- Back to Home »
- NAPAK TILAS SEJARAH PERJUANGAN IPM
NAPAK TILAS
Sejarah
Perjuangan IPM
Latar belakang
berdirinya IPM tidak terlepas dari latar belakang berdirnya Muhammadiyah
sebagai Gerakan Dakwah Islam Amal Ma’ruf Nahi Munkar dan sebagai kensekuensi
dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan
mendidik kader.
Di samping itu
situasi dan kondisi politik di Indonesia
pada era rahun 1956-an, dimana pada masa ini merupakan masa kejayaan PKI dan
masa Orde lama. Muhammadiyah menghadapi tantangan yang sangat berat dari berbagai
pihak. Sehingga karena itulah dirasakan perlu adanya dukungan terutama untuk
menegakkan dan menjalankan misi Muhammadiyah. Oleh karena itu kehadiran Ikatan
Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil pada misi
Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna
perjuangan Muhammadiyah.
Upaya dan
keinginan pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah
telah dirintis sejak tahun 1919. Akan tetapi selalu saja mendapat halangan dan
rintangan dari berbagai pihak, termasuk oleh Muhammadiyah sendiri. Aktivitas
pelajar Muhammadiyah untuk membentuk kader organisasi Muhammadiyah di kalangan
pelajar akhirnya mendapat titik –titik terang dan mulai menunjukkan
keberhasilannya, yaitu ketika pada tahun 1958, Konferensi Pemuda Muhammdiyah di
garut menempatkan organisasi pelajar Muhammmadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah.
Keputusan
Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut diperkuat pada Muktamar Pemuda
Muhammadiyah II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta
yakni dengan memutuskan untuk membentuk IPM (Keputusan II/ no.4).
Keputusan
tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
a.
Muktamar meminta kepada PP Muhammdiyah Majelis
Pendidikan bagian Pendidikan dan pengajaran supaya memberi kesempatan dan
mengerahkan Kompetensi Pembentukan IPM kepada Pemuda Muhammadiyah.
b.
Muktamar mengamanahkan kepada PP Pemuda
Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi
Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan untuk segera dilaksanakan setelah mencapai
persesuaian pendapat dengan PP Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan
Pegajaran.
Setelah ada
kesepakatan antara PP Pemuda Muhammadiyah dan PP Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran pada
tangggal 15 Juni 1961 ditandatanganilah peraturan bersama tentang organisasi
Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Rencana
pendirian IPM tersebut dimatangkan lagi di dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah
di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961 dan secara nasional melalui forum tersebut
IPM dapat berdiri dengan Ketua Umum Herman Helmi farid Ma’ruf, Sekretaris Umum Muhammmad Wirsyam Hasan.
Ditetapkan pula pada tangggal 5 Shafar 1381 bertepatan
tanggal 18 Juli 1961 M sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Irm Dari Masa Ke Masa
A. Tahun 1961-1966
Pada tahun ini
PP IPM masih dalam pengawasan PP Pemuda Muhammadiyah, dan bersama-sama PP
Pemuda Muhammadiyah berusaha mendirikan IPM di seluruh Indonesia. Pendirian IPM
di seluruh Indonesian ini didukung oleh instruksi PP Pemuda Muhammadiyah no.4
tahun 1962 tahun 1962 tertangggal 4 Februari 1962 yang berisi Instruksi kepada
Pemuda Muhammadiyah daerah se-Indonesia agar membentuk IPM di daerahnya
masing-masing.
B. Tahun 1966-1969
Musyawarah
Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah I dilaksanakan pada tanggal 18-24 November
1966 di Jakarta dengan menghasilkan keputusan antara lain :
1.
Membentuk PP IPM caretaker yakni pimpinan
terdahulu yang bertugas melaksanakan tugas
kepemimpinan IPM tingkat pusat sampai terbentuknya PP IPM yang baru.
2. Menunuk tim
formatur yang terdiri dari Anwar Bey, M. Dfahmi Ms, M. Wirsyam dan unsur PP
Muhammadiyah. Akan tetapi sebelas bulan kemudian baru terbentuk PP IPM dengan Ketua Umum Moh. Wirsyam Hasan,
Sekretaris Umum Imam Ahmadi.
3.
Menetapkan Muqadimah Anggaran Dasar IPM dan
Anggaran Dasar.
4.
Merumuskan Khitah Perjuangan IPM
5.
