- Back to Home »
- MANIFESTO GERAKAN KRITIS-TRANSFORMATIF

sebenarnya merefleksikan pola paradigma pengembangan diri (bersifat personal) ini mendapati akarnya pada tradisi developmentalisme yang melihat sebab-musabab berbagai permasalahan sosial berasal dari kelemahan kultural, modal manusia yang lemah, kurang adanya achievement dan sebagainya. Pada masa sekarang ini paradigma pengembangan diri mengalami stagnasi karena sering tak berhasil mengatasi berbagai masalah sosial yang ada. Diperlukan suatu paradigma yang mampu melakukan perubahan pada tataran struktur dan sistem sosial, karena masalah-masalah sosial seringkali tidak disebabkan oleh kesalahan manusia ataupun kelemahan kulturalnya namun disebabkan adanya ketidakadilan yang akut di dalam struktur dan sistem sosial itu sendiri.
Oleh karena itu sudah waktuna IRM menyempurnakan
paradigma gerakannya tidak hanya berkutat pada program-program pengembangan
diri tapi juga memasuki ranah struktur dan sistem sosial yang berlaku. Gerakan
IRM seharusnya segera dilemparkan dalam alam yang lebih sosialis-realis yang
memandang berbagai permasalahan sosial khususnya berkaitan dengan dunia remaja
negeri ini sebagai akibat dari adanya ketidakadilan atau kesalahan relasi
sosial yang berperan, bukan semata kesalahan pelajar-remaja sendiri. Disinilah
IRM menempatkan dirinya sebagai Gerakan Kritik-Tranformatif. (Aksi)
Transformatif berarti perubahan yang sistematis yang meliputi aspek diri
(personal) dan struktur beserta sistem sosialnya, dilakukan dengan
partisipatoris (antara subyek dan subyek) demi kondisi masa depan yang lebih
baik. Gerakan Kritis-Transformatif ini memiliki tiga kesatuan pondasi utama
yang menjadi landasannya: “Penyadaran,
Pemberdayaan dan Pembelaan”.
PENYADARAN
Penyadaran yang dimaksud
disini dimulai dengan pemahaman bahwa dunia bukanlah tatanan yang tertutup dan
statis, realitas sosial tidak given
(apa adanya) (Freire, 1972). Artinya dunia dan realitas sosial dapat diubah dan
kewajiban seluruh manusia sesuai kodratnya sebagai Khalifah Allah di bumi ini
untuk merubah dunia dan realitas sosial ke kondisi yang lebih baik.
Penyadaran
tingkat lanjut mengarah kepada kondisi selalu belajar memahami kontradiksi
sosial, politik dan ekonomi serta mengambil tindakan untuk melawan unsur-unsur
yang menindas dalam realitas tersebut (Freire, ibid). Sikap ini mengindikasikan perilaku berpikir murni; berpikir
atas dasar keterlibatan dengan realitas.
Manusia
adalah hasil dari dunia dan pendidikannya. Namun manusia bukanlah obyek mati
yang statis. Manusia adalah makhluk dinamis yang menemukan kemanusiaanya
apabila mampu mempelajari dan memahami sebenarnya tentang kontradiksi dunia dan
pendidikan yang membentuknya. Setelah itu manusia menjadi menusiawi.
Penyadaran
tingkat akhir mengarah kepada lahirnya kesadaran tidak saja terhadap
obyek-obyek, realitas sosial, tetapi juga berbalik kepada dirinya sendiri.
Keadaran inilah yang disebut dengan kesadaran diatas kesadaran. Kesadaran yang
melahirkan kritik, mempertanyakan tentang dirinya vis a vis dengan realitas dunia sekitarnya dan keterlibatannya
dalam mengubahnya menjadi lebih baik.
PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan lahir dari
hubungan tanpa dominasi antara orang yang akan melakukan pemberdayaan dan
khalayak. Hubungan tanpa dominasi terwujud dari sifat dialogis suatu hubungan
dalam komunikasi. Dialogis disertai dengan sikap kerendahan hati. Dialog
sendiri merupakan perjumpaan diantara manusia dengan perantara dunia dan
realitas. Hematnya, pemberdayaan melibatkan trilogi antara dua manusia: pelaku
pemberdayaan dan khalayak yang dipertemukan dalam perantara dunia realitas.
