Oleh: Azaki Khoirudin

Muqadimah
Pasca reformasi, gerakan pelajar kembali disoroti semakin melembek dan kehilangan orientasi gerakan. Reformasi 1998, membawa keraguan kepada kalangan Muhammadiyah dan alumni IPM perihal ketetapan nama IRM yang diputuskan secara aklamasi pada acara Muktamar XII tahun 2000 di Jakarta. Keraguan itu dikarenakan beberapa alasan: pertama, nama IRM adalah produk Orde Baru, dan karena Orde Baru telah runtuh maka selayaknya IRM kembali nama ke IPM. Kedua,  basis gerakan IRM gimanapun adalah pelajar, oleh karenanya lebih baik kembali ke identitas basis tersebut yaitu pelajar. Ketiga, banyak sekolah Muhammadiyah yang tidak mau menerima IRM karena ia bukan organisasi pelajar melainkan organisasi remaja. Di samping itu, sebagian pimpinan Muhamadiyah juga mengeluh karena pelajar Muhammadiyah sudah kurang diperhatikan oleh IRM lagi lantaran orientasi gerakannya yang meluas, yaitu remaja.
Makna urgen dari perubahan nama IRM ini adalah dampaknya pada pergeseran paradigma gerakan dari pelajar yang elite, ke remaja yang “populis”. Meskipun demikian, basis gerakan ini tetaplah pelajar dan remaja secara umum. Sebagaimana dalam Muktamar tahun 1996, yang mengangkat isu pergerakan IRM sebagai gerakan yang berparadigma populis di kalangan pelajar dan remaja. Mainstream gerakan pada waktu itu adalah menyemarakkan aktivitas-aktivitas sosial remaja dengan beragam bentuk dan macamnya: kelompok sastra, kelompok ilmiah remaja, kelompok jurnalis muda, kelompok terampil dan  berjiwa kewirausahaan, kelompok seni dan teater, kelompok olah raga, dan lain sebagainya.
Strategi yang digunakan pun berpijak pada paradigma populis, yang dikenal dengan istilah penyadaran, pemberdayaan, dan advokasi. Paradigma populis, setidaknya telah mengantarkan IRM masuk pada wacana gerakan sosial baru dalam referensi gerakan sosial posmodernisme. Pada tahun 1987, IPM pernah mengangkat isu gerakan tentang sosialisme relegius, sebagai bentuk pencarian model strategi gerakan untuk melawan  kesenjangan sosial yang semakin parah akibat kebijakan Orde Baru yang tidak adil. Akan tetapi, model yang demikian kurang menemukan relevansi sosialnya di tingkat basis. Akhirnya, paradigma waktu itu, kembali pada paradigma elite yang menekankan aspek internalisasi ideologis ke Islaman dan militansi gerakan.
Paradigma gerakan populis, menghilangkan sekat-sekat primordialisme. Modus gerakan sosial baru adalah rahmatan lil’alamin, untuk rahmat seluruh alam semesta (IPM untuk semua). Lokus gerakan sosial baru saat itu, terletak pada: pertama, mengurangi birokratisme negara. Kedua, membangun kesadaran publik akan komoditas publik atau budaya konsumarisme, dan ketiga, mengontrol media massa yang dapat berdampak pada hegemonisasi dan ketergantungan manusia pada media. Untuk itu dibutuhkan kesadaran kritis yang mampu membaca interaksi dan relasi dalam struktur sosial.Arti kesadaran kritis adalah kemampuan manusia untuk merubah atau mempengaruhi relasi dan interaksi yang tidak adil, atau yang meimbulkan kekerasan,  yang sedang terjadi dalam masyarakat
Terdapat tiga ciri kesadaran kritis, pertama, sadar akan fenomena atau relasi yang tidak adil dalam masyarakat dan merasakannya. Kedua, memahami relasi struktural mengapa kekerasan atau ketidakadilan tersebut terjadi, dan memiliki agenda untuk mengatasi (merubah dan mempengaruhi) masalah tersebut. Ketiga, munculnya tindakan untuk merubah dan mempengaruhi masalah tersebut minimal secara pribadi, kemudian melakukan pengorganisasian yang menimbulkan kekuatan bersama untuk melakukan transformasi social.
