OPINI 
azakikhoirudin[1]


Rentang panjang perjalanan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) selama ini berada di tengah liku-liku kehidupan kebangsaan, keummatan, dan kemanusiaan universal.   IPM sebagai gerakan yang fokus terhadap persoalan pelajar, yaitu “Terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia,  dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarntya.” Visi ideal inilah yang menjadi ruh, denyut nadi, dan nafas perjuangan gerakan IPM. IPM terus berjuang dari masa ke masa untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan pelajar.
Muktamar XVIII Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sukses terlaksana di bumi Sriwijaya tepatnya di Wisma Atlit Palembang, 25-29 November 2012 Miladiyah. Tema penting pada Muktamar ini adalah “Menumbuhkan Kesadaran Kritis, Mendorong Aksi Kreatif, untuk Pelajar Indonesia yang Berkarakter”. Muktamar dibuka oleh Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpesan supaya kader-kader IPM tidak hanya menjadi “Laskar Pelangi” tetapi menjadi “Laskar Zaman”. Setelah resmi dibuka, dilanjutkan pesan-pesan kebangsaan oleh Ir. Hatta Rajaza selaku Menteri Koordinator Perekonomian, yang pada pidatonya menyinggung tema Muktamar dan tantangan dunia dan Negara saat ini.
Tentu tidak bisa dinafikkan, bahwa perjalanan IPM telah memberikan warna melalui tinta dan pena kritisnya untuk mewarnai negeri ini. Paling tidak, gerakan IPM menampilkan sosok sebagai gerakan ideologis yang komitmen menjadi pelopor, pelangsung dan penyempurna perjuangan Muhammadiyah. Namun, ada warna lain IPM yang menampilkan dirinya sebagai organisasi “belum dewasa”, IPM lebih sering menampilkan tradisi organisasi yang tidak sehat, penuh dengan konflik internal masalah-masalah hilir yang menguras energi dan lupa orientasi gerakannya. Oleh karena itu, yang muncul adalah sikap-sikap primitif yang tidak produktif dan tidak mencerminkan sebagai gerakan pelajar Islami.
Muktamar ke-18 adalah tantangan bagi IPM untuk mengukir sejarah sebagai gerakan pelajar terbaik. IPM harus mampu bergerak dinamis mengikuti arus besar perubahan zaman yang begitu cepat dan serba uncertainty ini.  Pada usia dewasa ini, apakah yang sudah diperbuat IPM? Apa yang hendak dilakukan? Tentu jawabannya dikembalikan kepada para kader IPM. Namun, dari dialektika yang ada, memunculkan satu temuan bahwasanya IPM sudah kehilangan ruh gerakannya atau rancang bangun peradaban. IPM ditengah arus perubahan yang begitu cepat ini, kira-kira IPM akan dibawa kemana arah gerak peradabannya? Lari dari modernitas, melawan, atau mengikuti arus?
Muktamar ke-18 merupakan wahana evaluasi yang serius, bahkan kalau perlu melakukan kaji ulang secara cerdas terhadap teks-teks suci yang kita miliki, yakni “teologi al-qalam”. Demi kesinambungan dalam membangun spirit gerakan, IPM tidak lapuk terkena hujan dan tidak lekang terkena panas. Oleh karena itu, tidak bisa ditolak bangun dasarnya adalah lahirnya kader-kader intelektual strategik, yang tentu dengan tidak malu-malu menampilkan (akhlakul karimah), dan kritis-radikal gerakannya.
Evaluasi dilakukan bukan sekedar usaha korektif atas program-program yang sudah terlaksana. Tetapi, lebih dari itu harus berani memunculkan konsep gerakan pelajar baru sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zamannya. Evalusai dilakukan dengan aktivitas praksis seperti penyelenggaraan kegiatan-kegiatan. Tetapi, tugas kita semua adalah menemukan ruh kembali gerakan IPM. Sehingga, IPM tidak galau  menghadapi tantangan dunia yang begitu cepat saat ini. Tetapi yang terpenting adalah keberanian untuk memunculkan wacana pilihan ideologi gerakan, konsep rancang bangun peradaban pasca Muktamar 18 ini.
            Revitalisasi perkaderan dan ideologi gerakan IPM menjadi wajib untuk periode ini. Format dan sistem pengkaderan harus diarahklan pada pembentukan “Manusia Berkarakter Indonesia”, yaitu: karakter cerdas (berilmu), relijious (berakhlak mulia), dan mandiri (terampil) melakukan perubahan sosial. Hal ini harus diwujudkan dengan berbagai perubahan mendasar atas sistem dan format yang ada selama ini. Kendala lambatnya perkembangan pertambahan kuantitas keder harus dimbangi dengan kuaitas figure pimpinan atau kader. Oleh sebab itu, nilai-nilai yang hendak dibangun untuk mencetak kader disesuaikan dengan asumsi besar bahwa kader IPM harus memiliki basic of Islamic dan basic of knowledge yang kokoh dan militansi atau daya juang yang tangguh.
Demikianlah, IPM telah menemukan semangat yang hilang selama ini. Masa peran “laskar zaman” IPM telah dinanti persyarikatan, umat, bangsa dan kemanusiaan universal. Teringat Muktamar XVI di Surakarta, Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin berpesan kepada IPM supaya tidak hanya menjadi “laskar pelangi”, namun menjadi “laskar-laskar matahari” dan kini ia kembali berpesan melalui sambutan pembukaan supaya IPM menjadi “laskar zaman”. Langkah berkemajuan dan aksi kreatif sudah saatnya diambil dengan nilai-nilai kesejarahan yang memang sangat kental dengan nuansa gerakan pelajar yang gelisah atas realitas sosial yang tidak adil. Dengan basic kesadaran kritis, sudah saatnya IPM menjadi sayap gerakan pelajar Indonesia. Siapa lagi kalau bukan IPM? Jayalah IPM! Amin.




[1] Dimuat dalam Majalah MATAN Edisi Desember 2012

- Designed by Azaki Khoirudin -