Add caption

PENGAYAAN  SPI


1.      Falsafah Pergerakan (Filsafat Sejarah)
*      Ruang – Think global Act Local (Berfikir Global, Aksi Lokal)
*      Waktu- Tobe come – (Proses menuju umat yang lebih baik)
*      Epistem Sosial, (Unsur  kebudayaan dominan dalam masyarakat)


2.   Terminologi Perkaderan :
*      Kader sebagai Bingkai
*      Kader sebagai penggerak inti organisasi
*      Upaya transformative

3.      Falsafah Perkaderan :
*      Perkaderan sebagai proses penanaman nilai gerakan.
*      Perkaderan sebagai wadah pencerahan kerangka pikir yang dilakukan dalam satu kesatuan waktu (Penyiapan, Proses, Follow-up).
*      Filsafat Perkaderan :
Antologis- Proses Education yakni upaya pencerahan Nalar,Spritual dan jasmani.
Epistemologi : Kesadaran nilai :
1.     Keislaman
2.     Keimanan
3.     Kekaderan
4.     Kemanusiaan dan Kebudayaan.
Axiologi : Perubahan pada (ide dan Aksi) :
a.      Kerangka  pikir
b.      Personaliti
c.       Tindakan

4.    Nilai dasar Perkaderan  (Khittah Perjuangan)
*      Orientasi ideologi gerkan
*      Kritisisme
*      Keadilan Sosial

5.  Latar Belakang SPI Dirubah
            Mengapa SPI dirubah  ?
*      Sejarah :
SPI Tomang
SPI  Merah Makassar tahun 1986
SPI Biru Malang tahun 1994
SPI Hijau Makassar tahun 2002
Dari  proses tersebut mensyaratkan Reorientasi dan Rekonstruksi pergerakan dalam interval waktu +  10 Tahun, pada teks SPI hal ini dikarenakan dua faktor yakni Eksoterik (perubahan pada realitas sosial) dan Esoterik( Perubahan ide dan wacana pergerakan)
Metode dan Materi harus konsisten antara gerak dan proses.
Pembuktian hasil dilakukan dengan memperhatikan Das Solen (Kenyataan) dan Das Sein (Harapan)

Judul tulisan ini sebenarnya mengandung tema yang sudah basi, artinya sudah bukan waktunya didiskursuskan kembali. Namun, sekedar untuk memberikan gambaran kepada generasi yang belum sempat mendengarkan atau mengikuti diskursus tersebut, maka dibuatlah tulisan ini dengan mencuatkan kembali wacana lama tersebut. Sebelum terlalu jauh memposisikan kedua SPI tersebut kedalam relasi oposisi biner (memperhadap-hadapkan dan mempertentangkannya), terlebih dahulu kita akan membahas tentang historitas Sistem Perkaderan ditubuh IRM.
Ikatan Remaja Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi kader, sebuah organisasi yang intens melakukan pengkaderan untuk mencetak kader. Agar proses pengkaderan tersebut memiliki arah yang jelas, maka IRM kemudian menyusun sebuah sistematika pengkaderan yang isinya mengatur tentang bagaimana proses pengkaderan diikatan ini berjalan. Dalam sejarah IRM, tercatat telah beberapa kali melakukan proses rekonstruksi terhadap sustem perkaderannya. Dimulai dari SPI kuning yang merupakan SPI yang paling pertama lahir. Kemudian pada tahun 1980-an, SPI kemudian memperoleh kritikan dari golongan minoritas di IRM untuk segera dilakukan rekonstruksi karena sudah tidak sesuai dengan semangat jaman pada waktu itu. Akhirnya pada tahun 1986, lahirlah SPI yang baru yaitu SPI Merah yang dihasilkan di Makassar yang dikenal dengan SPI Merah.
SPI Merah pun ternyata dinilai terlalu doktriner dan terlalu menekan jiwa kritis seorang kader sehingga memasuki era tahun 1990-an SPI ini pun kembali dipermasalahkan oleh kalangan minoritas IRM. Pertentanganpun terjadi antara golongan mayoritas yang konservatif terhadap SPI ini dengan kalangan minoritas yang berupaya agar dilakukan rekonstruksi terhadap SPI Merah. Kemenangan diraih olah kalangan minoritas tadi sehingga berdasarkan hasil Semiloknas SPI di Malang, lahirlah SPI Biru pada tahun 1994.

