- Back to Home »
- MUQADDIMAH Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Muqaddimah IPM
pada hakikatnya merupakan ideologi IPM yang memberi gambaran tentang pandangan
IPM mengenai kehidupan pelajar, cita-cita
yang ingin diwujudkan dan cara-cara yang dipergunakan untuk mewujudkan
cita-cita tersebut. Sebagai sebuah ideologi, Muqaddimah IPM harus menjiwai
segala gerak dan perjuangan IPM serta proses penyusunan kerjasama yang
dilakukan untuk mewujudkan tujuannya.
“Dengan nama Allah yang maha pemurah dan maha
penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh alam semesta. Yang maha pemurah
dan maha penyayang. Yang memegang pengadilan pada hari kemudian. Hanya kepada
Engkau, hamba menyembah dan hanya kepada Engkau, hamba memohon pertolongan.
Berilah petunuk kepada hamba akan jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang
telah Engkau beri kenikmatan yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.” (QS. Al-Fatihah ayat 1-7).
“Saya rela Allah Tuhan saya, Islam adalah agama
saya, dan Muhammad adalah nabi dan rasul saya.”
Ikatan Pelajar
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa yang patut
dimintai pertolongan. Tiada Tuhan selain Dia. Agama Islam adalah agama Allah
yang dibawa sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW dan diajarkan kepada
umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Karena itu, Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir sekaligus sebagai
penyempurna agama-agama sebelumnya. Dengan beliaulah kita harus mencontoh
perilakunya.
Dengan semangat
itulah IPM berkeyakinan mampu menjadi sebuah organisasi yang memiliki tujuan
amar makruf nahi munkar. Selain itu, kelahiran IPM tentu tidak terlepas dari
kelahiran Muhammadiyah yang didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar. Merekalah itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 104).
Kelahiran IPM
yang jatuh pada tanggal 18 Juli 1961 tentu tidak lahir pada ruang yang hampa.
Dia lahir atas kesadaran kolektif di internal Muhammadiyah, bahwa
sekolah-sekolah Muhammadiyah yang pada saat itu sudah berkembang perlu
dibentengi ideologi Islam agar akidah mereka kuat atas berkembangnya ideologi
komunis pada saat itu.
Namun dalam
perjalanannya, IPM tidak hanya menjadi organisasi elitis yang tidak menyentuh
basis perjuangannya, yaitu pelajar. Karena itu, tuntutan terhadap IPM untuk
benar-benar berjuang dan berpihak pada pelajar pun memiliki landasan utama
sebagaimana yang termaktub dalam ayat suci Al-Qur’an:
“Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran ayat 110).
Karena itu, jika
IPM ingin dikatakan sebagai the chosen organization, maka dia harus
terlibat aktif pada persoalan-persoalan riil di tingkatan pelajar. Tentunya, IPM
tidak boleh terlena oleh kejayaan-kejayaan masa lalu dan menjadi diam di masa
sekarang. Justru masa lalu itu dijadikan spirit bagi IPM untuk menjadi pelopor,
pelangsung, dan penyempurna gerakan Muhammadiyah di masa yang akan datang. Di
sinilah kaderisasi di IPM diharapkan mampu menjadi anak panah Muhammadiyah.
Landasan untuk melihat masa depan itu tertuang dalam ayat Al-Qur’an yang
berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr ayat 18).
Apa yang telah
dilakukan hari ini dan masa lalu harus menjadi cermin untuk berbuat di masa
yang akan datang, sehingga IPM tetap menjadi gerakan pelajar yang kontekstual
sepanjang zaman (shaleh li kulli zaman wa makaan). Karena itulah, dalam
gerak langkah perjuangannya, IPM tidak boleh mengikuti sesuatu hal tanpa ada
landasan ilmu pengetahuan yang jelas. Segala sesuatu harus berlandaskan ilmu
yang bisa diterima oleh akal. Hal ini diilhami oleh salah satu ayat Al-Qur’an:
“Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’ ayat 36).