Pemberdayaan
sendiri merupakan suatu bentuk pengorganisasian sumber daya untuk melakukan
perubahan, dengan mensyaratkan adanya sikap partisipatoris (sekaligus terlibat
sebagai peserta) pelaku pemberdayaan dengan khalayak. Syarat berikutnya yang
tidak kalah penting adalah adanya kepercayaan (trust), terutama dari pelaku pemberdayaan dengan khalayak. Siapapun
mereka yang bicara tentang rakyat tetapi tidak mempercayai mereka adalah omong
kosong. Kepercayaan akan mendorongnya terlibat dalam perjuangan untuk perubahan
kondisi yang lebih baik. Kepercayaan seribu kali lebih baik daripada tindakan
menurut seleranya sendiri tapi tanpa kepercayaan (Freire, ibid).
PEMBELAAN
Pembelaan
adalah bentuk keterlibatan secara langsung dalam usaha mengubah dunia dan
melakukan perubahan sosial. Pembelaan dapat juga sebagai praksis: refleksi dan
tindakan atas dunia untuk mengubahnya. Kata kuncinya adalah aksi untuk
perubahan menuju kondisi yang lebih baik.
Pembelaan
dapat berbentuk suatu advokasi. Namun advokasi disini tidak hanya terbatas pada
pembelaan kasus atau beracara di pengadilan (litigasi). Advokasi disini lebih
dimaknai dengan melakukan perubahan (to
change) secara terorganisir dan sistematis (Halloway, 1999). Pernyataan ini
mengindikasikan betapa luasnya bentuk-bentuk aksi advokasi atau pembelaan.
Pembelaan juga menunjukkan pilihan pemihakan yang harus diambil sebelum
melakukan aksi. Bagian
terakhir dari pembelaan sebagai suatu aksi untuk perubahan adalah sifat
anti-kekerasan (non-violent) yang
menjadi darah dagingnya. Suatu aksi kekerasan demi perubahan tidak akan pernah
menghasilkan perubahan yang sebenarnya. Hukum kekerasan adalah menciptakan
suatu bentuk kekerasan yang lain. Pembelaan adalah suatu aksi damai untuk suatu
perubahan kepada tatanan kehidupan yang lebih baik. Semua yang berkepentingan
diharapkan terlibat dalam aksi ini. Tidak ada yang dirugikan disana, bertujuan
demi memanusiakan manusia.
Melalui pembacaan realitas sosial ini, Ikatan Remaja Muhammadiyah
menegaskan dirinya sebagai Gerakan
Kritis Transformatif. Kritis berarti sadar, peka, peduli, dan berani
melawan ketidakadilan dalam realitas sosial. (Aksi) Transformatif berarti
perubahan yang sistematis, partisipatoris demi kondisi yang lebih baik.
INDIKATOR DAN METODOLOGI
KRITIS-TRANSFORMTIF
Penjelasan Manifesto Gerakan Kritis-Transformatif IRM
Manifesto Gerakan
Kritis-Transformatif IRM: “Penyadaran,
Pemberdayaan dan Pembelaan” dapat dijabarkan dalam beberapa indikator
Kritis-Transformatif yang meliputi 4 (empat) ranah: Indikator Kritis (Individu
dan Gerakan), Metodologi /Proses Kritis, Indikator Transformatif dan
Metodologi/Proses Transformatif. Berikut penjelasan masing-masing ranah
indikator tersebut:
Ø INDIKATOR
KRITIS
ü Individu
Kategori individu menunjukkan bahwa masing-masing
individu dalam IRM memiliki semacam kesadaran kritis sebagai salah satu bentuk
manifestasi kesadaran kritik. Karakter kritis tersebut meliputi beberapa
klasifikasi:
a.
Sadar terhadap Realitas Sosial
Karakter Sadar mengisyaratkan adanya suatu
kesadaran bahwa dunia dan realitas sosial bukanlah tatanan tertutup, given (apa
adanya) dan tidak bisa diubah. Dunia dan realitas sosial merupakan hasil kreasi
manusia yang tentu saja dapat diubah oleh manusia. Karakter ini mensyaratkan
adanya kesadaran sebagai bagian dari dunia dan realitas sosial. Kesadaran ini
akan mendorong lahirnya tanggung jawab terhadap realitas dan hasrat untuk
menciptakan dunia dan realitas sosial dengan kondisi yang lebih baik.
b.
Peka terhadap Realitas Sosial
Karakter Peka berarti bahwa individu IRM mampu
mamahami berbagai kontradiksi sosial, politik, ekonomi, budaya, agama dan
relasi masing-masing kelompok sosial dan suatu realitas. Pemahaman ini membawa
kepada pengertian tentang adanya permainan dan tarik-menarik berbagai macam
kepentingan antar kelompok dalam suatu realitas. Karakter peka ini artinnya
kemampuan mengurai adanya berbagai kontradiksi, relasi pelaku dan tarik-menarik
kepentingan dari suatu fenomena (baca: peristiwa) dalam suatu realitas sosial.
c. Peduli terhadap Realitas Sosial
Karakter Peduli merupakan realisasi dari kesadaran
dan tanggung jawab sebagai bagian dari suatu realitas sosial. Peduli
menunjukkan hasrat, ketetapan hati dan komitmen serta konsisten bahwa realitas
harus diubah dan terus diubah demi kondisi yang lebih baik. Peduli menjadi ruh
bahwa ia harus terlibat dalam aksi perubahan realitas tersebut.
d.