Pada masa ini aktivis IPM pada umumnya ikut
terlibat dalam mengantisipasi perkembangan politik Indonesia. Banyak Aktivis IPM turut
terlibat dalam mengantisipasi perkembangan Politik Indonesia. Banyak aktivis IPM yang
tergabung dalam KAPPI (Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia). Satu instruksi yang
dikeluarkan PP IPM berkaitan dengan KAPPI ditunjukkan kepada daerah-daerah agar
terlibat secara aktif di dalam KAPPI. Di samping itu di dalam Muktamar IPM ke-2
di Palembang dikeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa IPM dari tingkat
pusat sampai daerah akan tetap merupakan komponen aktif KAPPI masih tetap dapat
menjaga kemurnian perjuangannya.
6.
Tidak kalah pentingnya ditetapkan Sistem
Pengkaderan IPM hasil seminar kader tangggal 20-23 Agustus 1969 di Palembang. Sejak inilah
ulai dikenal istilah Taruna Melati, MABITA (Masa Bimbingan Anggota – yang
kemudian berubah menjadi MABICA), Coaching Instruktur.
7.
Pada periode ini eksistensi IPM digoyang dalam
Tanwir Muhammadiyah tanggal 19-21 September 1968. Akan tetapi berkat
argumentasi PP IPM dan dukungan AMM lain, akhirnya eksistensi IPM tetap dapat
dipertahankan
C. Tahun 1969-1972
Munas/Muktamar
II Palembang dilaksanakan pada tanggal 27-30 Agustus 1969 menyepakati adanya
penyempurnaaan Khittah Perjuangan dengan dilengkapi Tafsir Khittah, Identitas, Tafsir
Identitas, dan Tafsir Asas dan Tujuan IPM.
Pada periode yang dipimpin oleh Muhsin Sulaiman sebagai Ketua Umum, dan Ahmad
Masuku sebagai Sekkretaris Umum
berhasil ditetapkan lagu Mars IPM dan Himne IPM sebagai lagu resmi IPM.
D. Tahun 1972-1975
MUktamar III
IPM di Surabaya melakukan penyempurnaan terhadap tafsir Khittah Perjuangan IPM,
tafsir identitas IPM dan menghasilkan tafsir asas dan tujuan IPM serta teori
perjuangan IPM. Juga menunjuk Abdul Shomad Karim dan Faisal sebagai Ketum dan Sekum.
Pada Konpiwil
1973 ditetapkan sebagai pedoman pengkaderan IPM pengganti pedoman terdahulu
yang ditetapkan pada Muktamar II di Palembang.
Dalam periode
ini aktivitas IPM banyak kemunduran, orientasi program nasionalnya yaitu:
“Memantapkan IPM sebagai organisasi dakwah dan partisiasi dalam pembangunan
nasional”.
E. Tahun 1975-1978
Mukatmar IPM
IV yang dilaksanakan di Ujung Pandang tangggal 23-26 Agustus 1975 mengambil
tema “ Membina dan Meningkatkan Peranan IPM sebagai Gerakan Dakwah di Kalangan
Pelajar” dan menghasilkan program kerja nasional IPM dengan orientasi; meningkatkan partisipasi IPM dalam pembangunan
nasional, dengan usaha antara lain: Aktif
dalam usaha menanggulangi drop out, menggalakkan kepramukaan,
meningkatkan studi pelajar, dan menanggulangi kenakalan remaja dan pemberantasan
penyalahgunaan narkotika.
Pada tanggal 24-26 Desember 1976 hasil
Konpiwil 1973 dikaji ulang dan direvisi dalam seminar kader IPM di Tomang
Jakarta.
Sebagai Ketum adalah Gafarudddin dan Sekum Faisal
Noor.
F. Tahun 1979 – 1983
Muktamar IPM V
dilaksanakan di Jakarta
pada tanggal 17 – 11 Juli 1979 dengan mengambil tema: “Generasi muda agamis dan
pelajar modal pembangunan bangsa”. Berhasil terpilih Asnawi Syar ini sebagai Ketum dan
maulana Yusuf Widodo sebagai Sekum.
Dalam
Mukatamar IPM V ditetapkan antara lain:
- IPM tetap berfungsi sebagai organisasi ekstra dan intra sekolah.
- IPM sebagai organisasi pembina dan pengembangan pelajar yang agamis dan terpelajar sebagai modal pembangunan bangsa.
- Meningkatkan partisipasi IPM dalam pembangunan nasional:
a.
Mendukung program-program pemerintah dalam
pembinaan dan pembangunan generasi muda.
b.
Meminta pada pemerintah untuk memperketat
pengawasan dan pengedaran film serta mass media lain yang memuat gambar tidak
senonoh demi menjauhkan generasi muda dari bahaya moral.
c.