Gerakan Kritis Transformatif muncul karena keterpakasaan dengan perubahan nama Ikatan Pelajar Muhammdiyah (IPM) menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM). Dengan perubahan tersebut mau tidak mau paradigma gerakan harus berubah dan mulai masuk keranah sosial. Pada Muktamar XII di Jakarta, IRM sudah mengarah ke gerakan sosial (social movement) kemudian dilanjutkan di Muktamar XIV di Bandar Lampung 2004, sampai mendeklarasikan diri sebagai Gerakan Kritis Transformatif, dengan ciri gerakan peka, sadar, dan peduli pada problem sosial, aksi nyata untuk melakukan perubahan, visioner dan memiliki sepirit kepeloporan.
Secara normatif, praksis gerakaan Kritis Transformatif diharapkan menciptakan gerakan yang lebih progresif. Akan tetapi secara empiris, gagasan dan praksis gerakan belum terinternalisasi secara mendalam pada tubuh gerakan IPM. Butuh waktu sepuluh tahun untuk mencari komposisi yang tepat corak gerakan IRM, ditambah dua tahun untuk memantapkan diri mengadopsi ramuan Gerakan Kritis Transformatif sebagai paradigma gerakan IRM. Kenyatannya, sampai sekarang kesadaran Kritis Transformatif belum terealisasi secara sempurna. Muktamar XV di Medan 2006 muncul wacana back to school dengan kata lain ingin berubah menjadi IPM, walaupun dalam musyawarah yang berskala nasional ini belum bisa merubah IRM menjadi IPM tetapi terbentuk tim eksistensi yang tugasnya mengkaji perubahan nama tersebut. Akhirnya pada Tanwir Muhammadiyah tahun 2007 di Jogja, keluarlah Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammaadiyah No. 60/KEP/I.0/B/2007 tentang perubahan nomenklatur Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Dengan berbagai macam gejolak pro dan kontra, pada Muktamar XVI di Surakarta 2008 IRM resmi menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dengan memunculkan tema “gerakan pelajar baru untuk Indonesia berkemajuan”. Kemudian pada Muktamar XVII di Bantul 2010 dimunculakan gerakan pelajar kreatif (GPK) dengan kominitas sebagai basis gerakan. Tetapi, GPK bukanlah paradigm gerakan dan miskin rekayasa social. Kemudian, yang pertanyaan sampai saat ini adalah apakah kita akan mencari selama sepuluh tahun lagi untuk menentukan paradigma gerakan IPM? Apakah masih relevan paradigma Gerakan Kritis Transformatif di pakai di IPM dalam konteks dunia saat ini? Jika GKT tidak relevan, tawaran apakah gerakan yang sesuai dengan konteks zaman saat ini?
Gerakan Krtis-Transformatif (GKT) resmi sebagai paradigma gerakan pada muktamar XIV di Bandar Lampung. Dengan bertumpu pada tiga pondasi utamanya, yaitu: Penyadaran, Pemberdayaan, dan Pembelaan. Banyak kekhawatiran jargon “kesadaran kritis“ IPM (dulu IRM) menjadi sebuah mitos yang selalu dibanggakan tanpa melihat realitas akar rumput. IPM sebagai gerakan pelajar bercirikan modern dan islam mengalami dinamikanya sendiri. Meski secara paradigma mengalami transformasi namun sejatinya mindset sebagian besar anggota tidak berubah bahkan menghadapi persoalan internal yang tidak tuntas termasuk birokratisasi diri, elitisme, problem bahasa pergerakan dan sebagainya yang menjadi hambatan tersendiri bagi proses transformasi gerakan.
