- Back to Home »
- TAJDID PARADIGMA: Gerakan Pelajar Baru di Era Post-Dunia Ketiga?[1]
Muqadimah
Pasca reformasi,
gerakan pelajar kembali disoroti semakin melembek dan kehilangan orientasi
gerakan. Reformasi 1998, membawa keraguan kepada kalangan
Muhammadiyah dan alumni IPM perihal ketetapan nama IRM yang diputuskan secara
aklamasi pada acara Muktamar XII tahun
2000 di Jakarta. Keraguan itu dikarenakan beberapa alasan: pertama, nama IRM adalah produk
Orde Baru, dan karena Orde Baru telah runtuh maka selayaknya IRM kembali nama
ke IPM. Kedua, basis gerakan IRM gimanapun adalah pelajar, oleh
karenanya lebih baik kembali ke identitas basis tersebut yaitu pelajar. Ketiga,
banyak sekolah Muhammadiyah yang tidak mau menerima IRM karena ia bukan
organisasi pelajar melainkan organisasi remaja. Di samping itu, sebagian
pimpinan Muhamadiyah juga mengeluh karena pelajar Muhammadiyah sudah kurang
diperhatikan oleh IRM lagi lantaran orientasi gerakannya yang meluas, yaitu
remaja.
Makna urgen dari perubahan nama IRM ini adalah dampaknya pada
pergeseran paradigma gerakan dari pelajar yang “elite”, ke
remaja yang “populis”. Meskipun demikian, basis gerakan ini tetaplah pelajar
dan remaja secara umum. Sebagaimana dalam Muktamar tahun 1996, yang mengangkat
isu pergerakan IRM sebagai gerakan yang berparadigma populis di kalangan
pelajar dan remaja. Mainstream
gerakan pada waktu itu adalah menyemarakkan aktivitas-aktivitas sosial remaja
dengan beragam bentuk dan macamnya: kelompok sastra, kelompok ilmiah remaja,
kelompok jurnalis muda, kelompok terampil dan berjiwa kewirausahaan,
kelompok seni dan teater, kelompok olah raga, dan lain sebagainya.
Strategi
yang digunakan pun berpijak pada paradigma populis, yang dikenal dengan istilah
penyadaran, pemberdayaan, dan advokasi. Paradigma populis, setidaknya telah mengantarkan IRM masuk pada wacana gerakan sosial baru dalam referensi
gerakan sosial posmodernisme. Pada tahun 1987, IPM pernah mengangkat isu
gerakan tentang sosialisme relegius, sebagai bentuk pencarian model strategi
gerakan untuk melawan kesenjangan sosial yang semakin parah akibat
kebijakan Orde Baru yang tidak adil. Akan tetapi, model yang demikian kurang
menemukan relevansi sosialnya di tingkat basis. Akhirnya, paradigma waktu itu,
kembali pada paradigma elite yang menekankan aspek
internalisasi ideologis ke Islaman dan militansi gerakan.
Paradigma
gerakan populis, menghilangkan sekat-sekat primordialisme.
Modus gerakan sosial baru adalah rahmatan lil’alamin, untuk rahmat seluruh alam semesta (IPM untuk semua). Lokus gerakan sosial baru saat itu, terletak pada: pertama, mengurangi birokratisme
negara. Kedua, membangun kesadaran publik akan komoditas publik atau
budaya konsumarisme, dan ketiga, mengontrol
media massa yang dapat berdampak pada hegemonisasi dan ketergantungan manusia
pada media. Untuk itu dibutuhkan kesadaran kritis yang mampu membaca interaksi
dan relasi dalam struktur sosial.Arti kesadaran kritis adalah kemampuan manusia untuk
merubah atau mempengaruhi relasi dan interaksi yang tidak adil, atau yang
meimbulkan kekerasan, yang sedang terjadi dalam masyarakat
Terdapat tiga ciri kesadaran kritis, pertama,
sadar akan fenomena atau relasi yang tidak adil dalam masyarakat dan
merasakannya. Kedua, memahami relasi struktural mengapa kekerasan atau
ketidakadilan tersebut terjadi, dan memiliki agenda untuk mengatasi (merubah
dan mempengaruhi) masalah tersebut. Ketiga, munculnya tindakan untuk
merubah dan mempengaruhi masalah tersebut minimal secara pribadi, kemudian
melakukan pengorganisasian yang menimbulkan kekuatan bersama untuk melakukan transformasi social.