Orientasi programn IPM adalah studi,
kepemimpinan dan dakwah.
G. Tahun 1983 – 1986
Muktamar IPM
VI sedianya akan diselenggarakan di Purwakarta Jawa Tengah urung dilaksanakan
karena tidak mendapat ijin pemerintah. Mulai saat itulah masalah nama Ikatan
Pelajar Muhammadiyah menjadi permasalahan di tingkat pusat. Akhirnya Muktamar
IPM VI diselenggarakan secara terbatas di Yogyakarta
tanggal 30 sepetember – 2 Oktober 1983. Adapun sasaran program yang hendak
dicapai adalah:
- Terbinanya anggota IPM yang berdedikasi terhadap IPM.
- Terbinanya IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang memiliki mutu dan efektivitas dalam menyelenggarakan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan.
- Terbinanya peran serta aktif IPM sebagai ortom dalam fungsinya sebagai pelopor, pelangsung, peyempurna amal usaha Muhammmadiyah serta berintegrasi dalam Angkatan Muda Muhammadiyah lainnya.
Di bawah
kepemimpinan Masyhari Makhasi dan Ismail Ts
Siregar focus
utama kegiatan dalam pembina ke dalam dengan melakukan konsolidasi organisasi
sampai tingkat bawah. Pada periode ini SPI kembali diperbaharui melalui forum
seminar dan Lokalarya Pengkaderan tahun 1985 di Ujung Pandang, dilakukan pula pengembangan
materi pengkaderan yang ada.
H. Tahun 1986 – 1989
Muktamar IPM
VII dapat terselenggara tanggal 26 – 30 April 1986 di Cirebon dengan tema:
“Memantapkan gerakan IPM dalam membangun akhlak mulia dan memupuk kreatifitas
pelajar”. Periode ini memiliki tujuan umum program nasional yaitu terciptanya
tradisi keilmuan dan kreatifitas di kalangan anggota yang dijiwai oleh akhlak
mulia sehingga menjadi teladan di lingkungannya.
Tidak kurang
beberap konsep dihasilkan pada periode ini seperti Sistem Dakwah Pelajar yang berisi komponen Mabica, Maperta, Pekan
Dakwah, Latihan Da’i. Di samping disusun pula Sistem Administrasi IPM.
Pada periode
kepemimpinan Khoiruddin Bashory dan Azwir
Alimuddin
ini masalah nama IPM masih menjadi agenda penting dan belum menunjukkan hasil
sehingga berakibat gagalnya rencana penyelenggaraan Muktamar VIII di Medan yang
diganti menjadi Muktamar Terbatas (silaturahmi pimpinan) di Yogyakarta.
I. Tahun 1990 – 1993
Di bawah
kepemimpinan M. Jamaluddin Ahmad
dan Zainul Arifin AU, menghasilkan Konsep Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Latihan Penelitian, Pembentukan KIR, Pengelolaan Studi Islami.
Muktamar
terbatas yang mengambil tema; “ Mengembangkan gerak IPM dalam membina akhlak
dan kreatifitas pelajar menuju masyarakat utama” memberikan arahan program dengan target:
- Meningkatkan kualitas hidup anggota IPM dan pelajar pada umumnya dengan usaha peningkatan penghayatan hidup yang tertib ibadah, tertib belajar dan tertib berorganisasi.
- Meletakkan kerangka mekanisme kepemimpinan dan keorganisasian yang semakin mantap untuk melakukan pembinaan tahap berikutnya.
Perubahan IPM ke IRM
Dalam Konpiwil
IPM 1992 Yogyakarta, Menpora Akbar Tanjung
secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah pada IPM untuk melakukan
penyesuaian tubuh organisasi.
Usai Konpiwil
PP IPM diminta Depdagri mengisi formulir direktori organisasi dengan disertai
catatan agar pada waktu pengambilan formulir tersebut nama IPM telah berubah.
Karenanya PP
IPM yang sebelumnya telah mengangkat tim eksistensi yang bertugas menyelesaikan
masalah ini melakukan pembicaraan intensif. Akhirnya diputuskan perubahan nama
Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah.
Dengan
pertimbangan:
- Keberadaan remaja sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa selama ini belum mendapat perhatian sepenuhnya dari persyarikatan Muhamadiyah.
- Perlunya pengembangan jangkauaan IPM
- Adanya kebijakan pemerintah RI tentang tidak diperbolehkannya penggunaan kata “Pelajar” untuik organisasi berskala nasional.
