Satu semboyan yang sangat menumental dalam perjalanan IPM/IRM pada tahun 1990’an awal, tiga tertib : “Tertib Ibadah, Tertib Belajar dan Tertib Berorganisasi”. Tiga tertib ini  adalah ruh gerakan dan merupakan cita-cita dan karakter khas yang dimiliki oleh setiap anggota IRM. Rumusan “Tertib Ibadah, Tertib Belajar dan Tertib Berorganisasi”
sebenarnya merefleksikan  pola paradigma pengembangan diri (bersifat personal) ini mendapati akarnya pada tradisi  developmentalisme yang melihat sebab-musabab berbagai permasalahan sosial berasal dari kelemahan kultural, modal manusia yang lemah, kurang adanya achievement dan sebagainya. Pada masa sekarang ini paradigma pengembangan diri mengalami stagnasi karena sering tak berhasil mengatasi berbagai masalah sosial yang ada. Diperlukan suatu paradigma yang mampu melakukan perubahan pada tataran struktur dan sistem sosial, karena masalah-masalah sosial seringkali tidak disebabkan oleh kesalahan manusia ataupun kelemahan kulturalnya namun disebabkan adanya ketidakadilan yang akut di dalam struktur dan sistem sosial itu sendiri.

Oleh karena itu sudah waktuna IRM menyempurnakan paradigma gerakannya tidak hanya berkutat pada program-program pengembangan diri tapi juga memasuki ranah struktur dan sistem sosial yang berlaku. Gerakan IRM seharusnya segera dilemparkan dalam alam yang lebih sosialis-realis yang memandang berbagai permasalahan sosial khususnya berkaitan dengan dunia remaja negeri ini sebagai akibat dari adanya ketidakadilan atau kesalahan relasi sosial yang berperan, bukan semata kesalahan pelajar-remaja sendiri. Disinilah IRM menempatkan dirinya sebagai Gerakan Kritik-Tranformatif. (Aksi) Transformatif berarti perubahan yang sistematis yang meliputi aspek diri (personal) dan struktur beserta sistem sosialnya, dilakukan dengan partisipatoris (antara subyek dan subyek) demi kondisi masa depan yang lebih baik. Gerakan Kritis-Transformatif ini memiliki tiga kesatuan pondasi utama yang menjadi landasannya: “Penyadaran, Pemberdayaan dan Pembelaan”.

PENYADARAN
Penyadaran yang dimaksud disini dimulai dengan pemahaman bahwa dunia bukanlah tatanan yang tertutup dan statis, realitas sosial tidak given (apa adanya) (Freire, 1972). Artinya dunia dan realitas sosial dapat diubah dan kewajiban seluruh manusia sesuai kodratnya sebagai Khalifah Allah di bumi ini untuk merubah dunia dan realitas sosial ke kondisi yang lebih baik.
        Penyadaran tingkat lanjut mengarah kepada kondisi selalu belajar memahami kontradiksi sosial, politik dan ekonomi serta mengambil tindakan untuk melawan unsur-unsur yang menindas dalam realitas tersebut (Freire, ibid). Sikap ini mengindikasikan perilaku berpikir murni; berpikir atas dasar keterlibatan dengan realitas.
        Manusia adalah hasil dari dunia dan pendidikannya. Namun manusia bukanlah obyek mati yang statis. Manusia adalah makhluk dinamis yang menemukan kemanusiaanya apabila mampu mempelajari dan memahami sebenarnya tentang kontradiksi dunia dan pendidikan yang membentuknya. Setelah itu manusia menjadi menusiawi.
        Penyadaran tingkat akhir mengarah kepada lahirnya kesadaran tidak saja terhadap obyek-obyek, realitas sosial, tetapi juga berbalik kepada dirinya sendiri. Keadaran inilah yang disebut dengan kesadaran diatas kesadaran. Kesadaran yang melahirkan kritik, mempertanyakan tentang dirinya vis a vis dengan realitas dunia sekitarnya dan keterlibatannya dalam mengubahnya menjadi lebih baik.

PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan lahir dari hubungan tanpa dominasi antara orang yang akan melakukan pemberdayaan dan khalayak. Hubungan tanpa dominasi terwujud dari sifat dialogis suatu hubungan dalam komunikasi. Dialogis disertai dengan sikap kerendahan hati. Dialog sendiri merupakan perjumpaan diantara manusia dengan perantara dunia dan realitas. Hematnya, pemberdayaan melibatkan trilogi antara dua manusia: pelaku pemberdayaan dan khalayak yang dipertemukan dalam perantara dunia realitas.
        Pemberdayaan sendiri merupakan suatu bentuk pengorganisasian sumber daya untuk melakukan perubahan, dengan mensyaratkan adanya sikap partisipatoris (sekaligus terlibat sebagai peserta) pelaku pemberdayaan dengan khalayak. Syarat berikutnya yang tidak kalah penting adalah adanya kepercayaan (trust), terutama dari pelaku pemberdayaan dengan khalayak. Siapapun mereka yang bicara tentang rakyat tetapi tidak mempercayai mereka adalah omong kosong. Kepercayaan akan mendorongnya terlibat dalam perjuangan untuk perubahan kondisi yang lebih baik. Kepercayaan seribu kali lebih baik daripada tindakan menurut seleranya sendiri tapi tanpa kepercayaan (Freire, ibid).

PEMBELAAN
        Pembelaan adalah bentuk keterlibatan secara langsung dalam usaha mengubah dunia dan melakukan perubahan sosial. Pembelaan dapat juga sebagai praksis: refleksi dan tindakan atas dunia untuk mengubahnya. Kata kuncinya adalah aksi untuk perubahan menuju kondisi yang lebih baik.
        Pembelaan dapat berbentuk suatu advokasi. Namun advokasi disini tidak hanya terbatas pada pembelaan kasus atau beracara di pengadilan (litigasi). Advokasi disini lebih dimaknai dengan melakukan perubahan (to change) secara terorganisir dan sistematis (Halloway, 1999). Pernyataan ini mengindikasikan betapa luasnya bentuk-bentuk aksi advokasi atau pembelaan. Pembelaan juga menunjukkan pilihan pemihakan yang harus diambil sebelum melakukan aksi.               Bagian terakhir dari pembelaan sebagai suatu aksi untuk perubahan adalah sifat anti-kekerasan (non-violent) yang menjadi darah dagingnya. Suatu aksi kekerasan demi perubahan tidak akan pernah menghasilkan perubahan yang sebenarnya. Hukum kekerasan adalah menciptakan suatu bentuk kekerasan yang lain. Pembelaan adalah suatu aksi damai untuk suatu perubahan kepada tatanan kehidupan yang lebih baik. Semua yang berkepentingan diharapkan terlibat dalam aksi ini. Tidak ada yang dirugikan disana, bertujuan demi memanusiakan manusia.

Melalui pembacaan realitas sosial ini, Ikatan Remaja Muhammadiyah menegaskan dirinya sebagai Gerakan Kritis Transformatif. Kritis berarti sadar, peka, peduli, dan berani melawan ketidakadilan dalam realitas sosial. (Aksi) Transformatif berarti perubahan yang sistematis, partisipatoris demi kondisi yang lebih baik.

INDIKATOR DAN METODOLOGI

KRITIS-TRANSFORMTIF

Penjelasan Manifesto Gerakan Kritis-Transformatif IRM


                Manifesto Gerakan Kritis-Transformatif IRM: “Penyadaran, Pemberdayaan dan Pembelaan” dapat dijabarkan dalam beberapa indikator Kritis-Transformatif yang meliputi 4 (empat) ranah: Indikator Kritis (Individu dan Gerakan), Metodologi /Proses Kritis, Indikator Transformatif dan Metodologi/Proses Transformatif. Berikut penjelasan masing-masing ranah indikator tersebut:

