MENJADI PELAJAR BERKEMAJUAN,
Refleksi 52 Tahun IPM

Rentang panjang perjalanan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) selama ini berada di tengah liku-liku kehidupan kebangsaan dan keummatan yang mengalami proses deviasi-deviasi dari arus utamanya, untuk membangun kehidupan kebangsaan yang damai, adil, dan sejahtera. Eksistensi IPM pun, mengalami dinamika yang hampir serupa. Tentu tidak bisa dinafikkan, bahwa perjalanan IPM telah memberikan warna bagi entitas-entitas yang lain. Paling tidak IPM telah memberikan warna bagi dirinya, sehingga menampilkan sosok yang tampil memberikan warna dinamis-progresif dalam melakukan perubahan cara pandang (word-view), prilaku, ideologi gerakan dan lain-lain, yang telah memberikan artikulasi-reflektif-transformatif bagi pengembangan IPM.
Di usianya yang sudah 52 tahun sejak kelahiran 18 Juli 1961, bukanlah waktu yang cukup untuk menunjukkan sebuah eksistensi yang established. Namun juga, bukan waktu yang singkat untuk mengukir sejarah pergerakan yang dinamis mengikuti arus besar perubahan yang memang cepat dan serba uncertainty ini.  Lantas di usia sedemikian itu, apa yang sudah diperbuat IPM? Apa pula yang hendak dilakukan (what next)? Tentu jawabannya dikembalikan kepada pasukan inti IPM. Lantas, siapa stake holder itu? Jawabannya adalah kita semua, yang senantiasa harus bercermin dari realitas yang ada, untuk meyakini bahwa diri kita bukan entitas yang paling eksistensial, bahkan mungkin kalau mau jujur kita mungkin masih tertinggal dari yang lain.
Kita tidak mesti kawatir, justru kita bisa optimis bahwa IPM telah menjadi OKP terbaik tingkat nasional, bahkan ASEAN. Paling tidak, IPM telah melahirkan kader-kader excellent, clean, yang tidak terkontaminasi oleh arus pembusukan moral bangsa, tetapi kita harus yakin untuk menjadi organisasi pergerakan keilmuan dan moralitas. Walaupun, ada warna lain IPM yang menampilkan dirinya dalam wujud organisasi “kanak-kanak”, ia lebih sering menampilkan kehidupan organisasi yang tidak sehat, penuh dengan konflik internal, kegiatan yang ritual-seremonial, sehingga menjadi tidak jelas apa yang dipersoalkan bahkan diperjuangkan. Oleh karena itu, yang muncul kemudian adalah sikap-sikap arogansi-primitif dan tidak mencerminkan sebagai kader IPM.
Tentu itu semua memerlukan evaluasi secara kontinyu, bahkan kalau perlu melakukan kajian ulang secara cerdas terhadap teks-teks suci yang kita miliki, demi kesinambungan dalam membangun spirit gerakan IPM, sehingga tidak lapuk terkena hujan dan tidak lekang terkena panas. Peran strategis kader-kader IPM dalam mengambil alih posisi, atau bahkan harus merebut peran intelektual disemua sektor lapisan society (masyarakat) sehingga bangunan civil society akan empowering terhadap dominasi dan hegemonik state, atau entitas-entitas yang menghegemonik lainnya. Oleh karena itu tidak bisa ditolak bangun dasarnya adalah lahirnya kader-kader intelektual strategik, yang tidak malu-malu menampilkan keanggunan moralitas (akhlakul karimah), maka dibutuhkan instrumen-instrumen untuk mendukung kearah terciptanya kader-kader tersebut, paling tidak yang paling sederhana tetapi urgen adalah lingkaran-lingkaran diskusi (membangun lingkar inti), membangun aliansi strategik dengan kelompok-kelompok yang lainnya.
Evaluasi ini harus kita lakukan sebagai usaha korektif atas program-program yang sudah, lebih dari itu harus berani memunculkan pilihan-pilihan baru sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zamannya. Dari dialektika yang ada, memunculkan satu temuan bahwasanya IPM sudah kehilangan ruhul gerakannya. Oleh karena itu, tugas kita untuk menemukan ruh gerakan itu. Sehingga, IPM tidak gamang lagi menghadapi tantangan dan persaingan yang menghadap dihadapannya. Tetapi yang terpenting, adalah keberanian untuk memunculkan wacana pilihan ideologi gerakan, seperti mengelaborasi konsep Rancang Bangunnya PP IPM: Visi 2012-2014, yaitu kritis-progresif.
Revitalisasi ideologi keilmuan atau ideologi pencerahan kader IPM menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Format dan sistem pergerakan diarahklan pada pembentukan elit pencerah bangsa, moral-spiritualis dan memiliki kompetensi profesional dengan sensitifitas sosial yang tangguh. Hal ini harus diwujudkan dengan berbagai perubahan mendasar atas sistem dan format yang ada selama ini. Demikianlah, IPM telah menemukan semangat yang hilang selama ini. Masa renaissance IPM telah datang. Sudah saatnya IPM menjadi bagian terpenting dalam usaha “reaktualisasi Islam yang berkemajuan” dalam konteks pergerakan pelajar. Gerakan ilmu tidak boleh ditunda, karena misi Muhammadiyah adalah peradaban yang wajib dengan ilmu.