Karena
berdasarkan ilmu pengetahuan itulah, IPM harus berani bertindak untuk cita-cita
perubahan ke arah yang lebih baik. Entitas hidup tidak selamanya diam (given).
Karena itu, setiap waktu harus mengalami perubahan. IPM dalam bertindak harus
mampu mewujudkan cita-cita perubahan itu di kalangan pelajar. Allah SWT telah
menjelaskan dalam Al-Qur’an tentang perubahan tersebut.
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan
suatu kaum sehingga kaum itu sendirilah yang akan merubah keadaan yang ada pada
diri mereka”. (QS. Ar-Ra’d ayat
11).
Atas dasar
pijakan di atas, IPM sebagai salah satu organisasi berbasis pelajar dan juga
sebagai salah satu ortom Muhammadiyah didirikan sebagai bentuk respon terhadap
penjagaan ideologi pelajar dari ideologi komunis yang berkembang pada saat itu.
Selain itu, IPM berdiri karena sebuah keharusan bagi Muhammadiyah untuk
menanamkan nilai-nilai ideologi perjuangan Muhammadiyah kepada kader-kader yang
kebetulan saat itu Muhammadiyah telah memiliki lembaga-lembaga pendidikan
(sekolah). Karena itu perlu organisasi Muhammadiyah sayap pelajar yang nantinya
konsen pada persoalan-persoalan pelajar dan dunianya.
Di samping itu
pula, Kelahiran IPM memiliki dua nilai strategis. Pertama, IPM sebagai
aksentuator gerakan dakwah amar makruf nahi munkar Muhammadiyah di kalangan
pelajar (bermuatan pada membangun
kekuatan pelajar menghadapi tantangan eksternal). Kedua, IPM sebagai
lembaga kaderisasi Muhammadiyah yang dapat membawakan misi Muhammadiyah di masa
yang akan datang.
Dalam perjalannya, IPM mengalami tantangan baik di internal maupun di eksternal. Tantangan paling berat adalah berhadapan dengan rezim yang berkuasa pada saat itu, Orde Baru, yang meminta IPM harus berasaskan pancasila dalam setiap gerak perjuangannya. Perjalan itu akhirnya berujung pada tahun 1992, pemerintah “menenak” IPM harus berganti nama. Kebijakan pemerintah yang hanya mengijinkan OSIS sebagai satu-satunya organisasi kepelajaran di tingkat nasional membuat IPM yang notabene adalah organisasi pelajar berusaha keras untuk mempertahankan eksistensinya. Maka diadakanlah Tim Eksistensi IPM untuk melakukan kajian yang mendalam tentang permasalahan tersebut. Tim Eksistensi melihat persoalan dari dua segi. Pertama, masalah itu adalah tekanan luar biasa dari pemerintah untuk mengganti kata “pelajar” sehingga hal ini menyangkut hidup dan matinya IPM. Kedua, dikaitkan dengan perkembangan IPM baik secara vertikal maupun horizontal. adalah realitas empirik yang mendorong keinginan untuk memperluas obyek garapan dakwah IPM. Akhirnya diputuskanlah perubahan nama lkatan Pelajar Muhammadiyah menjadi lkatan Remaja Muhammadiyah. Keputusan nama oleh PP IRM ini tertuang dalam SK PP IPM yang selanjutnya disahkan oleh PP Muhammadiyah tanggal 18 November 1992 M.
IRM adalah nama lain dari IPM yang memiliki filosofi gerakan yang tidak berbeda dengan IPM. Hanya saja IRM memiliki jangkauan yang lebih luas yakni remaja. IRM dengan garapan yang luas tersebut mempunyai tantangan yang berat karena tanggung jawab moral yang semakin besar. Gerakan IRM senantiasa dituntut untuk dapat menjawab persoalan-persoalan keremajaan yang semakin kompleks di tengah dinamika masyarakat yang selalu mengalami perubahan.