Ø  INDIKATOR KRITIS
ü  Individu
Kategori individu menunjukkan bahwa masing-masing individu dalam IRM memiliki semacam kesadaran kritis sebagai salah satu bentuk manifestasi kesadaran kritik. Karakter kritis tersebut meliputi beberapa klasifikasi:
a.       Sadar terhadap Realitas Sosial
Karakter Sadar mengisyaratkan adanya suatu kesadaran bahwa dunia dan realitas sosial bukanlah tatanan tertutup, given (apa adanya) dan tidak bisa diubah. Dunia dan realitas sosial merupakan hasil kreasi manusia yang tentu saja dapat diubah oleh manusia. Karakter ini mensyaratkan adanya kesadaran sebagai bagian dari dunia dan realitas sosial. Kesadaran ini akan mendorong lahirnya tanggung jawab terhadap realitas dan hasrat untuk menciptakan dunia dan realitas sosial dengan kondisi yang lebih baik.
b.      Peka terhadap Realitas Sosial
Karakter Peka berarti bahwa individu IRM mampu mamahami berbagai kontradiksi sosial, politik, ekonomi, budaya, agama dan relasi masing-masing kelompok sosial dan suatu realitas. Pemahaman ini membawa kepada pengertian tentang adanya permainan dan tarik-menarik berbagai macam kepentingan antar kelompok dalam suatu realitas. Karakter peka ini artinnya kemampuan mengurai adanya berbagai kontradiksi, relasi pelaku dan tarik-menarik kepentingan dari suatu fenomena (baca: peristiwa) dalam suatu realitas sosial.
c.       Peduli terhadap Realitas Sosial
Karakter Peduli merupakan realisasi dari kesadaran dan tanggung jawab sebagai bagian dari suatu realitas sosial. Peduli menunjukkan hasrat, ketetapan hati dan komitmen serta konsisten bahwa realitas harus diubah dan terus diubah demi kondisi yang lebih baik. Peduli menjadi ruh bahwa ia harus terlibat dalam aksi perubahan realitas tersebut.
d.      Aksi/Tindakan Nyata
Karakter Aksi/Tindakan adalah bagian terakhir dari rangkaian tradisi kritis. Namun karakter ini sangat penting seolah sebagai simpul terakhir yang tidak boleh lepas. Rangkaian tradisi kritis dan indicator kritis sebelumnya tidak ada artinya tanpa adanya karakter terakhir ini. Karakter Aksi/Tindakan adalah bentuk keterlibatan yang sebenarnya dalam proses perubahan realitas untuk kondisi yang lebih baik. Karakter ini mensyaratkan adanya pilihan keberpihakan yang jelas, keberpihakan kepada kelompok/golongan yang dirugikan/tertindas dalam suatu relasi dari realitas. Keberpihakan menjadi kunci utama dan pintu untuk melakukan aksi/tindakan yang sebenarnya.

ü  Gerakan/Organisasi
Kategori Gerakan atau Organisasi mengindikasikan bahwa IRM secara keseluruhan meliputi seluruh level organisasinya memiliki kesadaran kritis secara kolektif. Berikut klasifikasinya:
a.       Sadar terhadap Realitas Sosial
Karakter ini hampir sama dengan karakter sadar pada kategori individu. Namun karakter sadar diperluas dalam arti adanya kesadaran bahwa IRM sebagai gerakan dan organisasi merupakan bagian penting dari suatu realitas sosial. Artinya IRM termasuk bertanggungjawab terhadap kondisi realitas yang sebenarnya.
b.      Peka terhadap Realitas Sosial
Karakter Peka disini juga hampir sama dengan karakter sejenis pada kategori individu. Perluasannya terletak pada relasi antar kelompok sosial dan tarik-menarik kepentingan di dalamnya. Disini IRM dapat dikategorisasikan sebagai sebuah kelompok sosial dan tentunya juga memiliki kepentingan tertentu dalam suatu konfigurasi realitas social. Pemahaman sebagai kelompok sosial menjadi modal perumusan peran dan kepentingan apa yang dapat dilakukan IRM untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Jelas bahwa IRM mewakili kelompok remaja-pelajar, pilihan ini mengarahkan IRM untuk berperan dan memperjuangkan kepentingan remaja-pelajar dalam percaturan antara kelompok dalam suatu komunitas sosial.
c.       Peduli dan Responsif terhadap Realitas Sosial
Karakter Peduli disini disertai dengan karakter responsive terhadap realitas sosial. Perluasan ini berkait dengan kesadaran bahwa IRM merupakan satu bentuk kelompok sosial dalam masyarakat.Responsif diperlukan karena IRM mewakili kategori tertentu dari individu dalam suatu komunitas masyarakat. Responsif yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk menanggapi dan mengartikulasikan kepentingan kelompok yang diwakilinya.
d.      Aksi/Tindakan Nyata
Karakter ini sangat jelas. IRM harus tidak hanya terlibat namun juga sebagai pelaku utama upaya merubah realitas sosial menuju kondisi yang lebih baik.
e.      Kesadaran perlunya Kolektifitas
Karakter ini memberi arti bahwa suatu aksi perubahan sosial tidak bisa dilakukan sendirian. Aksi tersebut harus melibatkan semua komponen yang ada dalam suatu komunitas sosial. Karakter ini juga memberi arti bahwa IRM bukan satu-satunya organisasi/gerakan yang menginginkan perubahan. Kesadaran ini mendorong suatu bentuk kerja sama dengan lembaga/gerakan sejenis untuk merubah realitas sosial.
f.        Visioner dan Pelopor
Karakter visioner dan pelopor menunjukkan sifat IRM yang melihat realitas sosial dan membayangkan (baca : memprediksi) apa yang terjadi di masa mendatang. Sifat ini menjadi dasar analisis realitas sosial yang dilakukan. Pemahaman yang dihasilkannya diharapkan memberikan pilihan pemihakan, pilihan aksi dan prioritas program gerakan yang harus diselesaikan.

