- Back to Home »
- KESEJATIAN KADER: SEBUAH INFINITUM GERAKAN IPM
KESEJATIAN KADER: SEBUAH INFINITUM
GERAKAN IPM
Azaki Khoirudin
(Sekretaris Jenderal PP IPM 2014-2016, Ketum PD IPM Gresik 2008-2009)
Baik-buruknya IPM pada masa yang akan datang dapat dilihat dari
baik-buruknya pembentukan kader saat ini. Kaderisasi baik, maka IPM pada masa
yang akan datang akan baik. Sebaliknya apabila jelek, maka IPM pada masa yang
akan datang juga jelek.”
Di sinilah pentingnya membincang makna kader. Kader (Perancis: cadre) atau les
cadres berarti “staf inti”, terpilih atau elit strategis. Dalam pengertian
lain, kader (Latin: quadrum), berarti empat persegi panjang atau
kerangka. Sehingga kader harus memiliki kerangka pikir dan kerangka tindakan
yang dibentuk, dilatih, dan dididik. Kader inilah penentuh arah, gerak, dan
langkah organisasi, maka kader harus dibangun dari impian atau cita-cita
organisasi.
Kontinuitas dan
Diskontinuitas Tujuan?
Setelah berdiri
tahun 1961, IPM baru bisa Musyawarah
Nasional I pada 18-24 November 1966 di Jakarta menghasilkan Muqadimah Anggaran
Dasar IPM dan Anggaran Dasar, Khitah Perjuangan IPM, dan Sistem Pengkaderan IPM hasil seminar
kader tangggal 20-23 Agustus 1969 di Palembang. Sejak inilah mulai dikenal
istilah Taruna Melati, MABITA (Masa Bimbingan Anggota – yang kemudian berubah
menjadi MABICA), Coaching Instruktur. Dalam (Anggaran Dasar) IPM
1975 saya saya temukan tujuan IPM adalah “Terbentuknya
pelajar Muslim yang Berakhlak mulia, Cakap, Percaya pada diri sendiri, dan
berguna bagi masyarakat dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Maka tidak salah dilihat dari subatansi isi
tujuan IPM tersebut sangat berorientasi “pembentukan karakter” pelajar.
Dalam anggaran
dasar IPM pasal 3 tahun 1992 Tujuan IPM
mengalami: “Terbentuknya pelajar
Muslim yang berakhlak mulia, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam sehingga terwujud masyarakat Utama, adil dan makmur yang diridhai
Allah Subhanahu wa ta’ala. Dalam redaksi cukup ada kata berakhlak mulia,
kemudian redaksi selanjutnya mengikuti tujuan Muhammadiyah, yaitu hasil
Muktamar Muhammadiyah ke-41 1985 di Surakarta, yang memutuskan Pancasila
sebagai asas tunggal.
Dalam anggaran dasar Keputusan Muktamar 2002,
2004 yang sepertinya berubah sejak perubahan nama IPM ke IRM (Ikatan Remaja
Muhammadiyah), yaitu“Terbentuknya remaja muslim yang berakhlak
mulia dan berilmu dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai
ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat utama adil dan makmur yang diridhai
Allah SWT”. Dalam redaksi, selain “remaja Muslim” yang “berakhlak mulia”
ada penambahan “berilmu” yang mendakan etos tradisi keilmuan. Kemudian, dalam Anggaran Dasar
2006: Terbentuknya remaja muslim
yang berakhlak mulia, berilmu dan terampil, dalam rangka menegakkan dan
menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Yaitu ada penambahan selain, berakhlak mulia dan
berilmu, juga pelajar harus terampil dan memiliki skill untuk kehidupannya.
Sejak Muktamar
perubahan IRM ke IPM 2008 di Solo, tujuan IPM terahir mengalami perubahan,
yaitu “Terbentuknya pelajar muslim yang
berilmu, berakhlak mulia, dan terampil, dalam rangka menegakkan dan menjunjung
tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebanar-benarnya”. Tampak yang berubah adalah selan istilah remaja muslim
menjadi pelajar muslim, dan yang berubah adalah susunan yang awalnya berakhlak
mulia, berilmu, dan terampil, kemudian direkonstruksi menjadi berilmu,
berakhlak mulia, dan terampil. Kenapa
penting memperhatikan tujuan IPM? Karena perkaderan adalah membantu proses
terwujudnya tujuan IPM. Maka kader-kadernya akan dibentuk sesuai dengan tujuan
IPM.
