Oleh David Effendi[1]

Pendahuluan
Dalam bagian pendahuluan ini saya meletakkan beberapa paragraf yang tercantum dalam  tanfidz Muktamar IRM ke-15 untuk menengok ke,mbali apa yang kita hasilkan di Muktamar yang tentu saja banyak memakan biaya,energi, dan waktu.
Gerakan sosial atau organisasi sosial apapun, lahir karena ada idealisme, cita-cita dan basis massa yang diperjuangkan. Demikian pula dengan IRM, yang ada sebagai gerakan sosial karena basis massa yang ingin dibela dan diperjuangkan. Kesadaran ini membawa IRM untuk melakukan refleksi terhadap kiprahnya selama  ini. IRM sadar bahwa tidak mungkin sebuah gerakan berbicara tentang strategi tetapi tidak memperjelas siapa sesungguhnya basis yang diperjuangkan. Oleh karena itu, membincang basis massa menjadi hal utama dan strategis sebelum membicarakan tentang strategi gerakan kritis, agenda aksi untuk perubahan, struktur dan bidang, AD/ART, serta GBHG.
Berangkat dari kerisauan di atas dan perenungan dari para aktifys IRM, maka IRM merasa perlu membicarakan siapa sebenarnya basis massa yang diperjuangkannya. Sehingga dengan kejelasan itu terdapat sebuah pendekatan-pendekatan lain dalam mencapai idealisme dan cita-cita IRM. Basis Massa adalah sekumpulan individu atau kelompok sosial yang diperjuangkan atau yang diajak berjuang bersama-sama. Pembicaraan tentang basis massa IRM selalu menjadi ranah yang menarik, pertanyaannya kemudian adalah siapakah basis massa IRM? Apakah pelajar atau remaja. Karena urgennya persoalan ini dalam Muktamar XII IRM di Jakarta melalui sebuah proses vooting menetapkan basis massa IRM yaitu pelajar dan remaja. Kenapa pelajar dan remaja? Sebab pelajar dan remaja seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Kedua-duanya memiliki unsur yang saling menguatkan satu sama lain. Mungkin ada anggapan, kalau problem-problem remaja kurang menarik untuk diperbincangkan, sedangkan pelajar lebih jelas karena terkait dengan struktur pemerintah.
Duduk permasalahnya sebenarnya bukan pada menarik atau tidaknya problem-problem yang dialami remaja, tetapi bagaimana para aktivis yang ada di dalamnya mampu mengemas problem itu sedemikian rapi. Coba kita lihat, banyak gerakan-gerakan sosial yang menggunakan label usia atau kategori psikologis, seperti gerakan wanita atau perempuan, komunitas lesbian, homo, atau undang-undang perlindungan anak. Kesemuanya membela kepentingan basisnya yang termasuk kategori psikologis. Alhasil, gerakan mereka mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah.
Sebelum mengurai alasan memilih pelajar dan remaja sebagai basis massa, mari didefinisikan dahulu apa itu pelajar dan apa itu remaja. Pelajar dimaknai sebagai orang yang belajar. Berasal dari kata dasar belajar, didahului oleh awalan pe- sehingga mengalami peluluhan menjadi pelajar. Makna awalan pe- memiliki banyak makna, salah satunya adalah orang yang melakukan sesuatu aktivitas (secara terus menerus). Pelajar berarti orang yang (terus menerus) belajar. Remaja dimaknai sebagai masa transisi seorang dari anak-anak menuju dewasa.