Gerakan Kritis Transformatif muncul karena keterpakasaan dengan
perubahan nama Ikatan Pelajar Muhammdiyah (IPM) menjadi Ikatan Remaja
Muhammadiyah (IRM). Dengan perubahan tersebut mau tidak mau paradigma gerakan
harus berubah dan mulai masuk keranah sosial. Pada Muktamar XII di Jakarta, IRM sudah mengarah ke gerakan sosial
(social movement) kemudian dilanjutkan di Muktamar
XIV di Bandar Lampung 2004, sampai mendeklarasikan diri sebagai Gerakan Kritis Transformatif,
dengan ciri gerakan peka, sadar, dan peduli pada problem sosial, aksi nyata
untuk melakukan perubahan, visioner dan memiliki sepirit kepeloporan.
Secara normatif, praksis gerakaan Kritis Transformatif diharapkan
menciptakan gerakan yang lebih progresif. Akan tetapi secara empiris, gagasan
dan praksis gerakan belum terinternalisasi secara mendalam pada tubuh gerakan
IPM. Butuh waktu sepuluh tahun untuk mencari komposisi yang tepat corak gerakan
IRM, ditambah dua tahun untuk memantapkan diri mengadopsi ramuan Gerakan Kritis
Transformatif sebagai paradigma gerakan IRM. Kenyatannya, sampai sekarang
kesadaran Kritis Transformatif belum terealisasi secara sempurna. Muktamar XV di Medan 2006 muncul wacana
back to school dengan kata lain ingin berubah menjadi IPM, walaupun dalam
musyawarah yang berskala nasional ini belum bisa merubah IRM menjadi IPM tetapi
terbentuk tim eksistensi yang tugasnya mengkaji perubahan nama tersebut.
Akhirnya pada Tanwir Muhammadiyah tahun 2007 di Jogja, keluarlah Surat
Keputusan Pimpinan Pusat Muhammaadiyah No. 60/KEP/I.0/B/2007 tentang perubahan
nomenklatur Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) menjadi Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM).
Dengan berbagai macam gejolak pro dan kontra, pada Muktamar XVI di Surakarta 2008 IRM resmi menjadi Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, dengan memunculkan tema “gerakan pelajar baru untuk Indonesia
berkemajuan”. Kemudian pada Muktamar
XVII di Bantul 2010 dimunculakan
gerakan pelajar kreatif (GPK) dengan kominitas sebagai basis gerakan. Tetapi,
GPK bukanlah paradigm gerakan dan miskin rekayasa social. Kemudian, yang
pertanyaan sampai saat ini adalah apakah kita akan mencari selama sepuluh tahun
lagi untuk menentukan paradigma gerakan IPM? Apakah masih relevan paradigma Gerakan
Kritis Transformatif di pakai di IPM dalam konteks dunia saat ini? Jika GKT
tidak relevan, tawaran apakah gerakan yang sesuai dengan konteks zaman saat
ini?
Gerakan Krtis-Transformatif (GKT) resmi sebagai paradigma
gerakan pada muktamar XIV di Bandar Lampung. Dengan bertumpu pada tiga pondasi
utamanya, yaitu: Penyadaran,
Pemberdayaan, dan Pembelaan. Banyak
kekhawatiran jargon “kesadaran kritis“ IPM (dulu IRM) menjadi sebuah mitos yang
selalu dibanggakan tanpa melihat realitas akar rumput. IPM sebagai
gerakan pelajar bercirikan modern dan islam mengalami dinamikanya sendiri.
Meski secara paradigma mengalami transformasi namun sejatinya mindset sebagian
besar anggota tidak berubah bahkan menghadapi persoalan internal yang tidak
tuntas termasuk birokratisasi diri, elitisme, problem bahasa pergerakan dan
sebagainya yang menjadi hambatan tersendiri bagi proses transformasi gerakan.
