- Back to Home »
- MEMPERTAJAM PENA GERAKAN: “IPM sebagai Aksentuator Ideologi Muhammadiyah”
Oleh: Azaki
Khoirudin
Kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) tidak
lepas dari tujuan Muhammadiyah dan konteks sejarah yang mengirinya. Pada tahun
1961, Muhammadiyah hampir berusia setengah abad dan belum memiliki sayap
gerakan yang secara khusus menggarap komunitas pelajar. Kini IPM tengah berusia
51 tahun dari pergumulan sejarah yang penuh tarik-menarik. sesungguhnya IPM
lahir sebagai gerakan organisasi otonom yang membina komunitas pelajar ini
sesungguhnya sejak kelahirannya memiliki jiwa dan karakter yang bersifat ideologis,
bukan sekadar organisasi pelajar biasa yang bersifat profesional atau teknis
organisatoris-struktural-birokratis.
Sebuah
gerakan pelajar masa kini harus memiliki kesadaran untuk memilih ideologinya
sendiri agar dapat memperjelas makna dan tujuan perjuangan dari eksistensinya.
Ali Syariati (1995: 157) mengatakan bahwa Ideologi selalu dihubungkan dengan
pelajar dan keduanya saling memerlukan. Ideologi menuntut bahwa gerakan pelajar
haruslah memihak. Gerakan Pelajar yang ideologis, ideologinya adalah suatu kepentingan
mutlak. Setiap ideologi mulai dengan tahap kritis, kritis terhadap status quo masyarakat dengan berbagai
aspek cultural, ekonomi, politik dan moralitas yang cenderung melawan perubahan
yang diinginkan. Oleh karena itu, IPM dituntut untuk memiliki pemahaman yang
mendalam mengenai ideologi yang dapat membantu mengembangkan suatu pola
pemikiran khas Muhammadiyah, yakni ideologi Islam berkemajuan.
Kini IPM berada dalam tantangan perjuangan yang luar
biasa kompleks. Di lingkungan sendiri berhadapan dengan masalah dan agenda
Muhammadiyah yang tidak ringan, ketika gerakan Islam berkemajuan terbesar ini
memasuki abad kedua pasca Muktamar Satu Abad di Yogyakarta tahun 2010 yang
lalu. IPM dituntut untuk menjadi bagian dari gerakan dakwah dan tajdid
Muhammadiyah. Seiring dengan perubahan sosial yang menyertai masyarakat yang
melahirkannya, tengah dihadapkan pada berbagai masalah yang tidak ringan
seperti ancaman tawuran, narkoba, dan virus-virus lainnya yang dapat merusak
potensi dan martabat pelajar selaku pewaris peradaban bangsa. Pada posisi
demikian menantang untuk menjadi kekuatan pencerah (problem solver).
Muhammadiyah ialah gerakan Islam yang memiliki karakter
ideologi moderat-reformis. Bahkan seluruh keputusan resmi Muhammadiyah jika
digali dan digabungkan tampak substansi jiwa moderat dan reformis. Sikap
moderat dan reformis merupakan intisari dari “Kepribadian Muhammadiyah” (Haedar
Nashir, 2011: 46). Pribadi moderat-reformis ini harus dijiwai dan dijaga betul
dalam karakter gerakan IPM. Kegiatan-kegiatan kreatif dengan nalar kritis harus
selalu dijiwai pribadi yang reformis. Jiwa yang selalu menuju kepada
perubahan-perubahan yang bersifat perbaikan (islah). Selalu peka terhadap persoalan sekitar pelajar dan
pendidikan dengan melihat persoalan secara seimbang, adil, bijaksana, adil, dan
berusaha mengambil tindakan yang terbaik untuk perbaikan.
Kepribadian
Muhammadiyah supaya membentuk karakter moderat-reformis, maka harus dikaji dan
didiskusikan secara terus-menerus, diulang-ulang dan sampai menimbulkan
penghayatan yang mendalam. Sehingga, para kader-kader IPM mampu menjadi
penyumbang “kader ideologis” dan aksentuator
gerakan dakwah dan tajdid Muhammadiyah.
Bisa dipahami betul dan secara mendalam gerakan IPM akan selalu seiring
dengan watak, karakter, dan kepribadian Muhammadiyah, yaitu moderat-reformis.
Yakni, pribadi yang matang antara dimensi ketuhanannya dan dimensi
kemanusiaannya, seimbang baik dalam keimanan, keilmuan, dan keamalan (iman,
ilmu, dan amal).
Aksentuator
Gerakan Dakwah dan Tajdid
Di samping filosofi kelahiran IPM yang memiliki
makna kelahiran yang syarat dengan gerakan ideologis. Kelahiran IPM memiliki
dua nilai strategis. Pertama,
IPM sebagai aksentuator
gerakan dakwah amar makruf nahi munkar
Muhammadiyah di kalangan pelajar (bermuatan pada membangun kekuatan pelajar
menghadapi tantangan eksternal). Kedua, IPM
sebagai lembaga kaderisasi Muhammadiyah yang dapat membawakan misi Muhammadiyah
di masa yang akan datang. (Tanfidz Mutamar XVII
IPM: 18). Jelas sekali peran dan fungsi IPM yakni sebagai aksentuator gerakan
Muhammadiyah. Hal ini memiliki peran aksiologis bagi Muhammadiyah. Sebagai aksentuator gerakan Muhammadiyah, IPM
bertanggungjawab mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. IPM
memiliki tugas sebagai penggerak, penekan atau pemukul bunyi irama dakwah dan
tajdid Muhammadiyah, artinya ketika gerakan Muhammadiyah kurang terdengar di
telinga masyarakat, maka tugas IPM ialah membantu Muhammadiyah supaya terdengar
untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan.
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagaimana
menjadi proyeksi dari visi ideal Muhammadiyah. Kini Muhammadiyah yang tengah
memasuki abad kedua di tengah dinamika kehidupan modern dan pasca-modern yang
kompleks dan sarat perubahan itu, tentu dituntut untuk mampu menjadi pengemban
misi dakwah dan tajdid sehingga gerakan Muhammadiyah ini mampu mewujudkan
tatanan peradaban utama sebagaimana yang dicita-citakannya. Dengan misi Islam yang
berkemajuan, harus menjadi pelaku gerakan pencerahan yang strategis itu,
sehingga baik IPM maupun komponen Muhammadiyah lainnya benar-benar melakukan
peran transformasi gerakan yang bersifat membebaskan, memberdayakan, dan
memajukan kehidupan peradaban umat manusia.