Dalam tanfidz Muktamar IRM ke-15 Di Medan disebutkan alasan mengapa IRM tetap memilih pelajar dan remaja menjadi basis massanya:
1.      Faktor historis, sebagai konsekuensi nama “IRM” yang telah menjadi keputusan pada tahun 1992. Hal itu diperkuat lagi pada Muktamar XII yang tetap memilih pelajar dan remaja sebagai basis massanya.
2.      Kondisi faktual di lapangan, bahwa gerakan IRM tidak hanya eksis di sekolah, tetapi telah masuk pula ke ranah masyarakat, masjid, dan mushalla. Bahkan beberapa ranting malah eksis di komunitas masyarakat.
3.      Konsisten akan tetap meneruskan apa yang telah dicita-citakan IRM sebagai gerakan sosial yang berparadigma kritis-transformatif.
4.      Tidak ingin terjebak pada perdebatan pelajar atau remaja yang tak kunjung usai, tetapi lupa apakah rantingnya sudah digarap atau malah mati.
Setelah IRM memilih bahwa basis massanya adalah pelajar dan remaja, maka perlu saatnya bagi IRM memfokuskan basis massanya. Diperlukannya fokus basis massa, agar konsentrasi IRM dalam berdakwah dan berjuang lebih jelas. Pelajar menjadi pilihan yang tepat sebagai fokus basis massa. Berikut alasannya:
1.      Pelajar merupakan klas sosial tertentu yang tergabung dalam dunia pendidikan (khususnya sekolah) dan akan memperjuangkan hak-haknya jika tidak terpenuhi.
2.      Ada satu kepentingan sama yang dimiliki oleh pelajar sebagai orang yang sedang menempuh studi di bangku sekolah.
3.      Pelajar memiliki posisi tawar untuk menentukan kebijakan dalam dunia pendidikan, karena pelajar menjadi salah satu stakeholer dan terkadang menjadi korban penindasan dari sebuah kebijakan. Sehingga, pelajar menjadi satu klas yang sering dilupakan.
4.      Dengan status “pelajar” ada semangat keilmuan (cerdas, takwa, terampil) yang ingin dibangun untuk cita-cita pencerdasan pelajar itu sendiri, agar menjadi klas sosial tertentu yang bernafaskan keadilan, kemakmuran, dan diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala.


Tim Eksistensi dibubarkan
Dalam tanfidz Muktamar IRM ke-15 juga terdapat catatan bahwa :

“Persoalan basis massa dan lokus gerakan tidak menjadi pembahasan dalam sidang komisi, tetapi langsung merekomendasikan kepada PP IRM terpilih untuk membentuk “Tim Eksistensi IRM” guna mengkaji basis massa IRM. Selanjutnya bisa dilihat pada Bab Rekomendasi. Karena itu, keputusan tentang basis massa dan lokus gerakan tetap menggunakan tanfidz keputusan Muktamar XIV IRM di Bandar Lampung yang tidak jauh berbeda seperti yang tertulis dalam tanfidz ini, yaitu pelajar dan remaja. Hanya saja pada tanfidz kali ini lebih diperjelas alasannya.”[2]

Hal ini Juga dipertegas dalam rekomndasi Muktamar yang ditujukan kepada Pimpinan Pusat IRM demikian :[3]
Rekomendasi khusus dari Muktamar XV di Medan, PP IRM segera membentuk “Tim Eksistensi IRM” yang bertujuan mengkaji ulang tentang basis massa IRM. Metode yang digunakan dalam mengkaji adalah metode penelitian lapangan. Timnya terdiri dari unsur berikut ini:
a.      Ketua Umum Terpilih
b.      Dua Perwalikan PP IRM (1 orang periode 2004-2006 dan 2006-2008)
c.       Tim Independen
d.      Mengundang ortom-ortom pusat sebagai pihak yang dimintai pertimbangan