Aksi/Tindakan Nyata
Karakter Aksi/Tindakan adalah bagian terakhir dari
rangkaian tradisi kritis. Namun karakter ini sangat penting seolah sebagai
simpul terakhir yang tidak boleh lepas. Rangkaian tradisi kritis dan indicator
kritis sebelumnya tidak ada artinya tanpa adanya karakter terakhir ini.
Karakter Aksi/Tindakan adalah bentuk keterlibatan yang sebenarnya dalam proses
perubahan realitas untuk kondisi yang lebih baik. Karakter ini mensyaratkan
adanya pilihan keberpihakan yang jelas, keberpihakan kepada kelompok/golongan
yang dirugikan/tertindas dalam suatu relasi dari realitas. Keberpihakan menjadi
kunci utama dan pintu untuk melakukan aksi/tindakan yang sebenarnya.
ü Gerakan/Organisasi
Kategori Gerakan atau Organisasi mengindikasikan
bahwa IRM secara keseluruhan meliputi seluruh level organisasinya memiliki
kesadaran kritis secara kolektif. Berikut klasifikasinya:
a. Sadar terhadap Realitas Sosial
Karakter ini hampir sama dengan karakter sadar pada
kategori individu. Namun karakter sadar diperluas dalam arti adanya kesadaran
bahwa IRM sebagai gerakan dan organisasi merupakan bagian penting dari suatu
realitas sosial. Artinya IRM termasuk bertanggungjawab terhadap kondisi
realitas yang sebenarnya.
b. Peka terhadap Realitas Sosial
Karakter Peka disini juga hampir sama dengan
karakter sejenis pada kategori individu. Perluasannya terletak pada relasi
antar kelompok sosial dan tarik-menarik kepentingan di dalamnya. Disini IRM
dapat dikategorisasikan sebagai sebuah kelompok sosial dan tentunya juga memiliki
kepentingan tertentu dalam suatu konfigurasi realitas social. Pemahaman sebagai
kelompok sosial menjadi modal perumusan peran dan kepentingan apa yang dapat
dilakukan IRM untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Jelas bahwa IRM
mewakili kelompok remaja-pelajar, pilihan ini mengarahkan IRM untuk berperan
dan memperjuangkan kepentingan remaja-pelajar dalam percaturan antara kelompok
dalam suatu komunitas sosial.
c. Peduli dan Responsif terhadap Realitas Sosial
Karakter Peduli disini disertai dengan karakter
responsive terhadap realitas sosial. Perluasan ini berkait dengan kesadaran
bahwa IRM merupakan satu bentuk kelompok sosial dalam masyarakat.Responsif
diperlukan karena IRM mewakili kategori tertentu dari individu dalam suatu
komunitas masyarakat. Responsif yang dimaksud disini adalah kemampuan untuk
menanggapi dan mengartikulasikan kepentingan kelompok yang diwakilinya.
d. Aksi/Tindakan Nyata
Karakter ini sangat jelas. IRM harus tidak hanya
terlibat namun juga sebagai pelaku utama upaya merubah realitas sosial menuju
kondisi yang lebih baik.
e. Kesadaran perlunya Kolektifitas
Karakter ini memberi arti bahwa suatu aksi
perubahan sosial tidak bisa dilakukan sendirian. Aksi tersebut harus melibatkan
semua komponen yang ada dalam suatu komunitas sosial. Karakter ini juga memberi
arti bahwa IRM bukan satu-satunya organisasi/gerakan yang menginginkan
perubahan. Kesadaran ini mendorong suatu bentuk kerja sama dengan
lembaga/gerakan sejenis untuk merubah realitas sosial.
f.
Visioner dan Pelopor
Karakter visioner dan pelopor menunjukkan sifat IRM
yang melihat realitas sosial dan membayangkan (baca : memprediksi) apa yang
terjadi di masa mendatang. Sifat ini menjadi dasar analisis realitas sosial
yang dilakukan. Pemahaman yang dihasilkannya diharapkan memberikan pilihan pemihakan,
pilihan aksi dan prioritas program gerakan yang harus diselesaikan.
