by. (Azaki Khoirudin)
Sob, saya sedang berpikir nich. Menurut saya sob, gerakan IPM sekarang, terkesan terlalu kuno. Kegiatan IPM juga serba struktural, serba rutinitas, formal, menjenuhkan, dan tidak sesuai dengan selera pelajar masa kini.  
Bener gak Sob? Padahal Sob, kalau kita melihat tantangan zaman yang semakin terus berubah, (arus globalisasi: budaya pop, hedonisme, konsumerisme) juga terus menyerang kita sebagai pelajar. Jadi, Sob gerakan IPM sudah  terlalu lama, merasa besar di kandang sendiri. Akibatnya, gerakannya tidak menyentuh kepada basis massanya, yakni pelajar..
Coba Sob kita melihat prestasi emas pelajar saat ini menunjukkan kemajuan yang positif lho. Tanda-tandanya bisa kita  lihat dalam berbagai ajang olimpiade internasional di bidang matematika, fisika, kimia, dan robotik. Para pelajar Indonesia bukan saja bisa bersaing dengan utusan negara-negara terpandang seperti Amerika Serikat, Jepang, China, dan India, bahkan berulang kali memecundangi mereka. Hebat bukan Sob? Pelajar Indonesia githu Lho,. Lebih dari itu, Indonesia sebagai masyarakat multi-etnis, multi-agama tampaknya juga mengandung potensi multi-inteligensia dan multi-talenta, yang memberikan potensi kejayaan kepada bangsa.
Alhasil, Sob tidak perlu terlalu diratapi. Kita juga tak perlu galau jika kebanyakan anak muda hari ini. Dimana mereka suka menghabiskan waktu dengan chatting di media sosial, bersenang-senang di pusat belanja, atau pelesiran ke tempat-tempat wisata. Toh, masih ada komunitas pelajar kreatif dan berprestasi.
Tidak salah, jika Yudi Latif mengibaratkan komunitas kreatif generasi hari ini, ibarat matahari, rerumputan dan pepohonan yang bergerak dalam sunyi. Munculnya media sosial baru dengan kencenderungan individuasi yang sangat kuat semakin. Hal ini Sob, memperkuat tendensi ke arah atomisasi kekuatan-kekuatan kreatif.
Kalau mbah Karl Mannheim, Sob  “ komunitas itu membentuk identitas. Berawal dari kumpulan pengalaman yang sama.  Dia mengatakan”sebuah identitas dalam cara-cara merespons, dan rasa keterikatan tertentu dalam suatu cara di mana semua anggotanya bergerak dengan dan terbentuk oleh kesamaan pengalaman-pengalaman mereka”. Tidak ada generasi perubahan tanpa usaha kesengajaan. Inilah yang dinamakan komunitas kreatif pengubah sejarah (historical bloc).
Sob, tau gak? Gerakan “IPM base on community”, muncul ketika Gerakan Pelajar Kreatif mencuat (2010). Sebagai upaya pembumian Manifesto Gerakan Kritis-Transformatif (GKT), GPK waktu Konpiwil (2011) diputuskan menjadi “Strategi Kreatif”. Asumsi saya Sob, saat ini, IPM tidak cukup menggunakan strategi kreatif, tetapi IPM harus menjadi sebuah “Komunitas Kreatif” sebagai strategi gerakan yang bersifat kultural.  Strategi komunitas kreatif ini bertujuan untuk menjawab tantangan zaman di kalangan anak muda, sehingga gerakan komunitas menjadi skoci baru di tengah gerakan IPM yang terkesan struktural, ritual, agar IPM mampu mencapai cita-citanya.
Kehadiran IPM harus menjadi pertemuan komunitas pelajar kreatif. Pelajar yang tercerahkan otak, hati dan amalnya.  Komunitas kreatif yang berserak menjadi kolektivitas progresif generasi perubahan. Kehadiran penduduk usia muda (pelajar) dalam jumlah besar, jika IPM berhasil mengelolanya.  Kata Yudi Latif, Pikiran-pikiran cemerlang generasi muda, selalu mencerminkan kegeniusan respons komunitas kreatif yang sepadan dengan tantangan zamannya Dengan Strategi Komunitas kreatif, IPM  harus mampu mempertautkan dan mengorganisasi potensi-potensi kreatif yang berserak menjadi kesatuan generasi perubahan. Semangat!!

- Designed by Azaki Khoirudin -