- Back to Home »
- TITIK AWAL: DARI “PELAJAR BERKEMAJUAN” YANG KUPAHAMI
TITIK AWAL:
DARI “PELAJAR BERKEMAJUAN” YANG KUPAHAMI
Tak diragukan lagi new social
media membawa pengaruh perubahan mendasar pada seluruh aspek kehidupan saat
ini. Seolah tidak ada ruang kehidupan yang terhindar dari kecanggihan teknologi
new media, pengaruhnya jelas merasuk
ke segenap nadi kehidupan pelajar, baik secara individual maupun hubungan
social. Penggunaan teknologi modern dan new
media telah membuka pintu munculnya pemikiran baru dan kreatif tentang
bagaimana mengatur dan merencanakan sesuatu gerakan politik dan revolusi sosial
yang dengan cepat berpengaruh secara global.
Masa awal post-modern
semakin diperkuat dengan berlangsungnya revolusi di wilayah teknologi informasi
dengan menjamurnya institusi-institusi yang menghasilkan, mengontrol dan
menyebarkan isi teknologi informasi. Tantangan-tantangan yang dimunculkan oleh post-society menuntut sebuah gerakan
pelajar baru. Disini istilah (post-society)
bisa saling dipetukarkan dengan new
society (komunitas baru) yang didominasi media baru (new media).
IPM
sebagai gerakan pelajar Muslim yang modern, secara
paradigma mengalami pergeseran.
Akan tetapi, sejatinya
mindset sebagian besar anggota tidak
berubah, bahkan menghadapi
persoalan internal yang tidak tuntas,
termasuk birokratisasi diri, elitisme, problem bahasa yang serba melangit,
pergerakan yang serba rutinitas,
dan sebagainya. Sebenarnya
kehadiran nalar kritis-transformatif merupakan
lintasan jauh ke depan lalu dikerdilkan kembali dengan persoalan militansi,
kurangnya membumi dan dilenyapkan dengan pragmatism. Dan, saat Muktamar XVII di Bantul, Yogyakarta semakin menunjukkan
menguatnya aliran developmentalisme di tubuh
IPM. Akibatnya, ideology pun semakin sirna dengan kemunculan
ide Gerakan Pelajar Kreatif (GPK) yang dimanifestasikan dengan komunitas
sebagai basis gerakan tanpa bobot ideologi dan miskin kerangka rekayasa sosial
(social engineering).
GERAKAN IPM DI TENGAH POST-REALITAS
Munculnya
ijtihad gerakan baru, termasuk
justifikasi atas sifat kebaruan (newness)
pada masyarakat pelajar Indonesia. Sistem komunikasi modern dan globalisasi
pasar ekonomi telah menggeser paradigma masyarakat dari modern ke post-modern. Meminjam istilah Foucaldian ‘pengetahuan adalah
kekuasaan’ dalam masyarakat baru saat ini ‘kekuasaan’
telah menjadi ‘pengetahuan’.
Kekuasaan adalah kemerdekaan, kebebasan, dan kemapanan pribadi. Pergeseran
paradigmz ini mengakibatkan sekelompok atau individu yang tak bermoral
menguasai panggung kekuasaan dan politik untuk membengkokkan struktur dari
birokrasi.
Pada
saat yang sama “Gerakan Pelajar Berkemajuan” muncul
sebagai ancaman kelompok amoral, yang menjadi manipulator
kekuasaan politik atas dasar kolektivitas-hati-nurani (conscience-collectivities). GPB merupakan transformasi dari
masyarakat yang materialis, kapitalis, dan industrialis yang merupakan konsepsi
dari modernism, sains, san rasionalitas menjadi post-materialis,
post-kapitalis, dan post-industrialis konsepsi dari masyarakat post-modern. GPB
merupakan bentuk gerakan pelajar yang menyuarakan nilai-nilai dan memperjuangkan
tatanan normatif sosial baru. Aktor-aktor GPB ini adalah komunitas terdidik baik laki-laki maupun perempuan
berhati nurani (hati suci) dalam bahasa Kyai Dahlan, dimana mereka berjuang
melawan materialism dan kaum kaya yang menguasai industrialism dan ekonomi
pasar.