Paradigma Gerakan kritis transformatif (GKT) adalah lintasan jauh ke depan lalu dikerdilkan kembali dengan persoalan militansi, kurangnya membumi, lalu diperkuat dengan kedaulatan pelajar dan dilenyapkan dengan pragmatisme, kini muktamar XVII di Bantul, Yogyakarta menunjukkan menguatnya aliran developmentalisme dalam tubuh IPM. Ideologi gerakan semakin sirna dengan kemunculan ide gerakan pelajar kreatif (GPK) yang dimanifestasikan dengan komunitas sebagai basis gerakan tanpa bobot ideologi dan miskin kerangka rekayasa sosial (social engineering).
Masihkah relevan paradigma GKT dengan ruh kesadaran kritis sebagai cara pandang dalam melihat realitas sosial? Tetapi, yang perlu diingat ialah  kesadaran kritis merupakan sebuah paradigma yang terbuka. Artinya, dimungkinkan untuk ditinjau ulang, dikritisi bahkan diganti bila tak relevan dengan semangat zaman yang senantiasa berubah. Karena itu “kesadaran kritis “tidaklah akan dijadikan berhala idealisme tanpa jejakan di bumi realitas, sebab IPM tidak akan pernah bersahabat dengan status quo yang mengabaikan perubahan yang diperlukan manusia untuk meningkatkan, melengkapi dan memperindah harkat hidup pelajar. Oleh karena itu, pembacaan realitas-kontekstual sangat diperlukan dalam mengkaji relevansi gerakan di era saat ini.

GERAKAN PELAJAR BARU: Sebuah Social Engineering?
Gerakan Pelajar Baru (New Students Movement) selanjutnya GPB ialah sebuah gerakan yang berpondasi New Social Movement dengan konteks menuju peradaban post modern, yakni pergeseran dari gelombang industri ke ilmu pengetahuan dan teknologi informasi media, dari paguyuban ke jejaring social. Munculnya GPB, ialah justifikasi atas sifat kebaruan (newness) pada masyarakat pelajar Indonesia. Sistem komunikasi modern, dan globalisasi pasar ekonomi telah menggeser paradigma masyarakat modern menuju post-modern. Spirit dari new social movement adalah memangkas hirarki dan birokrasi sehingga pergerakannya sangat cepat dan lebih responsive (progresif-berkemajuan). Apabila masih terkurung dalam birokratisasi maka tetap saja pada old social movement.
Di zaman yang serba cepat dan didukung oleh tekonologi yg luar biasa sangat menunjang gerakan ini namun Pelajar dalam hal ini adalah objek yang paling mudah menjadi korban,mengapa? Karena penguasaan teknologi dan konsumsi media bersinggungan langsung dengan pelajar. Oleh karena itu, IPM harus mampu merumuskan formula dalam rangka melawan peradaban melalui efektifitas penggunaan media. Sebagaimana spirit Islam Berkemajuan yang menjadi ideology gerakan Muhammadiyah. Gerakan yang responsive terhadap akselerasi perubahan zaman yang begitu cepat, gerakan yang relevan dengan zaman saat ini bahkan melampaui zaman. Inilah paradigma Gerakan Pelajar Baru (new student movement).
Masa awal post-modern semakin diperkuat dengan berlangsungnya revolusi di wilayah teknologi informasi dengan menjamurnya institusi-institusi yang menghasilkan, mengontrol dan menyebarkan isi teknologi informasi. Pada level individual, orientasi post-modernis tercermin dalam kebebasan individu. Konsep NKRI (Negara Kesatuan republic Indonesia) yang secara social tersatukan dengan semboyan bhenika tunggal ika dalam payung Bangsan Indonesia, berubah menjadi konsep yang rapuh.Individu menjadi berwajah ganda; yang satu berwatak global dan yang lainsangat local. Tantangan-tantangan yang dimunculkan oleh post-society menuntut sebuah gerakan pelajar baru. Disini istilah (post-society) bisa saling dipetukarkan dengan new society (komunitas baru) yang didominasi media baru (new media).
