by. Azaki Khoirudin


Iqra’ Bismi Rabbika Al-ladzi Khalaq
(Bacalah dengan Nama Tuhanmu Yang telah Menciptakan!)

Rasulullah saw senang menyendiri (al-khala’). Ia suka menyepi dan menyendiri di Gua Hira. Ia suka beribadah atau ber-tahannuts di gua itu beberapa malam. Ketika bekalnya telah habis, ia pulang menemui istrinya Siti Khadijah untuk mengambil bekal. Setelah itu kembali ber-tahannuts. Demikian seterusnya. Sampai suatu saat, datanglah al-Haqq (perintah Allah swt) ketika ia sedang di Gua Hira. Datanglah seorang malaikat. Malaikat itu berkata, “Bacalah!” Ia menjawab, “Aku tidak dapat membaca”. Rasulullah saw bercerita, “Ia menarik dan memeluk aku sampai aku merasa lelah, kemudian ia melepaskan aku. Ia berkata, “bacalah!” aku pun menjawab, “aku tidak dapat membaca”. Lalu ia menarikku dan memeluk aku lagi sampa aku betul-betul merasa lelah. Kemudian ia pun melepaskan aku lagi, ia berkata, “bacalah!” aku pun menjawab, “aku tidak pandai membaca”. Ia pun menarik dan memeluk aku lagi untuk ketiga kalinya. Lalu ia melepaskan aku lagi, lalu ia berkata:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1] Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(QS Al-Alaq: 1-5)
Sambil gemetar dan hati sedikit goncang, Rasulullah saw pulang sambil membawa oleh-oleh berupa wahyu. Ia masuk rumah dan menemui istri Khadijah. Ia berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!” Setelah diselimuti, hilanglah rasa takut dan khawatirnya. Ia menceritakan kepada Khadijah tentang peristiwa yang diawali. Ia berkata, “sungguh aku mengkhawatirkan diriku”. Khadijah menghibur sambil berkata, “tidak, demi Allah tidak akan mengecewakan engkau selamanya. Bukankah engkau suka menyambung persaudaraan, mengemban beban berat, mencari nafkah yang tidak dihadapanmu, dan engkau juga suka menjamu tamu. Bahkan, engkau juga suka menolong orang-orang menderita”.

Iqra’ (Bacalah!)
Materi pertama ini yang termasuk salah satu undang-undang Islam, sungguh sarat dengan makna dan kaya dengan petunjuk dan arahan. Makna-makna dan arahan-arahannya itu tidak hanya datang dari kata-katanya saja, tetapi juga dari al-jaww al-‘amm (wawasan, cakrawala, dan cakupannya yang umum dan universal. Materi pertama itu dimulai dengan kata iqra’.
Ayat tersebut mengandung perintah untuk membaca. Membaca merupakan salah satu perantara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, meski bukan perantara yang paling penting. Dan Islam, pada masa-masa pertama dari kehidupannya, dikenal dengan satu tanda, yaitu ilmu pengetahuan. Kata-kata pertama yang dikenal di dalamnya adalah ilmu pengetahuan. Dan secara berurutan, ayat-ayat selanjutnya menjelaskan dan menguatkan tanda tersebut, bahkan menjadi semacam cap dan syi’ar (simbol).
Jika ayat-ayat pertama yang diturunkan Allah pada malam yang penuh berkah itu memerintahkan untuk membaca, sebanyak dua kali dan menyebut kata ilmu meski berbeda derivasinya sebanyak tida kali. Lalu ada juga, yang menyebutkan qalam (pena), maka ayat-ayat al-Qur’an yang turun setelah itu, yang dimulai dengan salah satu huruf hijaiyah, yakni Nun, mengandung sumpah, dan itulah sumpah pertama yang dilakukan Allah di dalam al-Qur’an. Sumpah Allah itu ternyata menggunakan al-qalam (pena). Itulah yang tersebut dalam al-Qur’an surat al-Qalam, Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis”. (QS. Al-Qalam: 1)
Setelah itu, berturut-turut diturunkan ayat-ayat yang memuat keutamaan ilmu pengetahuan dan ayat-ayat yang menganjurkan untuk menuntut ilmu. Bahkan, ada juga ayat yang mengandung perintah memuliakan para ulama’.