Kesejatian Kader
Kesejatian dalam
bahasa Arab al-haq, haqiqi, hakikat,
sebagai kebenaran. Para Sufi sering berbicara al-haq bahkan ana al-haq
sebagaimana al-Halajj yang sebenarnya itu ana
ma’al-Haq (saya bersama Tuhan). Sejati berati essensi, hakikat, self,
diri, be your self atau nafs. Islam memaknai nafs tidak sekedar jiwa, ia melahirkan
kepribadian yang hakiki, bukan selfi
yang konotasinya mengarah ke kejoratif, dan narsisme menimbulkan individualisme
dan ujub (kagum terhadap diri). Din Syamsuddin dalam pelantikan PP IPM
2014-2016 mengatakan bahwa IPM harus merumuskan konsep kader sejati. Karena, Muhammadiyah
sungguh memerlukan kader sejati. Bahkan, Din mengakui bahwa IPM sejati secara
kelembagaan, tinggal bagaimana ditopang dengan individu-individu sejati.
Kepribadian KH
Ahmad Dahlan disebut oleh Munir Mulkhan dengan istilah “Islam sejati” atau
“Islam murni yang bersumberkan “al-Qur’an suci” yang mudah dimengerti
menggunakan “akal dan hati suci”, yakni manusia yang tak terpaut pada keluhuran
duniawi. Maka, bagi kader sejati, keridhaan Tuhan adalah kunci yang ingin
dicapai melalui pengabdian (ibadah) kepada Allah. Pengabdian ini memerlukan
bimbingan dari mereka yang dipercayai memiliki ilmu tentang Tuhan dan
ajaran-Nya. Kader sejati tentunya mengamalkan keislaman yang
sejati.
Pada Abad kedua
Muhammadiyah ini, apakah IPM masih menjadi leading
sektor di era perubahan. Kader sejati itu meletakkan kepentingan Muhammadiyah
dari yang lain, suka atau tidak. Sebagaimana Ahmad Dahlan pernah melarang untuk
menduakan Muhammadiyah, sebut saja loyalitas ganda, dengan lingkaran pesona
yang lain. Kader sejati harus membawa nilai-nilai Muhammadiyah ke dunia
politik, bukan sebaliknya membawa politik ke Muhammadiyah. Kader sejati itu
selalu siap memberikan pembelaan terhadap Muhammadiyah.
Kader sejati ibarat
mukmin sejati dalam al-Qur’an dikatakan:
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah, maka
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman
mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan
kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta
rizki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal:2-4).
Ayat tersebut menyebutkan
lima ciri mukmin sejati yang bisa ditransformasikan menggunakan pendekatan teleologis-analogis
ke pembentukan “Kader Sejati”, yakni (1) hatinya bergetar saat mendengar nama Muhammadiyah,
baik ketika menyanyikan Sang Surya, atau dimanapun disebut Muhammadiyah, (2)
keimanannya bertambah jika mendengar, membaca, dan merenungi keputusan, aturan,
nasihat, ideologi Muhammadiyah (3) bertawakal (berserah diri) hanya dan tetap
berpegang teguh dengan terus memperbaiki kekurangan gerakan Muhammadiyah, (4)
memperkuat spiritualitas dengan ibadah dan (5) menafkahkan harta dan jiwa di
jalan Allah melalui peryarikatan Muhammadiyah.
Ad Infinitum:
Ideas as Historical Forces
Gerakan Pelajar
berkemajuan sangat memperhatikan kekuatan ide untuk mengubah sejarah (ideas as historical forces). Ada tiga
hal yang berkaitan dengan perubahan sosial. Pertama,
bagaimana ideas mempengaruhi perubahan-perubahan sosial. Kedua, bagaimana tokoh-tokoh besar dalam sejarah menimbulkan
perubahan besar di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, sejauh mana peranan gerakan-gerakan sosial dan revolusi
menimbulkan perubahan struktur sosial dan norma-norma sosial. Sebagai kader
IPM, peran kesejarahan harus dimiliki kader IPM. Kader harus memiliki ide-ide
besar, menjadi tokoh di lingkugannya, serta memaikan peran-peran sosial yang
kongkret. Kader tak hanya bergerak dari satu zaman ke zaman yang
lain dan dari tempat ke tempat lain. Kader bersifat ad infinitum (Latin),
yakni spirit yang kekal, tiada habis-habisnya (unfinished) perjuangan tiada akhir menegakkan nilai-nilai Islam menuju
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
*Tulisan ini dimuat di Majalah Krawu (Edisi Januari 2015)