Keputusan
pergantian nama oleh PP IPM ini tertuang dalam SK PP IPM Nomor VI/ PP.IPM/
1992, yang selanjutnya perubahan tersebut disajikan oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah tanggal 22 Jumadil Awal 1413 H/18 November 1992 M melalui SK No.
53/SK-PP/IV.B/1.b/1992 tentang pergantian nama (Ikatan Pelajar Muhammadiyah
menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah).
Dengan
demikian secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18
November 1992.
J. Tahun 1993 – 1995
Setelah
perubahan nama, maka Muktamar IRM pertama tanggal 3-7 Agustus 1993. Dengan
pertimbangan nilai historis Muktamar itu disebut dengan Muktamar IRM IX yang
bertemakan “Aktualisasi Gerak IRM dalam peningkatan kualitas remaja muslim
menghadapi PJPT II”.
Muktamar yang
berlangsung meriah dan dihadiri sekitar 700 orang utusan dari seluruh tanah air
behasil menetapkan Anggaran Dasar, Khittah Perjuangan, Kepribadian IRM,
Garis-Garis Besar Kebijakan IRM, Pimpinan Pusat periode 1993-1995 (Ketua Athailah A. Latief dan
Sekretaris Arief Budiman) dan beberapa rekomendasi.
Termasuk dalam
keputusan Muktamar adalah menetapkan sasaran utama program jangka panjang yaitu
upaya menciptakan tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkarya
krteatif yang dijiwai akhlak mulia dalam rangka membentuk sumber daya remaja
yang potensial sehingga mampu menjadi modal utama bagi terbentuknya komunitas
remaja yang islami dan menjadi pelopor di lingkungannya. Sasaran tersebut
dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkesinambungan selama empat
periode Muktamar.
Pada periode
Muktamar IX (1993-1995) aktifitas IRM diarahkan kepada upaya penataan mekanisme
gerakan yang kondusif bagi terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek
dan berkarya kreatif yang dijiwai akhlak mulia.
Pada Konpiwil
IRM tahun 1994 di Kendal ditetapkan Anggaran Rumah Tangga dan setelah itu
dilakukan penataan pimpinan dengan pergantian sekretaris yaitu M. Irfan Islami
dan perubahan susunan personalia lainnya. Pada periode ini telah berhasil pula
ditetapkan Anggaran Rumah Tangga, penyempurnaan Sistem Pengkaderan IRM, Pedoman
Administrasi, Lagu Mars IRM dan peraturan-peraturan penting lainnya.
K. Tahun 1996 –1998
Muktamar X di
Surakarta pada tanggal 11 – 15 maret 1996 dengan agenda pendukung acara yang
sangat menarik adalah BASIRA (Bakti Silaturrahmi Remaja) yang terdiri dari
Perkampungan Kerja dan Pelatihan Kepemimpinan Pelajar Muhammadiyah Se
Indonesia. Muktamar ini memilih M. Izzul Muslimin sebagai Ketua
dan sekretaris Iwan Setiawan Ar Rozie. Periode Muktamar X diarahkan
pada upaya pemantapan mekanisme gerakan yang kondusif bagi terciptanya tradisi
keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkarya kreatif yang dijiwai
akhl;ak mulia. Pada periode ini terumuskan garis-garis besar kebijakan IRM (GBK
IRM) yang mencakup tentang pola dasar kebijakan dan pola dasar kebijakan IRM
jangka panjang. Periode 1996 – 1998 ini mulai dirintis adanya lembaga khusus PP
IRM seperti LAPSI, Bina Mentari, Alifah, Bengkel Seni Ufuk dan Lembaga dakwah.
Dalam jumlah personel pengurus boleh paling sedikit yang hanya berkisar 15
orang PP IRM, nanti pada Konpiwil Palembang 1997 terjadi penambahan pengurus
dengan memasukkan anggota pimpinan.
L. Tahun 1998 – 2000
Muktamar XI di
Makassar pada tanggal 21 –24 Mei 1998 Di makassar mengambil tema; “
Mentradisikan Ilmu, Mengembangkan Karya, Menuju Prestasi” dengan Ketua Taufiqurrahman dan
Sekretaris Raja Juli Ahntoni. Yang diarahkan pada upaya pengembangan
program yang mendukung terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan
tradisi berkya kreatif yang dijiwai akhlak mulia. Muktamar XI ini sangatlah
bersejarah dalam benak seluruh kader IRM dimana pada tanggal 21 Mei 1998
bersamaan dengan pembukaan Muktamar juga terjadi proses pergantian kepemimpinan
nasional dengan pengunduran diri Presiden Soeharto. Selain itu IRM kembali
menegaskan komitmennya sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar tidak
berpolitik praktis dalam Deklarasi Makassar,
juga terjadi perubahan AD dan ART IRM, terumuskannya agenda aksi seperti
sekolah kader, gerakan pendampingan agama Islam, gerakan advokasi remaja selain
itu perintisan kerjasama dengan pihak Founding menjadi kerja-kerja periode ini
seperti terlibatnya IRM dalam JPPR dalam program Pemilu 1999.