Ø METODOLOGI/PROSES
KRITIS
Metodologi Kritis memiliki dua cirri utama yaitu :
O Belajar
dari realitas atau pengalaman : disini yang nyata bukanlah teori para ahli melainkan keadaan nyata dari
masyarakat atau pengalaman seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam
keadaan nyata tersebut. Artinya tidak ada otoritas pengatahuan yang baku dan
lebih tinggi. Keabsahan sebuah pengetahuan ditentukan oleh pembuktiannya dalam
realitas tindakan atau pengalaman langsung bukan pada retorika teoretik.
O Dialogis : artinya tidak ada guru-murid disini.
Pembelajaran dan pemahaman atas realitas dilakukan bersama oleh pelaku
pemberdayaan dan khalayak dalam iklim dialogis, komunikasi tanpa adanya dominasi.
Dialogis juga berarti semua elemen terlibat dalam proses pembelajaran tersebut.
Metodologi Kritis dilakukan melalui suatu proses
Suatu Daur Belajar (dari) Pengalaman yang Terstrukturkan (Structural Experiences Laerning Cycle) meliputi: 1) melakukan, 2)
mengungkapkan dan merangkai-ulang (rekonstruksi), 3) Analisis (Kaji-urai), 4)
menyimpulkan 5) menerapkan. Berikut ini penjelasannya:
Melakukan : pertama-tama proses metodologi kritis dimulai
dari dari pengalaman atau peristiwa yang nyata.
Mengungkapkan dan merangkai-ulang (rekonstruksi) : yakni menguaraikan kembali rincian (fakta, unsure-unsur, urutan kejadian dll) dari realitas/pengalaman/peristiwa. Setelah itu realitas/pengalaman/ peristiwa tersebut diungkapkan kembali dengan diberi tanggapan, kesan terhadapnya.
Analisis (kaji-urai) : yakni mengkaji sebab-sebab dan kemajemukan kaitan-kaitan permasalahan yang ada dalam realitas tersebut. Meliputi: tatanan, aturan, system yang menjadi akar persoalan.
Kesimpulan : yakni merumuskan makna atau hakikat dari realitas tersebut sebagai suatu pelajaran dan pemahaman atau pengertian baru yang lebih utuh, berupa prinsip-prinsip berbentuk kesimpulan umum (generalisasi) dari hasil dari pengkajian atas pengalaman tersebut.
Menerapkan : yakni memutuskan untuk melakukan tindakan baru dalam rangka merubah realitas sosial menuju kondisi yang lebih baik. Pada gilirannya tindakan ini akan menjadi pengalaman dan diperlajari melalui proses awal metodologi kritis ini.
INDIKATOR
(aksi) TRANSFORMATIF
Transformatif yang dimaksud adakah suatu proses
perubahan terhadap realitas yang dilakukan secara menyeluruh (sistemik) dengan
melibatkan seluruh komponen (partisipatoris) dan bentuk perubahannya tidak
hanya dalam bentuk materiil namun juga pada tingkatan spiritual/kesadaran.
Perubahan semacam ini tidak mungkin dilakukan sendirian. Perubahan ini
dilakukan secara bersama seluruh elemen dari realitas tersebut.
Berikut indikator transformatif meliputi :
Perubahan Sistematis : yakni perubahan yang menyentuh seluruh komponen dari suatu realitas sosial, bukan perubahan secara parsial.
Partisipatoris : yakni perubahan dilakukan dengan melibatkan dengan sebenarnay seluruh elemen masyarakat. Perubahan tidak dilakukan oleh kelompok dominant saja atau regim penguasa dimana kelompok minoritas hanya boleh megikutinya saja. Perubahan juga tidak dilakukan oleh orang luar selayaknya dewa maha tahu terhadak realitas suatu komunitas.
Perubahan Spiritual dan Material : artinya perubahan meliputi dua dimensi: spiritual dan material. Dimensi spiritual merujuk kepada kesadaran. Artinya perubahan dimulai dari kesadaran terhadap realitas yang sebenarnya. Dengan dasar adanya kesadaran, perubahan baru dilakukan pada dimensi material.
Alur Metodologi Kritis : maksudnya proses perubahan mendasarkan diri pada proses dan pertahapan metodologi kritis. Perubahan transformatif tidak bisa dilepaskan dari tradisi dan metodologi kritis.
METODOLOGI
(aksi) TRANSFORMATIF
Pada dasarnya dualitas Kritis-Transformatif tidak
bisa dipisahkan satu sama lain. Suatu perilaku kritis harus diakhiri dengan
aksi/tindakan transformatif. Sebaliknya aksi transformatif tidak bisa
diwujudkan tanpa melalui pemahaman kritis terhadap realitas. Hematnya perilaku
Kritis merefleksikan bentuk pra-aksi dan transformatif menggambarkan bentuk
riil aksi yang dilakukan.