Meminjam istilah Foucaldian ‘pengetahuan adalah kekuasaan’ dalam masyarakat baru saat ini ‘kekuasaan’ telah menjadi ‘pengetahuan’. Kekuasaan adalah kemerdekaan, kebebasan, dan kemapanan pribbadi. (261). Pergeseran paradigm ini mengakibatkan sekelompok atau individu yang tak bermoral menguasai panggung kekuasaan dan politik untuk membengkokkan struktur dari birokrasi. Pada saat yang sama GPB muncul sebagai ancaman kelompok tak bermoral, yang menjadi manipulator kekuasaan politik atas dasar kolektivitas-hati-nurani (conscience-collectivities). (261) GPB merupakan transformasi ideologi materialis, kapitalis, dan industrialis yang merupakan konsepsi dari modernisme, sains, san rasionalitas menjadi post-materialis, post-kapitalis, dan post-industrialis konsepsi dari masyarakat post-modern. (262)
GPB merupakan bentuk gerakan pelajar yang menyuarakan nilai-nilai dan memperjuangkan tatanan normative sosial baru. Individu-individu GPB ini adalah komunitas terdidik baik laki-laki maupun perempuan berhati nurani (hati suci) berjuang melawan materialisme dan kaum kaya yang menguasai industrialism dan ekonomi pasar. Perjuangan gerakan pelajar baru (GPB) pada masa post-modernitas tidak lagi terarah kepada usaha mengejar capaian-capaian materi produk-produk industry, namun kepada usaha mendefinisikan kembali norma-norma dan nilai-nilai luhur kearifan local dan pesan universal Islam, kepada penguasaan barang cultural dan simbol kolektif, kepada hak-hak politik pelajar dan keadilan sosial, dan kepada sebuah pertarungan untuk mengejar ruang public untuk bertindak dan untuk diakui sebagai subyek pelaku gerakan atau tindakan kolektif tersebut. (5-6).
GPB membawa gelombang gerakan berskala luas di seputar isu yang berwatak humanis, cultural, dan non-materialistik. Tujuan dan paradigma nilai-nilai GPB pada intinya bersifat universal (rahmatan lil ‘alamin). Agenda aksi-aksi GPB diarahkan untuk membela esensi dan melindungi konsisi kemanusiaan demi masa depan kehidupan yang labih baik. Supaya pelajar tidak mengalami kejutan masa depan (future shock), yang bisa berimplikasi pada kejutan iman, kejutan akhlak, yang berpengaruh negative pada ideology palsu dan gaya hidup palsu.  Pergeseran dari masyarakat modernis ke post-modernis ini, dicerminkan oleh pergeseran serupa dalam bentuk gerakan pelajar yang berubah dari bentuk lama (klasik dan neo-klasik) menuju “new student movement” gerakan pelajar baru (GPB). Gerakan lama adalah representasi dari kapitalisme dan industrialism, yakni sebuah pantulan ekpansi dan dominasi peradaban Barat (secular) terhadap masyarakat non-Barat. Kemudian GPB menyiratkan keletihan dari reprentasi modernis itu, kemudian menuju post-modernis.
GPB merupakan pantulan atau cerminan dari citra sebuah masyarakat baru (post-society). Sebab itu GPB ini menandakan adanya kebutuhan akan sebuah paradigm baru tentang gerakan pelajar, yang menjadi gerakan alternative kebudayaan dan komunitas pelajar, dan menjadi sebuah kesadaran diri yang baru dari komunitas-komunitas tentang masa depan pelajar. (123) Ciri-Ciri GPB:
1.      Dahulu orang yang menguasai informasi dan pengetahuan adalah yang berkuasa, tetapi bagi konteks GPB kuasa adalah infoormasi. Mereka yang berkuasa adalah yang memegang kendali informasi melalui media dan membentuk opini bahkan ideologi masyarakat. (126),
2.      GPB adalah gerakan transnasional yang menyarakan, mengarahkan, dan berjuang bagi isu-isu kemanusiaan, dan eksistensi manusia yang bermartabat dan bermasa depan di dunia, (128),
3.      GPB tidak bersifat sosio-politik tapi lebih pada sosio-kultural. GPB tidak terjebak dengan gerakan-gerakan karya yang material tetapi juga disertai makna tindakan. (130), jadi GPB lebih kepada melakukan transformasi nilai paradigm gerakan.
