by. Azaki Khoirudin


Setiap manusia atau kehidupan manusia mulai pada tangga evolusi tertentu dan tingkat tradisi tertentu, yang memberikan pada lingkungannya suatu modal berupa pola-pola dan sumber daya. Ini digunakan untuk tumbuh dan berkembang, tumbuh kepada proses sosial dan juga sebagai sumbangan kepada proses tersebut. Setiap makhluk baru, diterima pada suatu gaya hidup yang disediakan dan dikuasai oleh tradisi. Tradisi membentuk individu dan menyalurkan keinginan-keinginannya. Tetapi bersamaan dengan itu terjadi juga pemisahan (disintegrasi), sebab begitulah sifat tradisi. Proses sosial tidak membentuk suatu makhluk baru, melulu supaya menjadi apa yang diingini, proses sosial membentuk generasi agar terbentuk kembali, agar kuat kembali. Karena itu, masyarakat tidak akan pernah mampu melulu hanya menekan keinginan-keinginan atau menunjukkan penyalurannya.
Pendek kata kepada suatu identitas dengan suatu jati diri (integritas) masyarakat dan bangsa yang didapat daridan disumbangkan kepada tradisi, yaitu tradisi membaca. Gagasan dasar KH Ahmad Dahlan dalam tradisi iqra’ terletak pada konsepnya tentang kesempurnaan budi yang lahir karena mengerti baik-buruk, benar-salah, dan  kebagagiaan-kesengsaraan menggunakan “akal yang sempurna, yaitu: pertama, kritis-terbuka yaitu mengunakan akal-kritis dan kreatif-bebas yang diperoleh dari belajar. Kedua, pengetahuan, arti ilmu disini adalah inti ajaran Islam dengan satu Asas kebenaran yang memandang bahwa semua manusia berkedudukan sama. (Mulkhan, 2010: 139). Ketiga, hati suci, artinya kebenaran hanyalah satu, sesuai dengam hati dan akal-pikiran yang suci dan berfungsi bagi kebahagiaan dan kegembiraan sebagian besar manusia. (Ibid: 141)

Membaca dengan Pengetahuan
Arah Pendidikan Muhammadiyah Abad Kedua tersebut bisa dicari sumber historisnya dari pernyataan Kiai Dahlan yang disampaikan dalam Konggres 1922 bulan Desember. Saat itu Kiai menyatakan “Pengetahuan tentang kesatuan hidup manusia adalah sebuah pengetahuan amat besar yang meliputi bumi dan meliputi kemanusiaan. .. Manusia seluruhnya harus bersatu hati, ... Agar supaya dengan bersatu hati itu manusia dapat hidup senang secara bersama di dunia. ... Sebagian besar pemimpin belum menaruh perhatian pada kebaikan dan kesejahteraan manusia, akan tetapi baru memperhatikan kaum dan golongannya sendiri bahkan badannya sendiri.” (Mulkhan, 1990).
Selanjutnya, kegiatan pendidikan digagas Kiai Dahlan guna membebaskan umat manusia dan bangsa Hindia Timur dari kemiskinan dan kebodohan. Kenyataan kaum muslimin sibuk dengan diri sendiri tidak peduli nasib sesama dan mereka yang menderita adalah akibat gagal memahami dan menerapkan ajaran Alquran. Jalan pemecahannya ialah ilmu yang suci yang bersumber dari Kitab Suci Alquran. Gagasan demikian juga terlihat dari pokok pikiran pembentukan Majlis Tarjih tahun 1927 saat keindahan dan kebenaran Islam diletakkan dalam perspektif kebenaran ilmu pengetahuan (Mulkhan, 1990).
Pelajar yang berakhlak mulia (budiman) ialah pelajar yang bisa menahan nafsu untuk kesenangannya sendiri yang hanya bisa dilakukan jika pelajar berilmu dan berpenetahuan. Pengetahuan yang benar ialah pengetahuan yang pragmatis (memiliki nilai guna), bisa digunakan sesuai fakta (keadaan) atau kontekstual (kekinian). Sementara kegunaan pengetahuan ialah jika memperbaiki tindakan manusia yang buruk dan yang salah menuju akhlak dan budi pekerti yang luhur. (Mulkhan, 2010: 142) Sehinga dalam diri pelajar tumbuh kemampuan memilih yang salah dan benar, baik dan buruk, serta muncul kemampuan memecahkan masalah-masalah kemanusiaan yang didasari dengan fakta dan belas kasih sebagai dasar akhlak yang utama.
Setinggi-tinggi ilmu pengetahuan bagi akal ialah belajar Ilmu Mantiq (Filsafat) yang membahas sesuatu sesuai kenyataan. Ilmu filsafat harus dipelajari, karena tidak ada manusia yang mengetahui nama-nama dan bahasa tanpa beajar dan tanpa guru. Tidak ada guru yang bisa mengajar ttanpa guru, dan seterusnya hingga pemilik ilmu dan Maha Guru yaitu Allah swt. Pengetahuan harus bisa memperbaiki taraf hidup, kebebasan berkreasi, kebaikan moral, dan bertangungjawab atas dirinya sendiri, masyarakat, dan dunia kemanusiaan. Manusia hanya akan memperoleh ilmu pengetahuan jika mendapat petunjuk dari Allah, makanya ”iqra’ bismirabbikalladzi kholaq” (membaca harus dengan nama Tuhan Yang menciptakan).