Paradigma Gerakan
kritis transformatif (GKT) adalah lintasan jauh ke depan lalu dikerdilkan
kembali dengan persoalan militansi, kurangnya membumi, lalu diperkuat dengan
kedaulatan pelajar dan dilenyapkan dengan pragmatisme, kini muktamar XVII di
Bantul, Yogyakarta menunjukkan menguatnya aliran developmentalisme dalam tubuh
IPM. Ideologi gerakan semakin sirna dengan kemunculan ide gerakan pelajar
kreatif (GPK) yang dimanifestasikan dengan komunitas sebagai basis gerakan
tanpa bobot ideologi dan miskin kerangka rekayasa sosial (social engineering).
Masihkah relevan paradigma GKT dengan ruh kesadaran kritis
sebagai cara pandang dalam melihat realitas sosial? Tetapi, yang perlu diingat
ialah kesadaran kritis merupakan sebuah
paradigma yang terbuka. Artinya, dimungkinkan untuk ditinjau ulang, dikritisi
bahkan diganti bila tak relevan dengan semangat zaman yang senantiasa berubah.
Karena itu “kesadaran kritis “tidaklah akan dijadikan berhala idealisme tanpa
jejakan di bumi realitas, sebab IPM tidak akan pernah bersahabat dengan status quo yang mengabaikan perubahan
yang diperlukan manusia untuk meningkatkan, melengkapi dan memperindah harkat
hidup pelajar. Oleh karena itu, pembacaan realitas-kontekstual sangat
diperlukan dalam mengkaji relevansi gerakan di era saat ini.
GERAKAN PELAJAR BARU: Sebuah Social Engineering?
Gerakan
Pelajar Baru (New Students Movement)
selanjutnya GPB ialah sebuah gerakan yang berpondasi New Social Movement dengan
konteks menuju peradaban post modern, yakni pergeseran dari gelombang industri
ke ilmu pengetahuan dan teknologi informasi media, dari paguyuban ke jejaring
social. Munculnya GPB, ialah
justifikasi atas sifat kebaruan (newness)
pada masyarakat pelajar Indonesia. Sistem komunikasi modern, dan globalisasi
pasar ekonomi telah menggeser paradigma masyarakat modern menuju post-modern. Spirit
dari new social movement adalah
memangkas hirarki dan birokrasi sehingga pergerakannya sangat cepat dan lebih
responsive (progresif-berkemajuan). Apabila masih terkurung dalam birokratisasi
maka tetap saja pada old social movement.
Di
zaman yang serba cepat dan didukung oleh tekonologi yg luar biasa sangat
menunjang gerakan ini namun Pelajar dalam
hal ini adalah objek yang paling mudah menjadi korban,mengapa? Karena penguasaan teknologi dan konsumsi media bersinggungan
langsung dengan pelajar. Oleh karena itu, IPM harus mampu merumuskan formula
dalam rangka melawan peradaban melalui efektifitas penggunaan media.
Sebagaimana spirit Islam Berkemajuan yang menjadi ideology gerakan
Muhammadiyah. Gerakan yang responsive terhadap akselerasi perubahan zaman yang
begitu cepat, gerakan yang relevan dengan zaman saat ini bahkan melampaui
zaman. Inilah paradigma Gerakan Pelajar Baru (new student movement).
Masa awal post-modern semakin diperkuat dengan berlangsungnya revolusi
di wilayah teknologi informasi dengan menjamurnya institusi-institusi yang
menghasilkan, mengontrol dan menyebarkan isi teknologi informasi. Pada level
individual, orientasi post-modernis tercermin dalam kebebasan individu. Konsep
NKRI (Negara Kesatuan republic Indonesia) yang secara social tersatukan dengan
semboyan bhenika tunggal ika dalam payung Bangsan Indonesia, berubah menjadi
konsep yang rapuh.Individu menjadi berwajah ganda; yang satu berwatak global
dan yang lainsangat local. Tantangan-tantangan yang dimunculkan oleh post-society menuntut sebuah gerakan
pelajar baru. Disini istilah (post-society)
bisa saling dipetukarkan dengan new
society (komunitas baru) yang didominasi media baru (new media).
Meminjam istilah Foucaldian ‘pengetahuan adalah kekuasaan’
dalam masyarakat baru saat ini ‘kekuasaan’
telah menjadi ‘pengetahuan’.