Islam Berkemajuan sebagai Paradigma
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah ortom Muhammadiyah, merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar di kalangan pelajar, berakidah Islam dan bersumber pada Al-Qur‘an dan As-Sunnah. (AD IPM: Pasal 3). Ketika berbicara IPM secara ideologis, filosofis, dan paradigmatik, tentu tidak bisa lepas Muhammadiyah. Maksud dan tujuan Muhammadiyah harus dijadikan sebagai rujukan bagi IPM ketika bergerak, setiap kader IPM harus benar-benar meresapi ideologi gerakan Muhammadiyah, yaitu pandangan Islam berkemajuan.
Islam yang berkemajuan memancarkan pencerahan bagi kehidupan. Islam yang berkemajuan dan melahirkan pencerahan secara teologis merupakan refleksi dari nilai-nilai transendensi, liberasi, emansipasi, dan humanisasi (Qs. Ali Imran ayat 104 dan 110) yang menjadi inspirasi kelahiran Muhammadiyah. Sebagai sayap gerakan Muhammadiyah, gerakan IPM sudah seharusnya berkomitmen untuk terus mengembangkan pandangan dan misi Islam yang berkemajuan sebagaimana spirit awal kelahiran Muhammadiyah tahun 1912. Pandangan Islam yang berkemajuan yang diperkenalkan oleh KH. Ahmad Dahlan melahirkan ideologi kemajuan, yang dikenal luas sebagai ideologi yang muaranya melahirkan pencerahan bagi kehidupan. Pencerahan (tanwir) sebagai wujud dari Islam yang berkemajuan adalah jalan Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan dari segala bentuk keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan, dan ketidakadilan hidup umat manusia.
Dengan pandangan Islam yang berkemajuan dan menyebarluaskan pencerahan, maka gerakan IPM tidak hanya berhasil melakukan peneguhan dan pengayaan makna tentang ajaran akidah, ibadah, dan akhlak pelajar muslim, tetapi sekaligus melakukan pencerdasan dengan ilmu dalam bidang mu’amalat dunyawiyah yang membawa perkembangan hidup sepanjang kemauan ajaran Islam. Pencerdasan IPM sebagai manifestasi tajdidyang mengandung makna pemurnian (purifikasi) dan pengembangan (dinamisasi), yang seluruhnya berpangkal dari gerakan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah (al-ruju’ ila al-Quran wa al-Sunnah) untuk menghadapi perkembangan zaman.
Menjadi Pelajar Berkemajuan
Karakter Islam berkemajuan untuk pencerahan peradaban mampu memberikan kekuatan yang dinamis dalam menghadapkan pelajar Islam dengan perkembangan zaman. Dalam penghadapan Islam atas realitas zaman, IPM harus mengembangkan gerakan ilmu, gerakan pencerahan, dan gerakan pemberuan sebagai alat kemajuan, sehingga Islam benar-benar menjadi agama bagi kehidupan yang bersifat kontekstual tanpa kehilangan pijakannya yang autentik pada sumber ajaran. Gerakan ilmu telah dipelopori oleh  Kiyai Haji Ahmad Dahlan dalam bingkai yang kokoh sebagaimana disebut sebagai “akal pikiran yang yang suci”, sedangkan dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) disebut “akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam”.
Menurut Kang Mukti, ada lima pondasi utama Islam berkemajuan, yang dapat dijadikan karakter untuk “menjadi pelajar Muhammadiyah yaitu: Pertama, Memiliki Tauhid yang Murni. Tauhid yaitu doktrin sentral dalam Islam. Misi IPM adalah tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah swt. Islam puritan yang selalu mengajak kepada aqidah yang murni, bersih, lurus, dari berhala (klasik atau modern) yang merusak.
Kedua, Memahami al-Qur’an dan Sunnah Secara Mendalam. Bagi IPM, beragama Islam harus berdasarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah al-Maqbullah. Tidak bersifat taqlid (ikut-ikutan) trend, budaya pop, dan lain-lain, tanpa pengetahuan tentangnya. Dalam beribadah dan bermuamalah wajib menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai titik pijak.
Ketiga, Melembagakan Amal Shalih yang Fungsional dan Solutif. Iman tidak sempurna tanpa amal shalih. Bagi IPM, amal shalih tidak semata-mata berupa ibadah mahdhah. Amal shalih adalah karya-karya kreatif dan bermanfaat, merefleksikan kerahmatan Islam dan kasih sayang Allah. Hidup untuk masyarakat dan semesta alam.
Keempat, Berorientasi Kekinian dan Masa Depan. Pelajar Muhammadiyah tidak terjebak pada romantisme kejayaan masa lalu. Dalam melakukan program, berpikir dan bertindak baik secara individu maupun kolektif harus menjadikan masa lalu sebagai titik pijak untuk begerak kekinian dan merancang masa depan.
Kelima, Bersikap Toleran, Moderat, dan Suka Bekerja Sama. Pelajar Muhammadiyah tidak boleh bersikap elitis dan ekslusif. Fanatisme Islam, golongan ber-IPM secara berlebihan dan over-reaktif tidak dibenarkan. Kader IPM tidak boleh menjadikan perbedaan masalah-masalah sepele, (khilafiah), teknis, dan ecek-ecek sebagai sumber konflik. Namun, pelajar, Muhammadiyah (kader, anggota) IPM harus memiliki sikap yang toleran (menghargai dan memahami perbedaan), moderat (sederhana, adil, dan bijaksana), serta suka bekarja sama.
Wallahu a’lam.

- Designed by Azaki Khoirudin -