Dalam (aksi) transformatif ini terdapat beberapa
proses yang bisa juga disebut sebagai metodologi. Berikut rinciannya:
Prioritas (pilihan) isu/kasus/program : yakni hasil dari analisis kritis terhadap realitas sosial. Namun tidak berarti bahwa proses analisis terhadap realitas sudah selesai. Analisis terus dilakukan, hanya pada tahap ini, saatnya aksi/tindakan perubahan dilakukan.
Pilihan Pemihakan : berdasarkan hasil analisis kritis, didapatkan skema pelaku-pelaku (stakeholder) yang terlibat dan pola relasinya dari suatu kasus dari realitas. Pada tahap ini, ditetapkan posisi pelaku perubahan dan pemihakan terhadap suatu kelompok yang dirugikan (tertindas).
Membentuk Lingkar Inti (Allies) : yakni kumpulan orang dan/atau organisasi yang menjadi penggagas, pemrakarsa, penggerak dan pengendali utama sekaligus penentu kebijakan, tema/isu, strategi dan sasaran dari suatu aksi/tindakan untuk perubahan. Lingkar inti juga disebut sebagai kelompok basis aksi.
Merancang Sasaran dan Strategi : untuk membuat sasaran dan strategi suatu aksi perubahan dapat dilakukan dengan mengikuti tolak ukur SMART, meliputi:
o
Spesific (khusus) : apakah rumusan sasaran kelompok memang spesifik;
konkrit, jelas, fokus dan tidak terlalu umum?
o
Measurable (terukur) : apakah hasilnya nanti cukup terukur (ada
indikator yang jelas dan bisa dipantau dan diketahui)?
o
Achievable (dapat diraih) : apakah sasaran atau hasil memang sesuatu yang
mungkin dicapai dan diwujudkan (bukan mimpi dan angan-angan yang mustahil)?
o
Realistik (sesuai kenyataan) : apakah kelompok memang mungkin atau mampu
melakukan, melaksanakan dan mencapainya (mempunyai sumber daya, kemampuan dan
akses)?
o
Time-Bound (batas waktu) : apakah ada batas waktu yang jelas (kapan dan
berapa lama) kelompok mencanangkan pencapaian sasaran tersebut?
Menggalang Sekutu dan Pendukung : Lingkar inti hanyalah sebagai penggerak utama suatu aksi transformatif. Namun sesungguhnya aksi ini dijalankan oleh sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok aksi. Hematnya, aksi transformatif dilakukan oleh 3 (tiga) kelompok aksi, yaitu: kelompok basis (lingkar inti), kelompok pendukung dan kelompok sekutu (sebagai garis-depan). Berikut rinciannya:
o
Kelompok Basis (lingkar inti)
: sudah dibahas dimuka
o
Kelompok Pendukung : bertugas
menyediakan dukungan dana, logistik, informasi, data dan akses
o
Kelompok Sekutu-Pelaksana Aksi
: bertugas di garis depan khususnya di lapangan.
Membentuk Pendapat Umum : yakni suatu bentuk kampanye dan propaganda tentang suatu isu/aksi kepada khalayak ramai. Harapannya isu dan aksi tersebut diketahui dan mendapatkan dukungan dari masyarakat. Kampanye dan propaganda ini dapat dilakukan di media baik cetak maupun elektronik (bekerja sama dengan media massa), pelatihan, selebaran, demonstrasi dan sebagainya.
Pemantauan dan Evaluasi Program Aksi : dapat dilakukan melalui instrumen meliputi 4 (empat) unsur berikut:
o
Sasaran Hasil : suatu keadaan
tertentu yang diinginkan dicapai setelah dilaksanakan suatu kegiatan.
o
Indikator : beberapa petunjuk
tertentu yang akan meyakinkan apakah sasaran hasil itu memang sudah atau belum
tercapai?
o
Pengujian : cara untuk
memperoleh bukti-bukti yang menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut
memang betul-betul ada atau tidak?
o
Asumsi : suatu keadaan atau
hal tertentu yang menjadi prasyarat terlaksananya kegiatan yang ada rencanakan
sehingga indikator itu bernar-benar bisa terwujud dan sasaran hasil tercapai.
sumber:
Furqoni, R. 2004. Tanfidz Muktamar XIV Ikatan Remaja
Muhammadiyah Periode 2004-2006. Yogyakarta: Pena Production PP IRM