- Back to Home »
- GERAKAN PELAJAR BARU
Dewasa ini
perkembangan ICT (information and
communication technology) semakin spektakular. Pelajar telah menemukan
ruang baru, hidup dalam masyarakat jejaring (the network society). Akses internet sudah menjadi kebutuhan hidup
segala lapisan masyarakat. Jumlah blogger,
faceboker, dan twitter terus meningkat, mereka pergi berpantasi kedunia
maya dengan berbagai macam motif dan keperluan seperti: bisnis, mobilisasi
massa, menebarkan ideologi politik, chatting,
browsing literature, menelusuri lowongan kerja, mencari teman kencan dan
lain-lain. Kehadiran teknologi internet berdampak pada pergeseran strategi
gerakan pelajar IPM. Sebagai gerakan pelajar Islam yang berkemajuan, IPM harus
merespon secara tepat dan cepat laju perkembangan zaman masa kini.
Pada muktamar
2004 (di Bandar Lampung) digagaslah Manifesto Gerakan Kritis-Transformatif
(asal usul teori ini dapat dilihat dalam pemikiran Mansour Fakih dan
Kuntowijoyo) atau dikenal dengan Manifesto GKT sehingga IPM memiliki kesadaran
kritis tidak hanya di level individu pelajar, tetapi pimpinan IPM dan struktur
IPM itu sendiri. Karena itu, manifesto ini mempunyai jargon “Penyadaran,
Pembelaan, dan Pemberdayaan” alias Tiga P. dengan konsep ini, sempurnalah IPM
sebagai gerakan sosial baru yang pro terhadap kepentingan pelajar.
Pada
muktamar 2006 (di Medan), digagaslah model GKT dengan adanya program-program
konkrit sebagai agenda aksi dari GKT manifestasi dari ciri gerakan peka, sadar, dan peduli pada problem
sosial, aksi nyata untuk melakukan perubahan, visioner dan memiliki sepirit
kepeloporan. misalnya Sekolah Kader (leading sector Bidang
Kader), Gerakan Iqro (leading sector Bidang PIP), Pengajian Islam Rutin atau
PIR (leading sector Bidang Dakwah), dan lain sebagainya. Masing-masing agenda
aksi ada bidang yang mengawal.
Pada muktamar
2008 (di Solo) merupakan momentum perubahan di tubuh organisasai dari IRM
menjadi IPM dengan memunculkan tema “gerakan
pelajar baru untuk Indonesia berkemajuan”. Dengan
berubahnya nama ini tentu memiliki konsekuensi terhadap perubahan seluruh
atribut IPM itu sendiri. Karena itu, dengan tema muktamar 2008 merumuskan
perangkat organisasi mulai dari muqaddiman Anggaran Dasar IPM, Kepribadian IPM,
Janji Pelajar Muhammadiyah, serta agenda aksi untuk pelajar. Tentunya
perubahan-perubahan terjadi pada aspek-aspek yang lain.
Pada muktamar
2010 merupakan momentum di mana IPM harus mencari formula dan jargon terbaik
untuk basis massanya, yaitu pelajar. Berdasarkan hasil evaluasi, maka perlu
dirumuskan gagasan besar yang lebih applicable
untuk pelajar. Konsep GKT pada kenyataannya masih belum dimanifestasikan dalam
tataran riil di kalangan pelajar sehingga harus mencari konsep baru yang
menjadi kelanjutan Manifesto GKT. Dari sinilah pada akhirnya, ditemukan gagasan
baru yaitu GERAKAN PELAJAR KREATIF (GPK) sebagai model dan alternatif baru
gerakan IPM.
Tetapi, GPK
pada konpiiwil di Ternate 2011 dievaluasi bukanlah sebuah model gerakan, tetapi
“strategi gerakan”. Oleh sebab itu dalam Muktamar XVIII ditegaskan dengan
istilah “strategi kreatif”. Kemudian,
yang pertanyaan sampai saat ini adalah apakah kita akan mencari selama sepuluh
tahun lagi untuk menentukan model gerakan IPM? Oleh sebab itu, IPM perlu mendesain model gerakan yang
gesit, lincah, dan irit serta relevan dengan masa kini dan masa depan. Gerakan
Pelajar Baru (GPB) ialah model yang tepat dipakai oleh IPM untuk konteks
peradaban masa kini untuk menghadapi arus perubahan yang begitu cepat dengan
peradaban postmodern. Jika GKT
adalah paradigma, GPK adalah strategi gerakan, maka GPB adalah model gerakan.