M. Tahun 2000 – 2002
Tanggal 8 – 11 Juli 2000 di Jakarta adalah Muktamar
IRM ke 12 yang merupakan Muktamar gabungan dengan Muhammmadiyah, Aisyiah,
Nasyiatul Aisyiah dan IRM, Muktamar yang dihadiri seluruh utusan pimpinan
wilayah IRM ini membahas dan menetapkan penetapan kembali nama IRM setelah
melauli perdebatan yang panjang setelah adanya usulan pengembalian nama IPM.
Dalam Muktamar ke – 12 ini ditetapkan antara lain:
- Dasar-Dasar Grrakan IRM atau Paradigma Gerakan IRM
- Kepribadian IRM
- Kepribadian Kader IRM
- Perubahan Struktur Bidang IRM
Pada Muktamar
ini bidang Irmawati ditiadakan, Bidang Organisasi dan Hikmah dan Advokasi
merupakan bidang tambahan dari struktur IRM. Tema yang diangkat adalah
“Meneguhkan jati Diri, Merapatkan barisan Menuju Indonesia Baru” ini menetapkan
Raja Juli Antoni
sebagai Ketua Umum dalam pemilihan langsung yang merupakan model
pemilihan baru di IRM dan Arif Jamali Muis sebagai Sekretris Jendral. Pada
Mukrtamar ini pula penyusunan kebijakan IRM jangka panjang tahap kedua
ditetapkan selama empat kali pelaksanaan Muktamar dimulai dari periode muktamar
XII sampai Muktamar XV dimana masing-masng tahapan memiliki sasaran khusus
dalam kerangka sasaran jangka panjang yaitu:
a.
Muktamar XII : diarahkan pada penataan dan
pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian/otonomisasi dan
pengembangan program-program advokasi kepelajaran/ keremajaan yang
muatan-muatannya antara lain adalah memupuk kepekaan sosial politik, etos
intelektual dan nilai-nilai moral kepada remaja/ pelajar.
b.
Muktamar XIII : diarahkan kepada
pengembangan gerakan untuk mencapai daya tawar (bargaining position) IRM yang
kuat dengan mengusahakan sikap kritisme organisasi pengembangan program-program
pemberdayaan yang memuat antara lain penyadaraan politik, amaliah transformatif
dan penguasaan IPTEK.
c.
Muktamar XIV : diarahkan kepada penegmbangan
gerakan untuk mewujudkan gerakan IRM sebagai kekuatan transformatif di
masyarakat dengan mengusahakan penguasaan program-program alternatif
pemberdayaan.
d.
Muktamar XV : diarahkan kepada pengembangan
gerakan meunju internasionalisasi gerakan dengan mengupayakan bentuk
pemberdayaan yang dapat menguatkan daya
saing yang antara lain bermuatan
penguasan IPTEK dan keterampilan professional.
Dimana
Muktamar XII diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan
mengusahakan kemandirian/otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi
kepelajaran/keremajaan yang muatan-muatannya antara lain adalah memupuk
kepekaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nialai moral kepada remaja/pelajar.
Dimana pada periode ini semakin terlihat kerjasama dengan pihak Founding dengan
beberapa agenda program di antaranya SRATK (Studi Refleksi Aktif tanpa
Kekerasan). Penerbitan Buletin Retas dan Pelatihan Sadar Gender.
Selain itu
adanya program pendampingan anak korban konflik Maluku dengan pembentukan
relawan pada TOT paralegal, Peluncuran Album ke-2 lagu-lagu IRM. Dan tak kalah
pentingnya adanya rekonstruksi Sistem Perkaderan pada acara Seminar dan
Lokakarya Nasional Sistem Perkaderan IRM tanggal 20 –24 April 2002 di Kota
makassar.