GPB adalah “minoritas” , “gerakan elit”, (khoiru ummah), atau gerakan terbaik di tengah gerakan pelajar lain. (160). Tetapi, tipe utama GPB secara aktif menyuarakan nilai-nilai pasifis (suka damai), non-kekerasan, pan-humanis, homofili dan universal (untuk semua). (362). GPB bersifat non politik. (263). Tipe GPB yang pan-humanis dan inklusif selalu melakukan pembacaan realitas masyarakat kontemporer post-modernis yang saat ini ditentukan oleh pasar, teknologi, informasi, komunikasi, dan perkembangan demokratisasi pada level global. (264).
Perlu  diketahui bahwa peradaban adalah manusia sebagai sentral penggeraknya sehingga manusialah yang menentukan kemana arah gerak peradaban dan bagaimana perdaban dimulai atau berkembang. Konsekuensi bagi IPM dengan pilihan GPB sebagai paradigma gerakan yang harus dilakukan oleh gerakan IPM adalah:
1.      IPM harus memperamping birokratisasi melalui media, dimana untuk komunikasi lgsg ke grassroot harus lebih cepat dn efektif.
2.      IPM harus melawan efek negatif media dengan melawan kemapanan (status quo), yang berbentuk ideology palsu. Artinya, media harus lebih bermanfaat optimal daripada hanya sekedar pengguna saja, melainkan mengambil peran dan harus memahami  betul konsekuensi logis dari poduk-produk saat ini.
3.      IPM harus lebih konsen pdaa capaian yang terukur, fokus pada titik yang dibidik dan akuntabilitas. Sehingga, IPM lebih responsive dan mengena, meski tidak semua bisa terjamah oleh IPM.
4.      Media adalah lahan utama IPM yg wajib dioptimalkan  manfaatnya. Sebagai ontoh revolusi mesir 80% membangun pemahaman dan menjaring simpatisan melalui social networking dan 20% turun kelapangan.dan Jatim untuk IPM kedepan sosialisasi GPB dn membangun metode berpikir 80% media dan 20% Muktamar.

PARADIGMA GERAKAN
Paradigma ialah cara pandang (world view), kaca mata atau ideologi  gerakan yang digunakan sebagai alat membaca fenomena sosial sebelum melakukan rekayasa sosial. KH Ahmad Dahlan memiliki konsep tentang kesempurnaan budi untuk melihat baik-buruk, benar-salah, dan kebahagiaan-kesengsaraan. Paradigma tersebut dapat dicapai jika dengan akal yang sempurna”, yaitu, 1). Keilmuan, arti ilmu di sini adalah inti ajaran Islam dengan satu asas kebenaran yang memandang bahwa semua manusia berkedudukan sama. 2). Kritis-terbuka yaitu mengunakan akal-kritis dan kreatif-bebas yang diperoleh dari belajar (3). Hati suci, artinya kebenaran hanyalah satu, sesuai dengam hati dan akal-pikiran yang suci dan berfungsi bagi kebahagiaan dan kegembiraan sebagian besar manusia.