Pengertian
Gerakan Pelajar
Baru (New Students Movement) disingkat GPB ialah sebuah gerakan yang
berpondasi Gerakan Sosial Baru (New Social Movement) dengan konteks
menuju peradaban postmodern. Pelajar ialah “kelas sosial tertentu yang menuntut ilmu secara
terus-menerus serta memiliki hak dan kewajiban dalam bidang pendidikan.” (Anggaran Dasar pasal 9). Gerakan Pelajar Baru (GPB) merupakan
pantulan atau cerminan dari citra sebuah masyarakat baru (post-society). Karena pelajar ada kelas social, sehingga pelajar
adalah permasalahan sosial yang harus menggunakan kacamata analisa sosial dalam melihat problem-problem pelajar.
Istilah “baru” ialah pertukarran dengan istilah “postmodern” atau
“kontemporer”.
Tujuan
Tujuan gerakan
pelajar baru adalah untuk menata kembali relasi negara, dengan masyarakat, dan
untuk menciptakan ruang publik di dalamnya wacana demokratis ihwal otonomi dan
kebebasan individual dan kolektivitas serta identitas. GPB, memainkan aksi-aksi
sporadis seperti, menarik perhatian media, berdemonstrasi untuk mendukung
maupun menentang perubahan kebijakan pemerintah.
Harapannya dengan pilihan IPM sebagai GPB, IPM mampu menjadikan
dirinya sebaga sayap gerakan pelajar yang membidik isu-isu pendidikan dan
pelajar. Sehingga, setiap ada permasalahan mengenai pelajar dan pendidikan, IPM
selalu tampil terdepan berbicara sebagai problem
solver dan tampil di media untuk membentuk opini ruang publik. Dengan
demikian, IPM memainkan peran mempengaruhi opini public.
Gerakan Pelajar Baru IPM dengan semangat kesadaran kritis dan
post-modernisme ialah bagaimana IPM menjadi sayap gerakan pelajar yang
memberikan perhatian kepada permasalahan media dan kebudayaan, termasuk budaya
pop dan dampak teknologi baru terhadap pelajar dan pendidikan. Visi GPB ialah
melakukan kritik terhadap system atau ideology dominan sebagai pemihakan
terhadap pelajar tertindas untuk menciptakan system social baru dan lebih adil.
Strategi Gerakan
Strategi gerakan
GPB tidak mengikuti model pengorganisasian model politik partai, tetapi, GPB
lebih memilih gerakan kultural (non-politik), menerapkan taktik mobilisasi
opini publik untuk mendapatkan daya tawar politik. GPB menata hubungan antara
negara, masyarakat, dan pendidikan untuk memciptakan ruang publik yang
didalamnya terdapat wacana demokrasi, kebebasan individu, kolektivitas, dan
identitas.
Struktur Organisasi
Struktur gerakan
GPB mampu mengorganisasikan diri secara cair, mengalir, dan tidak kaku
(moderat) untuk menghindari oligarkisasi. GPB mengembangkan format gerakan yang
tidak birokratis, dengan pendapat bahwa birokrasi modern telah membawa pada
dehumanisasi. GPB ingin menciptakan struktur yang lebih responsif terhadap
kebutuhan-kebutuhan pelajar, yakni struktur yang terbuka, terdesentralisasi,
dan non-hirarkis
Pelaku (Subyek) Gerakan
Pelaku Gerakan
GPB berasal dari basis sosial pendidikan, yaitu pelajar. Para aktor GPB
berjuang melintasi sekat-sekat sosial demi kemanusiaan. Partisipan GPB berasal
dari kelas menengah baru (the new midle
class), contohnya akademisi, (pelajar), seniman, atau umumnya ialah kaum
terdidik (ulama’). Para aktor GPB
tidak bisa dibedakan dalam kelas sosial, gender, usia, suku, lokalitas.
Sehingga nampak menjadi gerakan pelajar yang plural.
Karakteristik Gerakan
Sehingga konsekuensi bagi IPM
ialah harus memperamping birokratisasi melalui media, dimana untuk komunikasi
langsug ke grassroot harus lebih
cepat dan efektif. IPM harus melawan efek negatif media dengan melawan kemapanan
(status quo), yang berbentuk ideologi
palsu. Gerakan IPM harus lebih konsen pada capaian yang
terukur, fokus pada titik yang dibidik dan akuntabilitas, yaitu pendidikan. Kehadiran IPM sebagai GPB berfuungsi sebagai
penetral teknik sentralisasi masyarakat modern yang lebih dikenal dengan
networking (jejaring) social. Sehingga melahirkan kesadaran post-modernisme,
yakni “Think globally, act locally”
(berpikir mendunia, berkasi komunitas). Kesadaran post-modenisme GPB melibatkan
kehidupan religious dan spiritual, sehingga eksistensi (keberadaan) seorang
pelajar akan berada dalam konteks realitas ketuhanan. Inilah yang menjadi
perjuangan GPB, yaitu memperjuangkan nilai-nilai luhur yang non-material untuk
kebahagiaan dunia dan akhirat (peradaban utama).