Seperti itu, kemudian timeksistensi mulai bekerja pasca pelantikan PP IRM periode 2006-2008 yang kemudian disusul Tanwir Muhammadiyah yang sebenarnya tidak menyangka kalau di forum tertinggi Muhammadiyah setelah Muktamar itu juga bergulir persoalan perubahan nama yang diperdebatkan di Muktamar IRM di Medan. Perdebatan tentang nama IRM atau IPM pernah terjadi pada Muktamar IRM pada tahun 2000 yang berujung pada referendum dengan hasil 70% muktamirin mendukung nama IRM. Dengan demikian proses perdebatan dianggap selesai dan “final”. Namun sejarah membuktikan hal yang berbeda.
Setelah Tanwir Muhammadiyah (yang ternyata didalamnya juga membahas perihal IRM-IPM), dan setelah Tanwir Muhammadiyah selesai, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 60/KEP/I.O/B/2007 tertanggal 24 Mei 2007 tentang perubahan nomenklatur Ikatan Remaja Muahmmadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Menanggapi adanya Surat Keputusan PP Muhammadiyah Nomor 60/KEP/I.O/B/2007 tentang perubahan nomenklatur Ikatan Remaja Muahmmadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah, maka PP IRM menyelanggarakan rapat Pleno Diperluas (setelah melakukan audiensi dengan PP Muhammadiyah, keputusan dapat dilihat dalam maklumat PP IRM A.2/PP IRM-247/2007) dengan agenda meminta saran dari pimpinan wilayah terkait dengan perubahan nomenklatur organisasi.
Adapun beberapa keputusan Pleno sebagai berikut :[4]
1.      Menyatakan kekecewaan atas keluarnya SK Nomor 60/KEP/I.O/B/2007 Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang perubahan Nomenklatur IRM menjadi IPM, karena tidak melakukan pembicaraan terlebih dahulu dengan IRM;
2.      Mempertimbangkan bahwa Muhammadiyah adalah Organisasi Induk IRM, maka SK Nomor 60/KEP/I.O/B/2007 tentang perubahan nomenklatur IRM menjadi IPM, harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh Pimpinan IRM, dari Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang, hingga Ranting.
3.      Perubahan IRM menjadi IPM akan dilaksanakan secara penuh pada saat Muktamar XVI tahun 2008;
4.      Selama proses perubahan sampai pada perubahan penuh yang akan dilaksankan pada Muktamar ke XVI, segala nomenklatur organisasi dari Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Ranting tetap menggunakan atribut organisasi IRM;
5.      Membubarkan Tim Eksistensi dan mengembalikan seluruh tugas serta tanggungjawabnya kepada PP IRM,
6.      Segala sesuatu yang berhubungan dengan perubahan nomenklatur organisasi akan segera dirumuskan oleh Tim Persiapan Perubahan IRM-IPM yang akan dibahas pada saat Konpiwil tahun 2007.
7.      Mendesak kepada PP Muhammadiyah untuk mempertegas eksistensi IRM/IPM di seluruh sekolah Muhammadiyah se-Indonesia dan menjadikannya sebagai satu-satunya Organisasi Intra Sekolah, dengan diterbitkannya Surat Keputusan dan Instrusksi agar dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
8.      Mendesak kepada PP Muhammadiyah untuk mempertegas aturan dan pelaksanaan Uang Pangkal dan Iuran Anggota IRM/IPM sebagai iuran resmi IRM/IPM di sekolah-sekolah Muhammadiyah, dengan diterbitkannya Surat Keputusan dan Instrusksi agar dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
9.      Mendesak kepada PP Muhammadiyah untuk menginstruksikan kepada sekolah-sekolah Muhammadiyah agar menempatkan kader-kader IRM/IPM sebagai Pembina IRM/IPM di sekolah Muhammadiyah, dengan diterbitkannya Surat Keputusan dan Instrusksi agar dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
10.  Mendesak kepada PP Muhammadiyah untuk menerbitkan Surat Keputusan tentang pemberlakuan perubahan nomenklatur IRM menjadi IPM yang akan dimulai pada Muktamar IRM XVI Tahun 2008.
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan ini. Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, maka Pimpinan Pusat IRM akan segera meninjau kembali. (hal ini sudah direalisasikan oleh PP Muhammadiyah dengan surat Nomer 07/EDR/I.0/B/2007 tentang perubahan IRM menjadi IPM bahwa perubahan akan dimulai pada saat Muktamar ke-16).


Urgensi Perubahan Nama
            Saya hanya menuliskan beberapa pertanyaan seputar urgensi pengembalian nama yang kata PP Muhammadiyah ini sudah lama difikirkan. Dulu perubahan nama dari IRM ke IPM cukup berjalan dengan damai meski kontroversial sampai sekarang, apakah dengan kembali ke IPM kita merasa lebih baik dan demokratis.
            Lalu, apakah dengan kembali ke IPM, smeua akan lebih baik,problemeksistensi IRM di sekolah bisa diatasi, kiprahnya dalam konfigurasi pergerakan lainnya semakin jelas. Memang persoalan basis massa kadang membingungkan,namun urgensi perubahan nama ini harus dibuktikan apakah sejarah akan berpihak pada IPM untuk meneguhkan jati diri gerakan? Sampai jumpa di Muktamar VI di Solo. Hidup IPM!!
Wallahu a’lam bishowab.

Yogyakarta, 14 Mei2008
David Efendi,
Ketua PImpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah



[1] Ketua PP IRM, alumni UGM, makalah disampaikan dalam Seminar Pelajar di Sedayu Lawas, tanggal 15 Mei 2008, bisa dihubungi di 081578141916, pip_ppirm@yahoo.com atau di www.pelajar. wordpress.com
[2]Baca lebih teliti dalam Tanfidz Muktamar IRM XV halaman  15
[3]Ibid., hlm.84
[4] Lebih lengkap bisa dilihat SK PP IRM, No :  VII -SK/B.1/PP IRM-132/2007

- Designed by Azaki Khoirudin -