Perjuangan
gerakan Pelajar-Berkemajuan era
post-modernitas tidak lagi terarah kepada usaha mengejar capaian-capaian materi
produk-produk industri-materialistik, namun
kepada usaha mendefinisikan kembali norma-norma dan nilai-nilai luhur kearifan
lokal dan pesan universal Islam, kepada penguasaan barang kultural dan simbol kolektif, kepada hak-hak politik pelajar dan
keadilan sosial, dan kepada sebuah pertarungan untuk mengejar ruang publik untuk bertindak dan untuk diakui sebagai subyek pelaku gerakan
atau tindakan kolektif tersebut. (5-6).
Masa
awal post-modern semakin diperkuat dengan berlangsungnya revolusi di wilayah
teknologi informasi dengan menjamurnya institusi-institusi yang menghasilkan,
mengontrol dan menyeberkan isi teknologi informasi. Pada level individual,
orientasi post-modernis tercermin dalam kebebasan individu. Konsep NKRI (Negara
Kesatuan republic Indonesia) yang secara sosial
tersatukan dengan semboyan Bhenika
Tunggal Ika dalam payung Bangsa Indonesia,
berubah menjadi konsep yang rapuh. Individu
menjadi berwajah ganda; yang satu berwatak global dan yang lain sangat lokal. Maka, pelajar hari ini, harus punya kesadaran
progresif yang memiliki kesadaran “global
sekaligus lokal” (glokal).
Tantangan-tantangan
yang dimunculkan oleh “post-society” menuntut
sebuah paradigma gerakan pelajar baru. Di sini istilah (post-society)
bisa saling dipetukarkan dengan new
society (komunitas baru).
Pada masyarakat Amerika dan Eropa menyaksikan
munculnya gelombang gerakan berskala luas di seputar isu yang berwatak humanis, cultural, dan non-materialistik.
Tujuan dan nilai-nilai gerakan ini pada intinya bersifat universal. Aksi-aksi
mereka diarahkan guna melindungi konsisi kemanusiaan demi masa depan kehidupan
yang labih baik.
Tidak seperti gerakan lama, Gerakan
Pelajar Baru (GPB) tidak melibatkan dirinya pada
wacana ideologis yang meneriakan anti kapitalisme, revolusi kelas, dan
perjuangan kelas. (121)
Pergeseran
dari masyarakat modernis ke post-modernis, dicerminkan oleh pergeseran serupa
dalam bentuk gerakan pelajar yang berubah dari bentuk lama (Gerakan Kritis-Transformatif) menuju Gerakan Pelajar-Berkemajuan (GPB). GKT dengan paradigma kritisnya, adalah representasi dari perjuangan kapitalisme dan industrialism, yakni sebuah pantulan ekpansi dan
dominasi peradaban Barat (secular)
terhadap masyarakat non-Barat. Adapun GPB
menyiratkan keletihan dari reprentasi modernis itu, kemudian menuju
post-modernis.
GPB
merupakan pantulan atau cerminan dari citra sebuah masyarakat baru
(post-society). Sebab itu GPB ini menandakan adanya kebutuhan akan sebuah
paradigm baru tentang gerakan pelajar, yang menjadi gerakan alternatif kebudayaan dan komunitas pelajar, dan menjadi sebuah kesadaran
diri yang baru dari komunitas-komunitas tentang masa depan pelajar. (123)
Ciri-Ciri GPB:
a).
Jika dahulu orang yang menguasai informasi
dan pengetahuan adalah yang berkuasa, tetapi bagi IPM saat ini, kuasa adalah informasi. Mereka yang berkuasa adalah yang memegang
kendali informasi melalui media dan membentuk opini bahkan ideologi masyarakat.
b).
