- Back to Home »
- MENUJU GERAKAN TERBAIK
TIGA KALI IPM RAIH JUARA 1 OKP TERBAIK NASIONAL: WHAT NEXT?
Sejarah panjang
perjalanan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) selama ini berada di tengah
liku-liku kehidupan mengalami proses deviasi-deviasi dari arus utamanya.
Eksistensi IPM pun, mengalami dinamika yang hampir serupa. Tentu tidak bisa
dinafikkan, bahwa perjalanan IPM telah memberikan warna bagi entitas-entitas
komunitas lain. Paling tidak IPM telah memberikan warna bagi dirinya, sehingga
menampilkan sosok organisasi yang tampil memberikan warna progresif dalam
melakukan pencerahan terhadap terhadap otak dan hati pelajar Indonesia.
Di usianya yang
sudah 52 tahun sejak kelahiran 18 Juli 1961, bukanlah waktu yang cukup untuk
menunjukkan sebuah eksistensi yang established. Namun juga, bukan waktu
yang singkat untuk mengukir sejarah pergerakan yang dinamis mengikuti arus
besar perubahan yang memang cepat dan serba uncertainty ini. Lantas di usia sedemikian itu, apa yang sudah
diperbuat IPM? Apa pula yang hendak dilakukan (what next)? Tentu
jawabannya dikembalikan kepada pasukan inti IPM. Lantas, siapa stake
holder itu? Jawabannya adalah kader-kader IPM yang senantiasa harus bercermin
dari realitas yang ada. Meskipun demikian, IPM bukan entitas yang paling
eksistensial, bahkan mungkin di bidang tertentu IPM masih tertinggal dari
komunitas lain.
Menurut saya,
kita tidak mesti kawatir, justru kita bisa optimis bahwa IPM telah menjadi OKP
terbaik tingkat nasional, bahkan ASEAN. Perjuangan IPM akhirnya
memperoleh pengakuan masyarakat luas sebagai gerakan pelajar yang menorehkan
tinta emas untuk Indonesia. Prestasi
oleh Kemenpora pun telah di raih, sejak tahun 2006, disusul 2011 menjadi OKP
nasional dan ASEAN. Kini di tahun 2013, IPM kembali mendapatkan pengakuan dan
mempertahankan gelar OKP terbaik Nasional. Paling tidak,
IPM telah melahirkan kader-kader excellent, clean, yang tidak
terkontaminasi oleh arus pembusukan moral bangsa.
Meskipun
demikian, kita tidak boleh larut dengan prastasi simbolik. Tentu itu semua
memerlukan evaluasi secara kontinyu, bahkan kalau perlu melakukan kajian ulang
membangun spirit gerakan IPM, supaya selalu
melampaui zaman dengan selamat. Peran strategis kader-kader IPM dalam mengambil
alih posisi, atau bahkan harus merebut peran intelektual disemua sektor lapisan
society (masyarakat) sehingga bangunan civil society akan empowering
terhadap dominasi dan hegemonik state, atau entitas-entitas yang
menghegemonik lainnya. Oleh karena itu tidak bisa ditolak bangun dasarnya
adalah lahirnya kader-kader intelektual strategik, yang tidak malu-malu
menampilkan keanggunan moralitas (akhlakul karimah). Paling tidak yang
paling sederhana tetapi urgen adalah lingkaran-lingkaran diskusi (membangun
lingkar inti), membangun aliansi strategik dengan kelompok-kelompok yang
lainnya.
Evaluasi ini
harus kita lakukan sebagai usaha korektif atas program-program yang sudah,
lebih dari itu harus berani memunculkan pilihan-pilihan baru sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan zamannya. Sehingga, IPM tidak gamang lagi menghadapi
tantangan dan persaingan yang menghadap dihadapannya. Revitalisasi ideologi gerakan
IPM menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Format dan sistem pergerakan
diarahklan pada pembentukan elit pencerah bangsa, moral-spiritualis dan
memiliki kompetensi profesional dengan sensitifitas sosial yang tangguh. Hal
ini harus diwujudkan dengan berbagai perubahan mendasar atas sistem dan format
yang ada selama ini. Demikianlah, IPM telah menemukan semangat yang hilang
selama ini. Masa renaissance IPM telah datang. Sudah saatnya IPM menjadi
bagian terpenting dalam usaha “reaktualisasi Islam yang berkemajuan” dalam
konteks pergerakan pelajar. Gerakan ilmu tidak boleh ditunda, karena misi
Muhammadiyah adalah peradaban yang wajib dengan ilmu.
Dari
OKP Terbaik, Menuju Gerakan Terbaik
Jika
berbicara organisasi terbaik, maka IPM identik sebagai gerakan yang rapi secara
perencanaan, manajemen, dan bersifat administratif. Masalah ini, saya kira
sudah cukup menjadi tradisi organisasi yang kuat dan mapan. Kini saatnya IPM
harus menjadi gerakan. Ketika berbicara gerakan, maka suatu organisasi harus
selalu merespon realitas yang dihadapi dengan peradigma, atau ideologi yang
jelas. Sehingga, para kader dan anggota IPM semestinya menjadi uswah hasanah dalam menyemaikan
benih-benih intelektual dan spiritual yang unggul bagi dunia pelajar Indonesia.
Sebagai gerakan pelajar tentu komitmen dan jatidiri kader IPM harus tampil
sebagai sosok-sosok terpelajar muslim yang cerdas dan berakhlak mulia.
Kerja-kerja praktis dan administratif jangan sampai melalaikan dan mereduksi
potensi intelektual kader dan anggota IPM.
Sudah menjadi agenda mendesak, bahwa IPM harus mendeklarasikan
diri sebagai gerakan ilmu. IPM menjadikan Islam sebagai ilmu, sehingga Islam
benar-benar menjadi agama bagi kehidupan yang bersifat kontekstual tanpa
kehilangan pijakannya yang autentik pada sumber ajaran, yaitu ajaran Islam yang
berkemajuan.
Sebagaimana menurut Kang Mukti, ada lima pondasi
utama Islam berkemajuan, yaitu: Pertama,
memiliki tauhid yang murni. Kedua,
memahami al-qur’an dan sunnah
secara mendalam.
Bagi IPM, beragama Islam harus
berdasarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah al-Maqbullah.. Ketiga, melembagakan amal shalih yang fungsional dan solutif.
Iman tidak sempurna tanpa amal
shalih. Keempat, berorientasi kekinian dan masa
depan.
Kelima, bersikap toleran, moderat, dan suka bekerja sama.
Dalam upaya menjadi ilmu, IPM harus menjadikan Masyarakat
ilmu,
sebagai sebuah desain rekayasa masyarakat. IPM harus mampu menampilkan Islam
yang berkemajuan dengan dakwah pelajar yang kritis, kreatif, dan berkemajuan. Oleh
karena itu, IPM adalah komunitas yang paling tepat menciptakan masyarakat ilmu. Masyarakat
ilmu harus menjadi upaya “rekayasa sosial” yang menjadi cita-cita IPM. Sehingga, bagi
IPM diharapkan di dalamnya terdapat banyak sosok pelajar muslim yang terampil
dalam menangani dan menganalisis isu-isu yang menyentuh problem kemanusiaan dan
keberagaman di era modern dan pasca modern. Dalam segala tingkah yang ditempuh,
selalu dibarengi landasan etika-moral keagamaan obyektif yang kokoh. Dalam
masyarakat ilmu, semua itu diabdikan untuk kesejahteraan manusia secara
bersama-sama tanpa memandang latar belakang etnisitas, agama, ras, budaya,
maupun golongan.