Pada perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya rezim Orde Baru dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden RI kedua, gejolak untuk mengembalikan nama dari IRM menjadi IPM kembali hidup pada Muktamar XII di Jakarta tahun 2000. Pada setiap permusyawaratan muktamar sekanjutnya pun, dialektika pengembalian nama terus bergulir seperti ”bola liar” tanpa titik terang. Barulah titik terang itu sedikit demi sedikit muncul pada Muktamar XV IRM di Medan tahun 2006. Pada Muktamar kali ini dibentuk ”Tim Eksistensi IRM” guna mengkaji basis massa IRM yang nantinya akan berakibat pada kemungkinan perubahan nama.
Di tengah-tengah periode ini pula, PP Muhammadiyah mendukung adanya keputusan perubahan nama itu dengan mengeluarkan SK nomenklatur tentang perubahan nama dari Ikatan Remaja Muhammadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah atas dasar rekomendasi Tanwir Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2007. Walaupun ada SK nomenklatur, di internal IRM masih saja mengalami gejolak antara pro dan kontra terhadap keputusan tersebut.
Kemudian, Pimpinan Pusat IRM mengadakan konsolidasi internal dengan seluruh Pimpinan Wilayah IRM Se-Indonesia di Jakarta, Juli 2007, untuk membicarakan tentang SK nomenklatur. Pada kesempatan itu, hadir PP Muhammadiyah untuk menjelaskan perihal SK tersebut. Pada akhir sidang, setelah melalui proses dialektika yang cukup panjang, forum memutuskan bahwa IRM akan berganti nama menjadi IPM, tetapi perubahan nama itu secara resmi terjadi pada Muktamar XVI IRM 2008 di Solo. Konsolidasi gerakan diperkuat lagi pada Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiwil) IRM di Makassar, 26-29 Januari 2008 untuk menata konstitusi baru IPM. Maka dari itu, nama IPM disyahkan secara resmi pada tanggal 28 Oktober 2008 di Solo.
Dalam perjalannya, IPM mengalami tantangan baik di internal maupun di eksternal. Tantangan paling berat adalah berhadapan dengan rezim yang berkuasa pada saat itu, Orde Baru, yang meminta IPM harus berasaskan pancasila dalam setiap gerak perjuangannya. Perjalan itu akhirnya berujung pada tahun 1992, pemerintah “menenak” IPM harus berganti nama. Kebijakan pemerintah yang hanya mengijinkan OSIS sebagai satu-satunya organisasi kepelajaran di tingkat nasional membuat IPM yang notabene adalah organisasi pelajar berusaha keras untuk mempertahankan eksistensinya. Maka diadakanlah Tim Eksistensi IPM untuk melakukan kajian yang mendalam tentang permasalahan tersebut. Tim Eksistensi melihat persoalan dari dua segi. Pertama, masalah itu adalah tekanan luar biasa dari pemerintah untuk mengganti kata “pelajar” sehingga hal ini menyangkut hidup dan matinya IPM. Kedua, dikaitkan dengan perkembangan IPM baik secara vertikal maupun horizontal. adalah realitas empirik yang mendorong keinginan untuk memperluas obyek garapan dakwah IPM. Akhirnya diputuskanlah perubahan nama lkatan Pelajar Muhammadiyah menjadi lkatan Remaja Muhammadiyah. Keputusan nama oleh PP IRM ini tertuang dalam SK PP IPM yang selanjutnya disahkan oleh PP Muhammadiyah tanggal 18 November 1992 M.
IRM adalah nama lain dari IPM yang memiliki filosofi gerakan yang tidak berbeda dengan IPM. Hanya saja IRM memiliki jangkauan yang lebih luas yakni remaja. IRM dengan garapan yang luas tersebut mempunyai tantangan yang berat karena tanggung jawab moral yang semakin besar. Gerakan IRM senantiasa dituntut untuk dapat menjawab persoalan-persoalan keremajaan yang semakin kompleks di tengah dinamika masyarakat yang selalu mengalami perubahan.