Bismi Rabbika (Dengan Nama Tuhanmu)
Pengarahan saintis dan pemerintah untuk menimba dan menuntut ilmu dalam pandangan Islam tercermin dengan jelas dan dimulai dengan kata iqra’. Tetapi, perintah membaca dalam konsepsi Islam itu dikaitkan dengan suatu syarat. Jadi, perintah membaca itu tidak bersifat mutlak, tetapi muqaiyyad (terkait) dengan suatu syarat, yakni harus Bismi Rabbika (dengan/atas nama Tuhan). Dengan demikian, tampaklah perbedaan antara ilmu yang digambarkan dan dikehendaki oleh Islam dengan yang digambarkan dan dikehendaki oleh barat. Kebudayaan Islam juga berbeda dengan kebudayaan barat. Bahkan, kehidupan Islami juga berbeda dengan kehidupan ala barat. Perbedaan itu Nampak pada suatu syarat yang diwajibkan Islam, bahwa segala sesuatu harus ditentukan dan direstui Tuhan. Yakni, harus Bismi Rabbika.
Pencarian ilmu, sebagaimana yang dikehendaki Islam dan diridhai Allah mesti dilandaskan dan dilatarbelakangi oleh motivasi Bismi Rabbika. Demikian pula, tujuan dan maksud utama dalam pencapaiannya, tidak lain dan tidak bukan, mesti Bismi Rabbik. Ilmu yang diharuskan untuk dicari umat manusia mesti di jalan Allah  dan diridhainya. Yakni, ilmu tersebut dicari dan dipergunakan demi kebaikan, keutamaan, dan untuk membahagiakan umat manusia.
Menurut hakikat dan realitasnya, perintah membaca itu merupakan symbol. Ia merupakan suatu symbol yang harus menjadi landasan segala amal dan perbuatan muslim. Ayat tersebut seakan-akan mengatakan, “berbicaralah dengan/atas nama Tuhanmu, bangunlah dengan nama Tuhan, dan berbuatlah dengan nama Tuhanmu, supaya perikehidupanmu dengan/atas nama Tuhanmu”.
Sama saja, apakah kita akan mengikuti makna literal teks dari ayat “iqra’ bismi rabbik” atau mengikuti makna kontekstual yang dikandungnya. Sesungguhnya, ayat tersebut memuat secara global undang-undang bagi umat Islam, baik dalam bentuk positif maupun negatif, baik secara tegas maupun samar, merupakan titah Ilahi bagi orang yang disiapkan Allah untuk menjadi teladan yang baik bagi manusia dan kemanusiaan.
Sehingga, perikehidupan baik yang aktif maupun yang pasif, gerak, dan diamnya bahkan kematiannya, semuanya mesti karena Allah, atas nama Allah, dan di jalan Allah. Semua gerakannya, berbagai macam bentuk perbuatannya, yang lahir dan yang batin, hendaknya terjiwai dengan jiwa iqra’ bismi rabbika.