Kekuasaan adalah kemerdekaan, kebebasan, dan kemapanan pribbadi. (261).
Pergeseran paradigm ini mengakibatkan sekelompok atau individu yang tak
bermoral menguasai panggung kekuasaan dan politik untuk membengkokkan struktur
dari birokrasi. Pada saat yang sama GPB muncul sebagai ancaman kelompok tak
bermoral, yang menjadi manipulator kekuasaan politik atas dasar
kolektivitas-hati-nurani (conscience-collectivities).
(261) GPB merupakan transformasi ideologi materialis, kapitalis, dan
industrialis yang merupakan konsepsi dari modernisme, sains, san rasionalitas
menjadi post-materialis, post-kapitalis, dan post-industrialis konsepsi dari
masyarakat post-modern. (262)
GPB merupakan bentuk gerakan pelajar yang menyuarakan
nilai-nilai dan memperjuangkan tatanan normative sosial baru. Individu-individu
GPB ini adalah komunitas terdidik baik laki-laki maupun perempuan berhati
nurani (hati suci) berjuang melawan materialisme dan kaum kaya yang menguasai
industrialism dan ekonomi pasar. Perjuangan gerakan
pelajar baru (GPB) pada masa post-modernitas tidak lagi terarah kepada usaha
mengejar capaian-capaian materi produk-produk industry, namun kepada usaha
mendefinisikan kembali norma-norma dan nilai-nilai luhur kearifan local dan
pesan universal Islam, kepada penguasaan barang cultural dan simbol kolektif,
kepada hak-hak politik pelajar dan keadilan sosial, dan kepada sebuah
pertarungan untuk mengejar ruang public untuk bertindak dan untuk diakui
sebagai subyek pelaku gerakan atau tindakan kolektif tersebut. (5-6).
GPB membawa gelombang gerakan berskala luas di seputar isu
yang berwatak humanis, cultural, dan non-materialistik. Tujuan dan paradigma
nilai-nilai GPB pada intinya bersifat universal (rahmatan lil ‘alamin). Agenda aksi-aksi GPB diarahkan untuk membela
esensi dan melindungi konsisi kemanusiaan demi masa depan kehidupan yang labih
baik. Supaya pelajar tidak mengalami kejutan masa depan (future shock), yang
bisa berimplikasi pada kejutan iman, kejutan akhlak, yang berpengaruh negative
pada ideology palsu dan gaya hidup palsu. Pergeseran dari masyarakat modernis ke post-modernis
ini, dicerminkan oleh pergeseran serupa dalam bentuk gerakan pelajar yang
berubah dari bentuk lama (klasik dan neo-klasik) menuju “new student movement” gerakan pelajar baru (GPB). Gerakan lama
adalah representasi dari kapitalisme dan industrialism, yakni sebuah pantulan
ekpansi dan dominasi peradaban Barat (secular) terhadap masyarakat non-Barat.
Kemudian GPB menyiratkan keletihan dari reprentasi modernis itu, kemudian
menuju post-modernis.
GPB merupakan pantulan atau cerminan dari citra sebuah
masyarakat baru (post-society). Sebab itu GPB ini menandakan adanya kebutuhan
akan sebuah paradigm baru tentang gerakan pelajar, yang menjadi gerakan
alternative kebudayaan dan komunitas pelajar, dan menjadi sebuah kesadaran diri
yang baru dari komunitas-komunitas tentang masa depan pelajar. (123) Ciri-Ciri GPB:
1.
Dahulu orang yang menguasai
informasi dan pengetahuan adalah yang berkuasa, tetapi bagi konteks GPB kuasa
adalah infoormasi. Mereka yang berkuasa adalah yang memegang kendali informasi
melalui media dan membentuk opini bahkan ideologi masyarakat. (126),
2.
GPB adalah gerakan
transnasional yang menyarakan, mengarahkan, dan berjuang bagi isu-isu
kemanusiaan, dan eksistensi manusia yang bermartabat dan bermasa depan di
dunia, (128),
3.
GPB tidak bersifat
sosio-politik tapi lebih pada sosio-kultural. GPB tidak terjebak dengan
gerakan-gerakan karya yang material tetapi juga disertai makna tindakan. (130),
jadi GPB lebih kepada melakukan transformasi nilai paradigm gerakan.