N. Tahun 2002 –2004
“Membangun
Kesadaran Kritis Remaja Sebagai Subjek Perubahan” adalah tema yang diangkat
pada Muktamar ke-13 Di Yogyakarta pada tanggal 10 – 13 Oktober 2002, dimana
disahkannya Khittah Perjuangan IRM atas penyesuaian dari dasar-dasar perjuangan
IRM hasil Muktamar ke-12 serta revisi AD dan ART IRM. Pada Muktamar ini pula
penyusunan kebijakan IRM jangka panjang tahap kedua mengalami perubahan sasaran
umum dari sebelumnya, yaitu:
- Muktamar XII : diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian atau otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi kepelajaram/ keremajan yang muatan-muatanya antara lain adalah memupuk kepekaaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nilai moral kepada remaja/pelajar.
- Muktamar XIII : Diarahkan kepada mentradisikan kesadaran kritis di kalangan pelajar dan remaja melalui pengembangan nilai-nilai advokasi, kaderisasi dan penguatan infrastruktur.
- Muktamar XIV : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk mewujudkan gerakan IRM sebagai kekuatan transformatif di masyarakat dengan mengusahakan pengayaan program-program alternatif pemberdayaan.
- Muktamar XV : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk menuju internasionalisasi gerakan dengan mengupayakan bentuk pemberdayaan yang dapat menguatkan daya saing yang antara lain bermuatan penguasaan IPTEK dan keterampilan professional.
Dalam
pemilihan langsung Muktamar XIII ini menetapkan Munawwar Khalil selaku Ketua Umum
dan Husnan Nurjuman selaku Sekretaris Jendral.
Diantara
berbagai pekerjaan besar yang menjadi amanat Muktamar XIII dalam periode ini
antara lain :
- Sosialisasi hasil lokakarya sistem perkaderan IRM yang diorientasikan pada pembentukan kader Ikatan yang memiliki kesadaran kritis dan berbagai kegiatan pengkaderan yang juga diorientasikan kepada pembentukan kader kritis.
- Gerakan advokasi pada periode ini telah sampai pada fase pendampingan dan pembentukan komunitas advokasi. Hal ini diawali dengan perencanaan Gerakan Parlemen Remaja.
- Gerakan infrastruktur juga tetap menjadi prioritas. Hal ini diimplementasikan dengan berbagai perumusan dan penyesuaian berbagai mekanisme organisasi mensikapi berbagai perubahan dan perkembangan baik internal organisasi dengan perubahan struktur dan system pembinaan jaringan, maupun hal eksternal seperti otonomi daerah. Hal tersebut disikapi dengan Pedoman Pembentukan Peleburan dan Pemekaran Organisasi (P4O) IRM dan Penyesuaian Pedoman Administrasi IRM.
FASE PERJALANAN IRM
Sejarah
perkembangan IRM, sejak dari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) hingga
kemudian terjadinya perubahan nama menjadi Ikatan Remaja Muhammmadiyah (IRM)
pada tahun 1992 telah melampaui proses yang panjang seiring dengan dinamika
yang berkembang di masyarakat baik dalam skala nasional maupun global. Hingga
saat ini IRM telah melampaui tiga fase perkembangan:
1.
Fase Pembentukan (mulai
tahun 1961 s/d 1976)
Kelahiran
IPM bersamaan dengan masa dimana pertentangan ideologis menjadi gejala yang
menonjol dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia dan dunia pada waktu itu.
Keadaan yang demikian menyebabkan terjadinya polarisasi kekuatan tidak hanya
persaingan kekuasaan di dalam lembaga pemerintahan, bahkan juga dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam situasi seperti ini IPM lahir dan berproses membentuk
dirinya. Maka sudah menjadi kewajaran bila pada saat keberaadaannya IPM banyak
berfokus pada upaya untuk mengkonsolidasi
dan menggalang Kesatuan Pelajar Muhammadiyah yang tersebar di Seluruh Indonesia
ke dalam wadah IPM.
Upaya
untuk menemukan karakter dan jati diri IPM sebagai gerakan kader dan dakwah
banyak menjadi perhatian pada waktu itu. Upaya ini mulai dapat terwujud setelah
IPM dapat merumuskan Khittah perjuangan IPM, Identitas IPM, dan Pedoman
Pengkaderan IPM (hasil Musyawarah Nasional/ Muktamar IPM ke-2 di Palembang
tahun 1969). Fase pembentukan IPM diakhiri pada tahun 1976, yaitu dengan
keberhasilan IPM merumuskan system perkaderan IPM (SPI) hasil seminar Tomang
tahun 1976 di Jakarta.
Dengan SPI yang telah dirumuskan tersebut, maka semakin terwujudlah bentuk
struktur keorganisasian IPM secara lebih nyata sebagai organisasi kader dan
dakwah yang otonom dari persyarikatan Muhammadiyah.
2.