Mengapa bukan Allah, tetapi Rabbika?
Ayat pertama dari surat pertama dari al-Qur’an yang berbunyi, “iqra’ bi-ismi rabbika al-ladzi khalaq”. Padalah kita mengira ayat pertama yang diturunkan Allah itu akan menggunakan kata Allah, sehingga berbunyi, “iqra’ bi-ismillah (bi-ismi Allah) al-ladzi khalaq”. Sebab, kata Allah jauhlebih mencakup dari pada kata Rabb. Kata Allah mencakup semua sifat dan asma al-husna (nama-nama yang mulia) untuk Allah swt. Tetapi ternyata, ayat pertama surat al-Alaq itu tidak menggunakan kata Allah. Yang digunakan adalah kata Rabb (Tuhan, Pengurus, Pemelihara).
Tentu saja, hal itu disengaja oleh Allah demi suatu hikmah atau pelajaran yang tinggi. Yakni, sesungguhnya Allah, swt sejak permulaan telah memperingatkan bahwa membaca harus atas nama Rabb (Tuhan Yang Mengurus, Mendidik), yakni atas nama al-Murabby (pendidik). Itu berarti, “membaca”  harus berada dalam wilayah pendidikan ketuhanan. Ia harus berada dalam lingkungan perintah dan larangan-Nya, dan setiap individu, serta ada dalam lingkungan  perintah dan larangan-Nya. Hal itu digambarkan dan ditetapkan Allah untuk setiap individu, serta ada dalam lingkungan yang ditetapkan Allah bagi kemaslahatan masyarakat.
Berpaling dari penggunaan kata Allah, kemudian menggunakan kata Rabb, sesungguhnya untuk kegunaan seperti telah disebutkan itu. Cara itu dilakukan untuk mengatakan kepada manusia, “Sesungguhnya kamu, ketika masuk dalam perjanjian dengan Allah, mengikuti agama-agama-Nya, dan berjanji dengan-Nya, hendaklah melatih dirimu sejak permulaan untuk memenuhi penggilan Allah secara mutlak demi mencari keridhaan Allah swt. Baik dalam mengerjakan perintah-Nya maupun dalam menjauhi laran-Nya.
Jadi, anda harus mempunya ambisi atau keinginan yang kuat untuk menjadi untuk menjadi Rabbny. Orang yang telah mencapai derajat ma’rifat kepada Tuhannya atau orang alim dan shaleh, atau orang yang dalam segala tindakannya ikhlas karena Allah.

Al-Ladzi Khalaq (Yang telah Menciptakan)
Dalil dan data yang lebih kuat yang mengharuskan penggunaan kata Rabbik itu tidak lain kata sesudahnya, “al-Ladzi Kholaq” (yang telah menciptakan).  Bahwa yang telah menciptakan semua bagian anggota tubuhmu, menyusun semua anggota jasadmu, merapikan dan mengatur sel-selmu dan semua atom wujud. Dia yang menciptakan kamu menjadi makhluk yang bagus dan elok adalah Yang Paling Mengetahui keadaan dan keberadaan kamu.
Ketika Dia menetapkan peraturan bagimu, ketika Dia menggambarkan perikehidupan yang harus kamu lalui, Dia melakukan itu dengan ilmu. Dia menciptakan itu semua secara rinci dan akurat berdasarkan hikmah dan kegunaan yang telah ditentukan-Nya. Dia itulah Yang Maha Pencipta, Dia-lah Yang Mahan Mengadakan. Bagaimana mungkin kita berpaling dari pendidikan dan bimbingan Tuhan untuk mengikutu pendidikan yang disampaikan dan diberikan makhluk?
Betapapun pandainya makhluk, dan betapapun matangnya intelekstualitasnya, ia hanya makhluk dan bukan al-Khaliq (Pencipta). Ia hanya dibuat, bukan Yang Membuat (Mukawwin). Berpaling dari pendidikan Sang Khaliq, lalu menerima pendidikan dan bimbingan sang makhluk, berarti tidak mau menerima pendidikan, bimbingan, dan penyuluhan dari Yang Maha Sempurna. Kemudian mengikuti pendidikan, bimbingan, dan penyuluhan dari yang serba kurang. Secara akal, itu tindakan bodoh, orang pandai tidak mungkin berbuat demikian. Wallahu A’lam.

Bacalah! Selamat tinggal buritan peradaban! Kata perintah ini bukan sekedar kata, melainkan firman Allah yang pertama kali diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Bacalah! Mengandung perintah tegas yang menghendaki adanya perubahan dari pasif menjadi aktif, dari takut menjadi berani, dari bodoh menjadi cerdas, dari kegelapan menuju cahaya, dari buritan peradaban menuju kemajuan peradaban.

 







[1] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

- Designed by Azaki Khoirudin -