Pada perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya rezim Orde Baru dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden RI kedua, gejolak untuk mengembalikan nama dari IRM menjadi IPM kembali hidup pada Muktamar XII di Jakarta tahun 2000. Pada setiap permusyawaratan muktamar sekanjutnya pun, dialektika pengembalian nama terus bergulir seperti ”bola liar” tanpa titik terang. Barulah titik terang itu sedikit demi sedikit muncul pada Muktamar XV IRM di Medan tahun 2006. Pada Muktamar kali ini dibentuk ”Tim Eksistensi IRM” guna mengkaji basis massa IRM yang nantinya akan berakibat pada kemungkinan perubahan nama.
Di tengah-tengah periode ini pula, PP Muhammadiyah mendukung adanya keputusan perubahan nama itu dengan mengeluarkan SK nomenklatur tentang perubahan nama dari Ikatan Remaja Muhammadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah atas dasar rekomendasi Tanwir Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2007. Walaupun ada SK nomenklatur, di internal IRM masih saja mengalami gejolak antara pro dan kontra terhadap keputusan tersebut.
Kemudian, Pimpinan Pusat IRM mengadakan konsolidasi internal dengan seluruh Pimpinan Wilayah IRM Se-Indonesia di Jakarta, Juli 2007, untuk membicarakan tentang SK nomenklatur. Pada kesempatan itu, hadir PP Muhammadiyah untuk menjelaskan perihal SK tersebut. Pada akhir sidang, setelah melalui proses dialektika yang cukup panjang, forum memutuskan bahwa IRM akan berganti nama menjadi IPM, tetapi perubahan nama itu secara resmi terjadi pada Muktamar XVI IRM 2008 di Solo. Konsolidasi gerakan diperkuat lagi pada Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiwil) IRM di Makassar, 26-29 Januari 2008 untuk menata konstitusi baru IPM. Maka dari itu, nama IPM disyahkan secara resmi pada tanggal 28 Oktober 2008 di Solo.
Atas dasar sejarah di atas, dirumuskan nilai-nilai dasar Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai berikut:
1.
Nilai Keislaman (Menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran
Islam). Islam yang dimaksud adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang
membawa kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan ketentraman bagi seluruh umat
manusia yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Artinya, Islam yang
dihadirkan oleh IPM adalah Islam yang sesuai dengan konteks zaman yang selalu
berubah-ubah dari satu masa ke masa selanjutnya.
2.
Nilai Keilmuan (Terbentuknya pelajar muslim yang berilmu). Nilai ini
menunjukkan bahwa IPM memiliki perhatian serius terhadap ilmu pengetahuan.
Dengan ilmu pengetahuan kita akan mengetahui dunia secara luas, tidak hanya
sebagian saja. Karena dari waktu ke waktu, ilmu pengetahuan akan terus
berkembang dan berubah. IPM berkeyakinan, ilmu pengetahuan adalah jendela
dunia.
3.
Nilai Kekaderan (Terbentuknya pelajar muslim yang militan dan berakhlak
mulia). Sebagai organisasi kader, nilai ini menjadi konsekuensi
tersendiri bahwa IPM sebagai anak panah Muhammadiyah untuk mewujudkan kader
yang memiliki militansi dalam berjuang. Tetapi militansi itu ditopang dengan
nilai-nilai budi pekerti yang mulia.
4.
Nilai Kemandirian (Terbentuknya pelajar muslim yang
terampil). Nilai ini ingin mewujudkan kader-kader IPM yang memiliki jiwa
yang independen dan memiliki ketrampilan pada bidang tertentu (skill)
sebagai bentuk kemandirian personal dan gerakan tanpa tergantung pada pihak
lain.
5.
Nilai Kemasyarakatan (Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya/
the real islamic society). Nilai kemasyarakatan dalam gerakan IPM
berangkat dari kesadaran IPM untuk selalu berpihak kepada cita-cita penguatan
masyarakat sipil. Menjadi suatu keniscayaan
jika IPM sebagai salah satu ortom Muhammadiyah menyempurnakan tujuan
Muhammadiyah di kalangan pelajar.
Hasil Muktamar Solo 2008