Paradigma Keilmuan
Keilmuan sebagai kerangka paradigma IPM maksudnya ialah dalam melakukan gerakan, IPM harus berdasarkan kepada ilmu pengetahuan. Paradigma keilmuan yang digunakan IPM ialah paradigma integrasi-interkoneksi, bahwa realitas ilmu pengetahuan harus bersatu padu dan saling terhubung satu sama lain dengan pengetahuan Agama. Ilmu pengetahuan antara ayat-ayat Kauniyah, Kauliyah dan Nafsiyah harus digunakan menjadi sumber masalah bagian garapan gerakan IPM. Artinya, sumber pengetahuan yang pertama, ialah Al-Qur’an dan al-Sunnah, kedua, ialah realitas alam semesta, dan ketiga, kontesktual social masyarakat sehingga menimbulkan kesadaran realitas teks, dan konteks alam semesta maupun konteks social masyarakat,
Paradigma Kritis-Terbuka
Paradigma kritis ialah paradigma yang menggunakan kesadaran kritis lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Paradigma kritis dalam gerakan pelajar, melatih pelajar untuk mampu mengidentifikasi ‘ketidakadilan’ dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Tetapi,  paradigma kritis terbuka adalah pandangan yang tidak rigid, kaku, dan tidak mengenal kompromi karena ada fanatisme kebenaran yang kita punya semula. Jika paradigma ini dipegang, kita akan mudah mengidentifikasi permasalahan dan juga menerima kebenaran. Sehingga menghasilkan kesadaran kritis, namun terbuka.
Paradigma Hati Suci
Paradigma hati suci dalam GPB disebut dengan kolektivitas hati nurani. Dengan perkataan lain, dalam membaca atau melihat permasalahan ialah menggunakan kacamata atau suara hati nurani, melalui hakikat diri manusia yang paling mendalam, yaitu kalbu.  Kalbu adalah letak yang paling mendalam rasa kesadaran manusia, yang reflektif. Inilah puncak kesadaran tertinggi manusia dalam melihat masalah social. Kebenaran akan bisa didapatkan dengan hati-suci, yang bersih yang didalamnya tertanam nilai-nilai luhur.
Dengan konstruksi tiga paradigma gerakan ini, IPM sebagai GPB akan mampu melihat permasalahan secara holistic ditengah peradaban yang spektekular ini. Pasca gelombang ketiga yang ditandai IPTEK dan IT dibutuhkan sebuah gelombang gerakan kebijaksanaan (hikmah) yang membawa nilai penyelamat masa depan umat manusia baik di dunia maupun di ahirat. Wallahu A’lam.

SUMBER PENA
Abdul Munir Mulkhan. 2003. NYUFI CARA BARU: KH Ahmad Dahlan & Petani Modernis. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
_________________. 2010. Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
__________________. 2010. Warisan Intelektual. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Ahmad Syafii Maarif. 2009. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah refleksi Sejarah. Bandung: Mizan
Azaki Khoirudin. 2012. Fajar Baru: Mempertajam Ujung Pena Gerakan Pelajar Muhammadiyah yang Mulai Tumpul. Bojonegoro: Ilmi Publisher.
Freire, Paulo. 2007. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mansour Fakih, Roem Topatimasang, Toto Rahardjo/Penyunting. 2000. Pendidikan Populer: Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhammad Karim. 2009. Pendidikan Kritis Transformatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nurcholish Madjid. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban: sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemoderenan. Jakarta: Paramadina
Pimpinan Pusat IPM. 2008. Tanfidz Keputusan Muktamar IPM XVI. PP IPM: Jakarta-Yogyakarta.
Pimpinan Pusat IPM. 2010. Tanfidz Keputusan Muktamar IPM XVII. PP IPM: Jakarta-Yogyakarta
Ritzer, George & Googman, Douglas J. 2011. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Modern,. Bantul:  Kreasi Wacana,  
Saud  El Hujjaj. 2009. Membincang IRM dan Wacana Gerakan Sosial Baru: http://moeljadi.multiply.com
Singh, Rajendra. 2010. Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta: Resist Book.
Sudibyo Markus dkk. 2011. MENUJU PERADABAN UTAMA: Membedah Peran Muhammadiyah di Ruang Publik. Jakarta: al-Wasat


[1] Disarikan dari hasil ijtihad teman-teman Tim Kajian Materi Muktamar XVIII Palembang 2012 oleh Pimpinan Wilayah IPM Jawa Timur, yaitu: Ipmawan Azaki Khoirudin,  Ipmawan A. Nurefendi Fradana, Ipwawati Wenny Dwi Renlarasati, dan Ipmawati Arifah Cahyo Andini Suparmun

- Designed by Azaki Khoirudin -