Fase Penataan
(mulai tahun 1976 s/d tahun 1992)
IPM
memasuki fase penataan ketika bangsa Indonesia
tengah bersemangat mencanangkan pembangunan ekonomi sebagai panglima, dan
memandang bahwa gegap gempita persaingan ideologi dan politik harus segera di
akhiri jika bangsa Indonesia
ingin memajukan dirinya. Situasi pada saat itu menghendaki adanya monoloyalitas
tunggal dalam berbangsa dan bernegara dengan mengedepankan stabilitas nasional
sebagai syarat pembangunan yang tidak bisa ditawar lagi. Dalam keadaan seperti
ini menjadikan organisasi-organisasi yang berdiri sejak masa sebelum orde baru
harus dapat menyesuaikan diri. Salah satu kebijakan pemerintah yang kemudian
berimbas bagi IPM adalah tentang ketentuan OSIS sebagai satu-satunya organisasi
pelajar yang eksis di sekolah. Keadaan ini menyebabkan IPM mengalami kendala
dalam upaya mengembangkan keberadaannya secara lebih leluasa dan terbuka.
Di
samping itu, masyarakat pun mengalami perubahan kecenderungan sebagai akibat
dari kebijakan massa
mengambang yang menghendaki dilepaskannya masyarakat dari situasi persaingan
dan polarisasi ideologi dan politik. Dalam situasi seperti ini akhirnya terjadi
sikap apatis pada sebagian masyarakat terhadap organisasi warna ideologi yang
kental. Muhammadiyah meskipun tidak terlibat dalam aktifitas politik praktis
tetap mengalami dampak sikap apatis tersebut. Akibatnya aktifitas yang
dilakukan memang lebih bersifat pembinaan internal dan kegiatan dakwah sosial
yang tidak terlalu kentara membawa misi ideologis.
Dalam
keadaan demikian IPM lebih memfokuskan aktifitasnya pada pembinaan kader dengan
menekankan kegiatan kaderisasi untuk mencetak kader IPM yang berkualitas. IPM
menyadari bahwa pola pembinaan kader tidak hanya cukup dengan melaksanakan aktifitas
perkaderan dalam bentuk training-training semata. Permasalahan muncul ketika
masyarakat pelajar sedang mengalami kegairahan religiutas. Banyak anggota dan
kader-kader IPM yang telah dibina kemudian berbalik arah meninggalkan
organisasinya menuju kelompok kajian keislaman yang lebih menarik perhatian dan
mampu memenuhi keinginannya. Maka dalam masa ini IPM mulai menata diri dengan
memberikan perhatian kepada aktifitas-aktifitas bidang pengkajian dan
pengembangan dakwah, bidang Ipmawati serta bidang pengkajian lmu pengetahuan
dan pengembangan keterampilan dengan porsi perhatian yang sama besar dengan
bidang perkaderan.
Agenda
permasalahan IPM yang membutuhkan perhatian khusus untuk segera dipecahkan pada
waktu itu adalah tentang keberadaan IPM secara nasional yang dipermasalahkan
oleh pemerintah karena OSIS-lah satu-satunya organisasi pelajar yang diakui
eksistensinya di sekolah. Konsekuensinya semua organisasi yang menggunakan kata
pelajar harus diganti dengan nama lain. Pada awalnya IPM dan beberapa organisasi
pelajar sejenis berusaha tetap konsisten dengan nama pelajar dengan berharap
ada peninjauan kembali kebijaksanaan pemerintah tersebut pada masa mendatang.
Namun konsistensi itu ternyata membawa dampak kerugian yang tidak sedikit bagi
IPM karena kemudian kegiatan IPM secara nasional seringkali mengalami hambatan
dan kesulitan penyelenggaraannya. Di samping itu beberapa organisasi pelajar
yang lain yang senasib dengan IPM satu persatu mulai menyesuaikan diri,
sehingga IPM merasa sendirian memperjuangkan konsistensinya.
Pada
sisi lain IPM merasa perlu untuk segera memperbaharui visi dan orientasi serta
mengembangkan gerak organisasinya secara lebih luas dari ruang lingkup
kepelajaran memasuki ke dunia keremajaan sebagai tuntutan perubahan dan
perkembangan zaman. Maka pada tanggal 18 November 1992 berdasarkan SK PP
Muhammadiyah No. 53/SK-PP/IV.B/1.b/1992 Ikatan Pelajar Muhammadiyah secara
resmi berubah nama menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah.
3. Fase Pengembangan ( mulai
tahun 1992 sampai dengan 2002 ).