Gerakan IPM adalah gerakan transnasional dan transglobal yang menyarakan, mengarahkan, dan berjuang bagi isu-isu
kemanusiaan, dan eksistensi manusia yang bermartabat dan bermasa depan di
dunia, (128),
c).
Gerakan IPM tidak bersifat sosio-politik, akan tetapi lebih pada sosio-kultural. Sehingga
pilihan Gerakan Pelajar-Berkemajuan IPM tidak
terjebak dengan gerakan-gerakan karya, rutinitas, teknis yang
material tetapi juga diserta makna tindakan, atau
gerakan yang memiliki “makna”. (130), Jadi, dengan GPB, IPM lebih kepada
melakukan transformasi nilai paradigm gerakan, bukan
transformasi ide dan material belaka.
Gerakan Pelajar-Berkemajuan IPM ibarat “minoritas kreatif” , “gerakan
elit” tapi bukan elitis, (khoiru ummah), yakni gerakan terbaik di tengah organisasi pelajar
lain. (160). Dengan GPB, IPM harus secara aktif
menyuarakan nilai-nilai universal, pasifis (suka damai), non-kekerasan (ahimsa), pan-humanis,
dan homofili. (362), dan tentunya bersifat nonpolitik.
(263). GPB yang pan-humanis dan inklusif selalu melakukan pembacaan realitas
masyarakat kontemporer post-modernis yang saat ini ditentukan oleh pasar, teknologi, informasi, komunikasi, dan
perkembangan demokratisasi pada level global. (264). Menhadapi persoalan
Indonesia kontemporer.
IPM dan Gerakan
Pelajar Berkemajuan
Gerakan
Pelajar Berkemajuan selanjutnya GPB ialah sebuah
gerakan yang berpondasi Gerakan Sosial Baru (New
Social Movement) dengan konteks menuju peradaban post-modern, yakni pergeseran dari gelombang industri ke ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi melalui media, dari paguyuban ke “jejaring social”. Munculnya GPB, ialah
justifikasi atas sifat kebaruan (newness)
pada komunitas pelajar Indonesia. Sistem komunikasi modern, dan globalisasi
pasar ekonomi telah menggeser paradigma masyarakat modern menuju post-modern. Spirit dari GPB adalah memangkas hirarki dan birokrasi, sehingga pergerakannya sangat cepat, lincah dan lebih progresif-berkemajuan.
Di
zaman yang serba cepat dan didukung oleh tekonologi yang luar biasa sangat
menunjang GPB. Namun, yang perlu diperhatikan IPM ialah pelajar dalam hal ini
adalah objek yang paling mudah menjadi korban, mengapa? Karena penguasaan
teknologi dan konsumsi media bersinggungan langsung dengan pelajar. Oleh karena
itu, IPM harus mampu merumuskan formula gerakan dalam rangka melawan peradaban
melalui efektifitas penggunaan media. Sebagaimana spirit Islam Berkemajuan yang
menjadi ideologi gerakan Muhammadiyah. Gerakan yang responsif terhadap
akselerasi perubahan dunia yang begitu cepat, yaitu model Gerakan Pelajar Berkemajuan.
Pergeseran
paradigma ini mengakibatkan sekelompok atau individu yang tak bermoral
menguasai panggung kekuasaan dan politik untuk membengkokkan struktur dari
birokrasi. Pada saat yang sama IPM dengan GPB muncul sebagai ancaman kelompok
tak bermoral, yang menjadi manipulator kekuasaan politik atas dasar
kolektivitas-hati-nurani (conscience-collectivities).
GPB
menampilkan model gerakan pelajar yang menyuarakan nilai-nilai dan
memperjuangkan tatanan normatif sosial baru. GPB membawa gelombang gerakan
berskala luas di seputar isu yang berwatak humanis, cultural, dan
non-materialistik. Tujuan dan paradigma nilai-nilai GPB pada intinya bersifat
universal (rahmatan lil ‘alamin).