Membaca dengan sikap Kritis terbuka
“Adakah engkau kira bahwasannya kebanyakan manusia itu suka mendengarkan (pelajaran yang benar) atau suka memikir – mikir (menetapi perbuatan yang benar)? Sungguh tidak !!! tak lain dan tak bukan mereka itu hanyalah sebagai hewan malah mereka itu lebih sesat lagi jalan yang ditempuh (Q.S Al-Furqon 44).”
Biasanya, manusia merasa segan dan tidak mau menerima hal-hal yang kelihatan baru dan berbeda dengan apa yang selama ini sudah biasa dijalani (tradisi). Manusia menyangka barang yang terlihat baru itu akan mendatangkan kecelakaan dan kesusahan walaupun sudah jelas dan nyata bahwa orang yang malakukannya memperoleh kemajuan dan kebaikan.
Kehebatan dan kebaikan seseorang ialah jika ial terbuka menerima ilmu dari orang lain, kemudian menyebarkan ilmu yang diperolehnya itu kepada orang lain. KH Ahmad Dahlan sangat mengakui atas kemampuan kebebasan kemandirian kreatif manusia melalui pendidikan filsafat (logika, mantiq), sikap kritis terbuka dengan orientasi pembebasan manusia dari penderitaan.
Sikap kritis-terbuka secara aksiologis hendak manawarkan pandangan dunia (world view) manusia beragama dan berpengetahuan baru yang lebih terbuka, mampu membuka dialog dan kerjasama, transparan, jujur dan dapat depertanggungjawabkan secara publik, dan berpandangan kedepan atau berkemajuan.
Menurut KH Ahmad Dahlan, setelah manusia mendengarkan pelajaran–pelajaran fatwa yang bermacam-macam membaca beberapa tumpuk dari beraneka ragam judul buku dan sesudah memperbincangkan, memikir-mikir, menimbang, membanding-banding kesana-kemari secara kritis, barulah mereka itu dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang yang benar yang sesungguh–sungguhnya. Dengan akal fikirannya sendiri dapat mengetahui dan menetapkan inilah perbuatan yang benar dengan sikap kritis-terbuka.

Membaca dengan Hati Suci
KH Ahmad Dahlan dalam dokumen yang dikenal sebagai transkrip pidato Konggres 1922, berkali-kali Kiai Ahmad Dahlan menyebut Quran suci, hati suci, akal suci sebagai fondasi proyek kemanusiaan Islam. Tradisi iqra dengan konsep kesatuan kemanusiaan berbasis pada kitab suci, dikelola dengan akal dan hati suci. Mulkhan (2010: 157), penentuan baik-buruk, benar-salah, hanya sah dengan hati suci, karena hanya dengan hati suci manusia akan bersatu hati. Karena kebahagiaan dan kehancuran manusia tergantung pada pikiran dan kesatuan hati.
Bagi KH Ahmad Dahlan, kebenaran itu hanyalah satu, sesuai dengan hati dan akal pikirang yang suci. Kebenaran dapat ditemukan jika seseorang bersikap terbuka dan berpikir secara luas dan mendalam . Akal pikiran suci (hati suci) adalah akal yang sehat dan kesehatan akal bisa dicapai jike terus menerus diberi pengetahuan melalui pendidikan akal dengan ilmu logika. Mustahil seorang pelajar memmperoleh ilmu tanpa melalui pendidikan yang diajarkan oleh guru.  Oleh karena itu pendidikan harus dilakukan untuuk memenuhi kebutuhan manusia dan akalnya tersebut, yaitu yang mendidik akal tentang kesesuaian kenyataan dengan pikiran.
Tradisi iqra’ merupakan Pendidikan akal pikiran yang  menurut KH Ahmad Dahlan jauh lebih penting daripada memenuhi kebutuhan makan. Karena, kesempurnaan akal pikiran akan diperoleh seorang pelajar jika bisa membedakan dan membandiingkan kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan keburukan, serta yang tidak merusak hati suci yang mendatangkan kemungkaran dan penderitaan manusia. (142). KH Ahmad Dahlan dengan tegas meletakkan akal yang dilandasi hati suci sebagai akar bagi metodologi memahami, menafsir, dan mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan nyata.
Bagi KH Ahmad Dahlan, aksi kebudayaan (aksi kreatif) dan social adalah bentuk nyata perwujudan ajaran Islam dam kehidupan social, dimana Kiai sangat percaya pada daya kreatif manusia sebagai bukti keimanan kepada Tauhid melalui strategi kebudayaan (strategi kreatif). Tidak ada perbedaan dan pertentangan antara ilmu, daya kreatifm, tauhid, IPTEK, dan tafsir al-Qur’an. Hati suci adalah tanda kesempurnaan akal seseorang yang dapat dilihat ketika manusia bias membedakan antara pintar dan bodoh.
Suatu saat, akal manusia akan menghadapi  bahaya yang bias dihadapi jika manusia memiliki hati suci, yang memiliki ciri dasar yaitu tidak suka pada keluhuran duniawi. Hanya orang yang berakal yang bias menjaga diri dari bahaya yang merusak kesucian hati. Tak ada gunanya mempunyai pangkat tinggi tanpa hati suci, tidak ada manusia yang bias memperoleh keluhuran duniawi dan akhirat kecuali mempunya budi pekerti luhur. Semua itu dapat tercapai dengan menahandan menggalahkan hawa nafsu.  Orang pintar (cerdas, unggul intelektual) ialah orang yang akalnya sempurna. Ia mengerti sesuatu yang selalu mendatangkan kesenangan dan kesusahan. Ia selalu meninggalkan kesusahan menuju kebahagiaan atas petunjuk Allah swt.

- Designed by Azaki Khoirudin -