Ø  METODOLOGI/PROSES KRITIS
Metodologi Kritis memiliki dua cirri utama yaitu :
O  Belajar dari realitas atau pengalaman : disini yang nyata bukanlah teori para ahli melainkan keadaan nyata dari masyarakat atau pengalaman seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam keadaan nyata tersebut. Artinya tidak ada otoritas pengatahuan yang baku dan lebih tinggi. Keabsahan sebuah pengetahuan ditentukan oleh pembuktiannya dalam realitas tindakan atau pengalaman langsung bukan pada retorika teoretik.
O  Dialogis : artinya tidak ada guru-murid disini. Pembelajaran dan pemahaman atas realitas dilakukan bersama oleh pelaku pemberdayaan dan khalayak dalam iklim dialogis, komunikasi tanpa adanya dominasi. Dialogis juga berarti semua elemen terlibat dalam proses pembelajaran tersebut.

Metodologi Kritis dilakukan melalui suatu proses Suatu Daur Belajar (dari) Pengalaman yang Terstrukturkan (Structural Experiences Laerning Cycle) meliputi: 1) melakukan, 2) mengungkapkan dan merangkai-ulang (rekonstruksi), 3) Analisis (Kaji-urai), 4) menyimpulkan 5) menerapkan. Berikut ini penjelasannya:
Melakukan : pertama-tama proses metodologi kritis dimulai dari dari pengalaman atau peristiwa yang nyata.

Mengungkapkan dan merangkai-ulang (rekonstruksi) : yakni menguaraikan kembali rincian (fakta, unsure-unsur, urutan kejadian dll) dari realitas/pengalaman/peristiwa. Setelah itu realitas/pengalaman/ peristiwa tersebut diungkapkan kembali dengan diberi tanggapan, kesan terhadapnya.

Analisis (kaji-urai) : yakni mengkaji sebab-sebab dan kemajemukan kaitan-kaitan permasalahan yang ada dalam realitas tersebut. Meliputi: tatanan, aturan, system yang menjadi akar persoalan.

 Kesimpulan : yakni merumuskan makna atau hakikat dari realitas tersebut sebagai suatu pelajaran dan pemahaman atau pengertian baru yang lebih utuh, berupa prinsip-prinsip berbentuk kesimpulan umum (generalisasi) dari hasil dari pengkajian atas pengalaman tersebut.

Menerapkan : yakni memutuskan untuk melakukan tindakan baru dalam rangka merubah realitas sosial menuju kondisi yang lebih baik. Pada gilirannya tindakan ini akan menjadi pengalaman dan diperlajari melalui proses awal metodologi kritis ini.

    INDIKATOR (aksi) TRANSFORMATIF
Transformatif yang dimaksud adakah suatu proses perubahan terhadap realitas yang dilakukan secara menyeluruh (sistemik) dengan melibatkan seluruh komponen (partisipatoris) dan bentuk perubahannya tidak hanya dalam bentuk materiil namun juga pada tingkatan spiritual/kesadaran. Perubahan semacam ini tidak mungkin dilakukan sendirian. Perubahan ini dilakukan secara bersama seluruh elemen dari realitas tersebut.
Berikut indikator transformatif meliputi :

Perubahan Sistematis : yakni perubahan yang menyentuh seluruh komponen dari suatu realitas sosial, bukan perubahan secara parsial.

 Partisipatoris : yakni perubahan dilakukan dengan melibatkan dengan sebenarnay seluruh elemen masyarakat. Perubahan tidak dilakukan oleh kelompok dominant saja atau regim penguasa dimana kelompok minoritas hanya boleh megikutinya saja. Perubahan juga tidak dilakukan oleh orang luar selayaknya dewa maha tahu terhadak realitas suatu komunitas.

Perubahan Spiritual dan Material : artinya perubahan meliputi dua dimensi: spiritual dan material. Dimensi spiritual merujuk kepada kesadaran. Artinya perubahan dimulai dari kesadaran terhadap realitas yang sebenarnya. Dengan dasar adanya kesadaran, perubahan baru dilakukan pada dimensi material.

Alur Metodologi Kritis : maksudnya proses perubahan mendasarkan diri pada proses dan pertahapan metodologi kritis. Perubahan transformatif tidak bisa dilepaskan dari tradisi dan metodologi kritis.