Agenda aksi-aksi GPB diarahkan untuk membela esensi dan melindungi konsisi
kemanusiaan demi masa depan kehidupan yang labih baik. Supaya pelajar tidak
mengalami kejutan masa depan (future
shock) dan kejutan budaya (culture
shock) yang bisa berimplikasi pada kejutan iman, kejutan akhlak, yang
berpengaruh negatif pada ideologi palsu dan gaya hidup palsu yang dibentuk media.
Karakteristik ketika IPM mengusung Gerakan Pelajar
Berkemajuan paling tidak dicirikan sebagai berikut: Pertama, orientasi ideologi gerakan, IPM bergerak bertujuan dan isu-isu non-material (nilai-nilai Islam yang berkemajuan), serta fokus kepada masalah-masalah pendidikan dan pelajar. Kedua, strategi gerakan IPM tidak
mengikuti model pengorganisasian model politik partai. IPM adalah gerakan kultural (non-politik), menerapkan taktik mobilisasi opini
publik untuk mendapatkan daya tawar politik dalam memperjuangkan wacana demokrasi,
kebebasan individu, kolektivitas, dan identitas. Ketiga, struktur gerakan IPM lebi cair, mengalir, dan tidak kaku (moderat) untuk menghindari oligarkisasi. IPM mengembangkan format gerakan yang tidak
birokratis, dengan pendapat bahwa birokrasi modern telah membawa pada
dehumanisasi untuk
menciptakan struktur yang lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan pelajar. Empat,
pelaku gerakan IPM adalah aktor berasal dari basis sosial pendidikan, yaitu kaum terpelajar, intelegensia, dan intelektual yang berjuang melintasi sekat-sekat sosial demi kemanusiaan
Menjadi Gerakan Pelajar Berkemajuan: What
Next?
Perlu
diketahui bahwa peradaban adalah manusia sebagai sentral penggeraknya sehingga
manusialah yang menentukan kemana arah gerak peradaban dan bagaimana perdaban
dimulai atau berkembang. Konsekuensi bagi IPM dengan pilihan GPB sebagai model
gerakan yang harus dilakukan oleh gerakan IPM adalah: Pertama, IPM harus memperamping birokratisasi melalui media, dimana
untuk komunikasi lgsg ke grassroot harus lebih cepat dn efektif. Kedua, IPM harus melawan efek negatif
media dengan melawan kemapanan (status
quo), yang berbentuk ideologi palsu. Artinya, media harus lebih bermanfaat
optimal daripada hanya sekedar pengguna saja, melainkan mengambil peran dan
harus memahami betul konsekuensi logis
dari poduk-produk saat ini. Keempat,
IPM harus lebih konsen pada capaian yang terukur, fokus pada titik yang dibidik
dan akuntabilitas, yaitu pendidikan. Sehingga, IPM lebih responsive dan
mengena, meski tidak semua bisa terjamah oleh IPM.
Media
adalah lahan utama IPM yang wajib dioptimalkan
dalam upaya menyuarakan kepentingan-kepentingan pelajar. Sebagai contoh
revolusi mesir 80% membangun pemahaman dan menjaring simpatisan melalui social networking dan 20% turun
kelapangan. Sehingga gerakan IPM kedepan dengan model GPB harus 80% menguasai
media dan 20% rapat. Jika hal ini benar-benar terealisasikan, maka IPM akan
mampu merebut dan menguasai pandangan dunia pelajar melalui wacana publik.
Sehingga, IPM tampil sebagai sayap gerakan pelajar yang mampu membentengi
pemikiran, ideologi, moralitas, dan mental pelajar Indonesia. Tugas IPM hari ini adalah membuat Ide-ide “GILA” untuk meningkatkan partisipasi IPM dalam memecahkan isu-isu
pendidikan di ruang publik baik global dan nasional, bahkan lokal!