GPB adalah “minoritas” , “gerakan elit”, (khoiru ummah),
atau gerakan terbaik di tengah gerakan pelajar lain. (160). Tetapi, tipe utama
GPB secara aktif menyuarakan nilai-nilai pasifis (suka damai), non-kekerasan,
pan-humanis, homofili dan universal (untuk semua). (362). GPB bersifat non
politik. (263). Tipe GPB yang pan-humanis dan inklusif selalu melakukan
pembacaan realitas masyarakat kontemporer post-modernis yang saat ini
ditentukan oleh pasar, teknologi,
informasi, komunikasi, dan perkembangan demokratisasi pada level global.
(264).
Perlu diketahui bahwa peradaban adalah manusia
sebagai sentral penggeraknya sehingga manusialah yang menentukan kemana arah
gerak peradaban dan bagaimana perdaban dimulai atau berkembang. Konsekuensi bagi IPM dengan pilihan GPB sebagai paradigma
gerakan yang harus dilakukan oleh gerakan IPM adalah:
1. IPM
harus memperamping birokratisasi melalui media, dimana untuk komunikasi lgsg ke
grassroot harus lebih cepat dn efektif.
2. IPM
harus melawan efek negatif media dengan melawan kemapanan (status quo), yang berbentuk
ideology palsu. Artinya, media harus lebih bermanfaat optimal daripada hanya
sekedar pengguna saja, melainkan mengambil peran dan harus memahami betul konsekuensi logis dari poduk-produk
saat ini.
3. IPM
harus lebih konsen pdaa capaian yang terukur, fokus pada titik yang dibidik dan
akuntabilitas. Sehingga, IPM lebih responsive dan mengena, meski tidak semua
bisa terjamah oleh IPM.
4. Media
adalah lahan utama IPM yg wajib dioptimalkan
manfaatnya. Sebagai ontoh revolusi mesir 80% membangun pemahaman dan
menjaring simpatisan melalui social networking dan 20% turun kelapangan.dan
Jatim untuk IPM kedepan sosialisasi GPB dn membangun metode berpikir 80% media
dan 20% Muktamar.
PARADIGMA GERAKAN
Paradigma ialah cara pandang (world view), kaca mata atau ideologi gerakan yang digunakan sebagai alat membaca
fenomena sosial sebelum melakukan rekayasa sosial. KH
Ahmad Dahlan memiliki konsep tentang kesempurnaan budi untuk melihat
baik-buruk, benar-salah, dan kebahagiaan-kesengsaraan. Paradigma tersebut dapat
dicapai jika dengan “akal yang
sempurna”, yaitu, 1). Keilmuan, arti ilmu
di sini adalah inti ajaran Islam dengan satu asas kebenaran yang memandang
bahwa semua manusia berkedudukan sama. 2). Kritis-terbuka yaitu
mengunakan akal-kritis dan kreatif-bebas yang diperoleh dari belajar (3). Hati suci, artinya kebenaran hanyalah satu, sesuai
dengam hati dan akal-pikiran yang suci dan berfungsi bagi kebahagiaan dan
kegembiraan sebagian besar manusia.
Paradigma Keilmuan
Keilmuan sebagai kerangka paradigma IPM maksudnya
ialah dalam melakukan gerakan, IPM harus berdasarkan kepada ilmu pengetahuan.