METODOLOGI (aksi) TRANSFORMATIF
Pada dasarnya dualitas Kritis-Transformatif tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Suatu perilaku kritis harus diakhiri dengan aksi/tindakan transformatif. Sebaliknya aksi transformatif tidak bisa diwujudkan tanpa melalui pemahaman kritis terhadap realitas. Hematnya perilaku Kritis merefleksikan bentuk pra-aksi dan transformatif menggambarkan bentuk riil aksi yang dilakukan.
Dalam (aksi) transformatif ini terdapat beberapa proses yang bisa juga disebut sebagai metodologi. Berikut rinciannya:

 Prioritas (pilihan) isu/kasus/program : yakni hasil dari analisis kritis terhadap realitas sosial. Namun tidak berarti bahwa proses analisis terhadap realitas sudah selesai. Analisis terus dilakukan, hanya pada tahap ini, saatnya aksi/tindakan perubahan dilakukan.

Pilihan Pemihakan : berdasarkan hasil analisis kritis, didapatkan skema pelaku-pelaku (stakeholder) yang terlibat dan pola relasinya dari suatu kasus dari realitas. Pada tahap ini, ditetapkan posisi pelaku perubahan dan pemihakan terhadap suatu kelompok yang dirugikan (tertindas).

Membentuk Lingkar Inti (Allies) : yakni kumpulan orang dan/atau organisasi yang menjadi penggagas, pemrakarsa, penggerak dan pengendali utama sekaligus penentu kebijakan, tema/isu, strategi dan sasaran dari  suatu aksi/tindakan untuk perubahan. Lingkar inti juga disebut sebagai kelompok basis aksi.

Merancang Sasaran dan Strategi : untuk membuat sasaran dan strategi suatu aksi perubahan dapat dilakukan dengan mengikuti tolak ukur SMART, meliputi:
o   Spesific (khusus) : apakah rumusan sasaran kelompok memang spesifik; konkrit, jelas, fokus dan tidak terlalu umum?
o   Measurable (terukur) : apakah hasilnya nanti cukup terukur (ada indikator yang jelas dan bisa dipantau dan diketahui)?
o   Achievable (dapat diraih) : apakah sasaran atau hasil memang sesuatu yang mungkin dicapai dan diwujudkan (bukan mimpi dan angan-angan yang mustahil)?
o   Realistik (sesuai kenyataan) : apakah kelompok memang mungkin atau mampu melakukan, melaksanakan dan mencapainya (mempunyai sumber daya, kemampuan dan akses)?
o   Time-Bound (batas waktu) : apakah ada batas waktu yang jelas (kapan dan berapa lama) kelompok mencanangkan pencapaian sasaran tersebut?

Menggalang Sekutu dan Pendukung : Lingkar inti hanyalah sebagai penggerak utama suatu aksi transformatif. Namun sesungguhnya aksi ini dijalankan oleh sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok aksi. Hematnya, aksi transformatif dilakukan oleh 3 (tiga) kelompok aksi, yaitu: kelompok basis (lingkar inti), kelompok pendukung dan kelompok sekutu (sebagai garis-depan). Berikut rinciannya:
o   Kelompok Basis (lingkar inti) : sudah dibahas dimuka
o   Kelompok Pendukung : bertugas menyediakan dukungan dana, logistik, informasi, data dan akses
o   Kelompok Sekutu-Pelaksana Aksi : bertugas di garis depan khususnya di lapangan.

Membentuk Pendapat Umum : yakni suatu bentuk kampanye dan propaganda tentang suatu isu/aksi kepada khalayak ramai. Harapannya isu dan aksi tersebut diketahui dan mendapatkan dukungan dari masyarakat. Kampanye dan propaganda ini dapat dilakukan di media baik cetak maupun elektronik (bekerja sama dengan media massa), pelatihan, selebaran, demonstrasi dan sebagainya.

Pemantauan dan Evaluasi Program Aksi : dapat dilakukan melalui instrumen meliputi 4 (empat) unsur berikut:
o   Sasaran Hasil : suatu keadaan tertentu yang diinginkan dicapai setelah dilaksanakan suatu kegiatan.
o   Indikator : beberapa petunjuk tertentu yang akan meyakinkan apakah sasaran hasil itu memang sudah atau belum tercapai?
o   Pengujian : cara untuk memperoleh bukti-bukti yang menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut memang betul-betul ada atau tidak?
o   Asumsi : suatu keadaan atau hal tertentu yang menjadi prasyarat terlaksananya kegiatan yang ada rencanakan sehingga indikator itu bernar-benar bisa terwujud dan sasaran hasil tercapai.


sumber: 
Furqoni, R. 2004. Tanfidz Muktamar XIV Ikatan Remaja Muhammadiyah Periode 2004-2006. Yogyakarta: Pena Production PP IRM

- Designed by Azaki Khoirudin -