~Azaki Khoirudin[2]~

Gerakan Intelektual Postmodern
Konstruksi Sosial
Tak diragukan lagi, gerakan intelektual postmodern adalah suatu respon terhadap perubahan sosial yang begitu cepat. Khususnya aspek-aspek perubahan yang mempengaruhi “kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat Barat yang paling maju.
Masyarakat maju ini dicirikan dengan pengalaman-pengalaman sehari-hari, perhatian-perhatian, dan perasaan-perasaan yang bersifat umum, orientasi-orientasi dan konsumsi-konsumsi massa, gaya hidup, serta budaya pop, membuat kita berhubungan dengan orang lain. Selama beberapa dasawarsa terakhir abad kedua puluh tampaknya perubahan terjadi dengan sangat cepat dan luas. Sebagian, dikarenakan pengaruh kuat dari media elektronik baru dan cepatnya penyebarluasan budaya pop yang sudah dikomodifikasi, yang lingkupnya semakin mengglobal. (Jan Pakulski, 440)
Selanjutnya, situasi demikian meminjam kata yang digunakan oleh Kuhn, “anomali-anomali” dalam bentuk perkembangan-perkembangan sosial yang semakin tak diharapkan, tak menentu, penuh teka-teki dan kacau-balau. Kumpulan anomali inilah yang berakibat pada dibutuhkannya penyesuaian-penyesuaian khusus yang memicu munculnya “Gerakan Intelektual Postmodern”. (h.441). Gerakan postmodern telah memberikan idiom yang benar-benar baru bagi kritik sosial yang sebelumnya dimonopoli oleh Marxisme. Akan tetapi, gerakan postmodern juga mendapatkan pesaing yang menakutkan, yaitu “globalisasi” yang semakin berkembang.
KemunculanGerakan Pelajar Berkemajuan
Pemikiran tentang “Gerakan Pelajar Berkemajuan” sebenarnya ialah berasal dari istilah “Islam yang Berkemajoean” yang digunakan oleh Muhammadiyah di awal abad ke 20 (1912). Istilah ini kembali menjadi tabu, oleh karena itu kembali direaktualisasi oleh Muhammadiyah saat usianya memasuki abad kedua. “Islam Berkemajoean” oleh Amin Abdullah pada awal abad ke 20, saat ini disandingkan dengan istilah “Islam Progressive” (Islam yang Maju atau Islam Berkemajuan) yang digunakan oleh para ahli studi keislaman pada akhir abad ke 20, dan lebih-lebih lagi pada abad ke-21.
Kenapa harus Islam berkemajuan? Karena, tidak ada yang dapat menyangkal jika bahwa dalam150 sampai 200 tahun terakhir, sejarah umat manusia mengalamiperubahan yang luar biasa. Perubahan yang dahsyat dalam perkembanganilmu pengetahuan, tatanan sosial-politik dan sosial-ekonomi,demografi, hukum, tata kota, lingkungan hidup dan begituseterusnya. Perubahan dahsyat tersebut, menurut Abdullah Saeed, antara lain terkait dengan globalisasi, migrasi penduduk,kemajuan sains dan teknologi, eksplorasi ruang angkasa,penemuan-penemuan arkeologis, evolusi dan genetika,pendidikan umum dan tingkat literasi.
Dahulu, dalam khazanah pemikiran keagamaan Islam, khususnya dalam pendekatan Usul al Fiqih, dikenal istilah al-T sawabit  (hal-hal yang diyakini atau dianggap “tetap”, tidak berubah) wa al-Mutaghayyirat (hal-hal yang diyakini atau dianggap “berubah-ubah”, tidak tetap). Tetapi kini, muncul pertanyaan yang sulit dijawab bagaimana kedua atau ketiga alat logika berpikir dalam berbagai disiplin keilmuan tersebut, berikut sistem epistemologi yang menyertainya dioperasionalisasikan di lapangan ketika umat Islam menghadapi perubahan sosial di era globalisasi yang begitu dahsyat. Apa yang masih harus dianggap dan diyakini sebagai yang “tetap” dan apa yang tidak bisa tidak harus “berubah”?
Tidak salah ketika Amin Abdullah menawarkan memahami Islam Berkemajuan adalah Islam yang berada ditengah-tengah arus putaran Globalisasi dalam Praxis, globalisasi dan perubahan sosial dalam praktik hidup sehari-hari, dan bukannya globalisasi dalam Theory, globalisasi yang masih dalam tarap teori, belum masuk dalam wilayah praktik. Yaitu dunia global seperti yang benar-benar dialami dan dirasakan sendiri oleh para pelakunya di lapangan, yang sehari-hari memang tinggal dan hidup di negara-negara sumber dari globalisasi itu sendiri, baik dari segi transportasi, komunikasi, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan begitu seterusnya. Bukan globalisasi yang diteoritisasikan dan dibayangkan oleh para intelektual Muslim yang tinggal dan hidup di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, dan tidak atau belum merasakan bagaimana tinggal dan hidup sehari-hari di negara-negara non-Muslim, pencetus dan penggerak roda globalisasi.
Lewat lensa pandang seperti itu, ada hal lain yang hendak ditegaskan pula di sini bahwa manusia Muslim yang hidup saat sekarang ini di mana pun mereka berada adalah warga dunia (global citizenship), untuk tidak mengatakan hanya terbatas sebagai warga lokal (local citizenship). Sudah barang tentu, dalam perjumpaaan antara  local  dan  global citizenship  ini ada pergumulan dan pergulatan identitas yang tidak mudah, ada dinamika dan dialektika antara keduanya, antara being a true Muslim dan being a member of global citizenship sekaligus, yang berujung pada pencarian sintesis baru yang dapat memayungi dan menjadi jangkar spiritual bagi mereka yang hidup dalam dunia baru dan dalam arus pusaran perubahan sosial yang global sifatnya.
Corak pemikiran Islam yang berkemajuan,menggunakan nash-nash Al-Qur’an menjadi titik sentral berangkatnya, tetapi metode penafsirannya telah didialogkan, dikawinkan dan diintegrasikan dengan penggunaan epistemologi baru, yang melibatkan social sciences dan humanities kontemporer dan filsafat kritis (Critical Philosophy).

Kesimpulan: Kemungkinan Postmodern = Berkemajuan
Perlu penjelasan lebih lanjut, tentang istilah postmodernis yang mendapatkan prafiks (kata awalan) “post” mengindikasikan transendensi historis (melewati suatu ambang batas tertentu, mengungguli modernitas). Transendensi dalam bahasa Kuntowijoyo ialah tu’minuunabillah (beriman kepada Allah). Keimanan dimaknai sebagai transendensi dimaksudkan ialah iman yang melampuai sekat-sekat batas ruang dan waktu. Sedangkan Islam berkemajuan ialah Islam yang selalu sesuai dengan konteks perubahan-perubahan zaman, bahkan melampaui zaman.


[1] Bahan Makalah belum disempurnakan (masih Iseng) nanti ada proses perbaruan,
[2]Sekretaris Pimpinan Pusat IPM Bidang Perkaderan 2012-2014, Ketua Devisi Pelatihan dan Sosialisasi Lembaga Pengembagan Cabang dan Ranting Pinpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Penulis Buku “Fajar Baru”, “Nuun-Tafsir Gerakan Al-Qalam”, “Pendidikan Akhlak Tasawuf”, dan “Mewujudkan Impian Masyarakat Berkemajuan”.

- Designed by Azaki Khoirudin -