Nasib Sama SPI Biru
Menjelang 10 tahun penerapan SPI tersebut, SPI Biru pun mengalami nasib yang sama dengan pendahulunya. Beberapa kekurangan ditemukan setelah menyaksikan penerapannya selama penerapannya. Diantaranya, ada yang beranggapan bahwa SPI Biru ini memang terlihat sempurna, namun terkesan terlalu gemuk. Pun penerapannya dilapangan banyak mengalami penyimpangan, diantaranya pelaksanaan TC TM II yang beberapa materinya diambil dari materi TC TM III, penjenjangan yang tidak konsisten dan terlalu berbelit, dan beberapa kekurangan lain yang tidak akan cukup ruang untuk dikemukakan disini.
Beberapa rasionalisasi lainnya untuk dapat melakukan rekonstruksi terhadap SPI Biru ini yaitu proses rekonstruksi terhadap sistem perkaderan wajar dilakukan dalam siklus 10 tahunan sebagai upaya untuk tetap menyesuaikan proses pengkaderan di IRM dengan semangat zaman karena kita tidak ingin sebuah proses pengkaderan merupakan sebuah proses yang terlepas dari realitas sekitarnya. Selanjutnya, proses pengkaderan merupakan wahana penanaman Doktrin, Ideologi, dan Nilai dalam sebuah organisasi. Kontekstualisasi dengan semangat zaman atas proses penanaman Doktrin, Ideologi, dan Nilai dalam ikatan ini dengan melakukan rekonstruksi terhadap SPI merupakan sebuah keharusan agar gerakan organisasi tidak berkesan sebagai gerakan mitos yang terlepas dari realitas sosial disekitarnya.
Setelah melalui tahapan diskursus, pada tahun 2001 dilaksanakanlah Semiloknas SPI yang dilaksanakan di Makassar. Semiloknas ini menghasilkan SPI yang baru yang disahkan dalam Muktamar IRM tahun 2002 yang populis dikenal dengan sebutan SPI Hijau. Beberpa perubahan yang ada didalamnya adalah SPI ini sangat diwarnai oleh wacana Pemikiran Paule Freire yang getol memperjuangkan paradigma Pendidikan Kritis. Sebuah paradigma pendidikan yang menggunakan Metode Andragogi (Metode Pendidikan Orang Dewasa) yang lebih humanis dan jauh dari pola doktrinasi serta menggunakan pendekatan Partisipatoris yang mengutamakan peran serta penuh peserta pelatihan sebagai Subyek Pelatihan. Perubahan lainnya adalah penggantian istilah Instruktur sebagai pengelola pelatihan menjadi Fasilitator. Beberapa perubahan lainnya dapat dengan mudah diamati ketika kita menyandingkan SPI Biru Malang dengan SPI Hijau Makassar.

Saatnya Berubah
Namun, hambatan penerapannya masih banyak ditemukan dilapangan seperti adanya anggapan bahwa metode yang digunakan akan menghilangkan Militansi Kader yang dianggap mutlak dimiliki seorang kader. Selain itu, timbul beberapa anggapan bahwa SPI Hijau ini hanya cocok diterapkan di Jawa yang kadernya cerdas-cerdas karena anak-anak IRM diluar jawa dinilai tidak secerdas anak-anak IRM di Jawa (Io kah..?). Anggapan lainnya, SPI Hijau adalah komoditi bagi orang-orang kota, tidak untuk orang dusun nan di pelosok (Angka topi untuk mereka!).
Mari sejenak mengingat dan merenungkan slogan Chairil Anwar yang digembar-gemborkan oleh harian Kompas untuk menandai perubahannya. “Zaman tidak bisa dilawan, karena itu, perubahan merupakan sebuah keniscayaan”, atau yang dikemukakan oleh Almarhum Harry Rusli “Jangan takut perubahan, karena yang takut cuma cecurut”. Atau yang dilontarkan oleh Komandan Seniman IRM Gowa, Hasanuddin Wiratama, “Hanya Tuhan yang statis dan Abadi, selain itu semuanya relatif dan akan berubah”. Belum lagi kita menerapkannya secara konsisten, berbagai pandangan skeptis sudah meliputinya. Mari beri kesempatan kepada sesuatu yang baru yang dihasilkan oleh generasi yang selalu mengharapkan yang terbaik bagi persyarikatan ini. Satu kata: Berubah!

- Designed by Azaki Khoirudin -