Perubahan nama IPM menjadi IRM beriringan
dengan suasana pada saat nama bangsa indonesia tengah menyelesaikan PJPT
I, dan akan memasuki PJPT II. Banyak kemajuan yang telah diperoleh Bangsa Indonesia
sebagai hasil PJPT I, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang semakin baik
dan pesat, stabilitas nasional yang semakin mantap, dan tingkat pendidikan,
kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat yang semakin baik. Namun demikian ada
beberapa pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan bangsa Indonesia
pada PJPT II, antara lain, masalah pemerataan pembangunan dan kesenjangan
ekonomi, demokratisasi, ketertingggalan di bidang iptek, permasalahan sumber
daya manusia, dan penegakan hukum dan kedisiplinan.
Sementara itu, era 90-an ditandai pula
dengan semakin maraknya kesadaran berislam diberbagai kalangan masyarakat
muslim di Indonesia.
Disamping itu peran dan partisipasi ummat Islam dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara juga semakin meningkat. Kondisi yang demikian memberi peluang bagi
IRM untuk dapat berkiprah lebih baik lagi.
Pada sisi lain, kemajuan tekhnologi
komunikasi dan informasi semakin membawa manusia kearah globalisasi yang membwa
banyak perubahan pada berbagai sisi kehidupan manusia. Tatanan sosial, budaya,
politik, dan ekonomi banyak mengalami perombakan drastis. Salah satu perubahan
mendasar yang akan banyak membwa pengaruh bagi bangsa indonesia adalah masalah
liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi sebagaimana diputuskan dalam
konferensi APEC merupakan kebijakan yang tidak terelakan karena mulai tahun
2003 mendatang Indonesia harus memaski era AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang
dilanjutkan pada tahun 2020 dalam skema liberalisasi perdagangan yang lebih
luas tidak hanya dalam aspek ekonomi saja, tetapi juga dalam kehidupan sosial,
politik dan budaya.
Pengaruh liberalisasi ekonomi berdampak
luas tidak hanya dalam aspek ekonomi saja, akan tetapi juga berdampak dalam
kehidupan sosial politik dan budaya. Salah satu dampak yang sekarang sangat
dirasakan adalah munculnya krisis moneter yang terjadi di Asia Tenggara dan
sebagai Asia Timur. Munculnya krisis yang dimulai dengan timbulnya depresi mata uang,
disebabkan oleh ketidaksiapan perangkat supra struktur dan infrasturtur baik
ekonomi maupun poitik dalam mengantisipasi dampak globalisasi perdagangan.
Fenomena ini kemudian memunculkan tuntutan reformasi dibidang ekonomi dan
politik sebagai prasyarat untuk mengantisipasi dan menyelesaikan persoalan
krisis. Di Indonesia sebagai salah satu
negara yang terkena krisis dan menderita paling parah muncul tuntunan
reformasi. Fenomena reformasi yang dituntut masyarakat Indonesia adalah reformasi yang
mendasar diseluruh bidang baik dibidang
ekonomi, budaya, politik bahkan sampai reformasi moral. Tuntunan
reformasi ini jelas mendesak IRM untuk melakukan peran dan fungsinya sebagai
organisasi keagamaan dan dakwa Islam dikalangan remaja menjadi lebih aktif dan
responsif terhadap perkembangan perjalanan bangsa menuju masyrakat dan
pemerintahan yang bersih dan modern.
Dalam kondisi yang demikianlah IRM memasuki fase perkembangan, yaitu
perkembangan pasca perubahan nama IPM menjadi IRM hingga terselenggaranya
pelaksanaan pola kebijakan jangka panjang IRM pada muktamar XII. Diharapkan
nantinya IRM telah mencapai kondisi yang telah relatif mantap baik secara mekanisme
kepemimpinan maupun mekanisme keorganisasian sehingga mampu secara optimal
menjadi wahana penumbuhan dan pengembangan potensi sumber daya remaja.
Pengelolaan sumber daya yang dimiliki Ikatan Remaja Muhammadiyyah harus
didukung dengan adanya peningktan kualitas pinpinan, mekanisme kerja yang
kondusif yang seiring dengan kemajuan zaman, serta pemantapan dan pengembangan
gerak Ikatan Remaja Muhammadiyah yang berpandangan ke depan namun tetap dijiwai
oleh akhlak mulia. IRM dituntut untuk dapat menyipakan dasar yang kokoh baik
secara institusional maupun personal sehingga tercipta komunitas yang kondusif
bagi para remaja untuk siap menghadapi zaman yang akan datang.
Sumber : Buku Materi Muktamar IRM