Paradigma keilmuan yang digunakan IPM ialah paradigma integrasi-interkoneksi,
bahwa realitas ilmu pengetahuan harus bersatu padu dan saling terhubung satu
sama lain dengan pengetahuan Agama. Ilmu pengetahuan antara ayat-ayat Kauniyah,
Kauliyah dan Nafsiyah harus digunakan menjadi sumber masalah bagian garapan
gerakan IPM. Artinya, sumber pengetahuan yang pertama, ialah Al-Qur’an dan
al-Sunnah, kedua, ialah realitas alam semesta, dan ketiga, kontesktual social
masyarakat sehingga menimbulkan kesadaran realitas teks, dan konteks alam
semesta maupun konteks social masyarakat,
Paradigma Kritis-Terbuka
Paradigma kritis ialah paradigma yang menggunakan kesadaran kritis lebih melihat aspek sistem dan struktur
sebagai sumber masalah. Paradigma kritis dalam gerakan pelajar, melatih pelajar
untuk mampu mengidentifikasi ‘ketidakadilan’ dalam sistem dan struktur yang
ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu
bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Tetapi, paradigma kritis terbuka adalah pandangan yang
tidak rigid, kaku, dan tidak mengenal kompromi karena ada fanatisme kebenaran
yang kita punya semula. Jika paradigma ini dipegang, kita akan mudah
mengidentifikasi permasalahan dan juga menerima kebenaran. Sehingga
menghasilkan kesadaran kritis, namun terbuka.
Paradigma Hati Suci
Paradigma hati suci dalam GPB disebut dengan
kolektivitas hati nurani. Dengan
perkataan lain, dalam membaca atau melihat permasalahan ialah menggunakan
kacamata atau suara hati nurani, melalui hakikat diri manusia yang paling
mendalam, yaitu kalbu. Kalbu adalah
letak yang paling mendalam rasa kesadaran manusia, yang reflektif. Inilah
puncak kesadaran tertinggi manusia dalam melihat masalah social. Kebenaran akan
bisa didapatkan dengan hati-suci, yang bersih yang didalamnya tertanam
nilai-nilai luhur.
Dengan konstruksi tiga paradigma gerakan ini, IPM sebagai
GPB akan mampu melihat permasalahan secara holistic ditengah peradaban yang
spektekular ini. Pasca gelombang ketiga yang ditandai IPTEK dan IT dibutuhkan
sebuah gelombang gerakan kebijaksanaan (hikmah) yang membawa nilai penyelamat
masa depan umat manusia baik di dunia maupun di ahirat. Wallahu A’lam.
SUMBER PENA
Abdul Munir
Mulkhan. 2003. NYUFI CARA BARU: KH Ahmad
Dahlan & Petani Modernis. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
_________________. 2010. Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
__________________. 2010. Warisan Intelektual. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.
Ahmad Syafii
Maarif. 2009. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah
refleksi Sejarah. Bandung: Mizan
Azaki Khoirudin. 2012. Fajar Baru: Mempertajam Ujung Pena Gerakan
Pelajar Muhammadiyah yang Mulai Tumpul. Bojonegoro: Ilmi Publisher.
Freire, Paulo.
2007. Politik Pendidikan: Kebudayaan,
Kekuasaan, dan Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kuntowijoyo.
2006. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mansour
Fakih, Roem Topatimasang, Toto Rahardjo/Penyunting. 2000. Pendidikan Populer: Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Muhammad Karim. 2009. Pendidikan Kritis Transformatif.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nurcholish Madjid. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban: sebuah telaah
kritis tentang masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemoderenan. Jakarta:
Paramadina
Pimpinan Pusat
IPM. 2008. Tanfidz Keputusan Muktamar IPM XVI. PP IPM: Jakarta-Yogyakarta.
Pimpinan Pusat
IPM. 2010. Tanfidz Keputusan Muktamar IPM XVII. PP IPM: Jakarta-Yogyakarta
Ritzer, George & Googman, Douglas J. 2011. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan
Mutakhir Teori Sosial Modern,. Bantul:
Kreasi Wacana,
Saud El
Hujjaj. 2009. Membincang IRM dan Wacana
Gerakan Sosial Baru: http://moeljadi.multiply.com
Singh,
Rajendra. 2010. Gerakan Sosial Baru.
Yogyakarta: Resist Book.
Sudibyo Markus
dkk. 2011. MENUJU PERADABAN UTAMA: Membedah Peran Muhammadiyah di Ruang Publik.
Jakarta: al-Wasat
[1] Disarikan dari hasil ijtihad teman-teman Tim
Kajian Materi Muktamar XVIII Palembang 2012 oleh Pimpinan Wilayah IPM Jawa
Timur, yaitu: Ipmawan Azaki Khoirudin, Ipmawan A. Nurefendi Fradana, Ipwawati Wenny Dwi Renlarasati, dan Ipmawati Arifah
Cahyo Andini Suparmun